Sofjan Wanandi: Sektor Informal Tidak Jamin Kepastian
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha Sofjan Wanandi, yang kini Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, berpendapat, banyaknya angkatan kerja muda di Indonesia yang bekerja di sektor informal saat ini tidak baik untuk masa depan Indonesia. Sektor informal tidak memberi jaminan kepastian pendapatan dan juga jaminan kesehatan.
”Sektor informal tidak banyak memberikan kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar angkatan muda yang menganggur karena terpaksa bekerja di sektor informal,” kata Sofjan dalam percakapan dengan Kompas, Jumat (15/12).
”Karena sebenarnya angkatan kerja kita seharusnya lebih banyak di sekor formal. Betul-betul mendapatkan kepastian, baik gaji, kepastian di keamanan sosial, BPJS Kesehatan, dan pendidikan. Semua ini tidak bisa kita dapatkan di sektor informal yang jauh lebih banyak. Mereka terpaksa hidup dan terpaksa bekerja di sana,” ujarnya.
Menurut Sofjan, kemampuan pendidikan angkatan kerja kaum muda belum memberikan masa depan yang lebih baik. ”Ini yang harus kita perbaiki,” katanya.
Sofjan berpendapat, mereka yang saat ini bekerja di sektor informal harus digiring ke sektor formal. ”Pemerintah harus memberikan pendidikan, pelatihan vokasi, dan melakukan berbagai kegiatan agar mereka secara bertahap masuk ke sektor formal,” ujarnya.
Saat ini, berdasarkan aturan statistik Indonesia, mereka yang bekerja berjualan kopi keliling dan memungut puntung rokok dimasukkan dalam kategori bekerja. ”Mereka tidak menganggur, tetapi kualitas dan standar hidup rendah,” katanya.
Sofjan meyakini, pengangguran pemuda di Indonesia lebih banyak dibandingkan dulu. ”Mereka dianggap bekerja, tetapi bekerja di sektor informal, bekerja apa saja, serabutan, agar bisa bertahan hidup. Menurut saya, kondisi ini harus kita perbaiki bersama-sama,” kata Sofjan.
Seperti diwartakan harian Kompas, Jumat, tingkat pengangguran di Indonesia turun dari 11,2 persen pada 2005 menjadi 5,3 persen pada Februari 2017. Meski demikian, penurunan tingkat pengangguran ini belum seutuhnya mencerminkan kondisi lapangan pekerjaan yang baik dan layak.
Tingkat pengangguran di kalangan anak muda juga masih tinggi, yakni 19,4 persen. Adapun proporsi anak muda yang tidak bekerja dan tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan juga tergolong tinggi, yakni 23,2 persen. Anak muda di sini adalah kelompok usia 15-24 tahun.
Hal lain yang dicermati adalah proporsi pekerja dalam pekerjaan rentan juga masih relatif tinggi, yakni 30,6 persen dari total pekerja. Pekerjaan rentan tersebut dimaknai sebagai pekerjaan-pekerjaan di luar sektor informal, pekerjaan yang mengandung risiko berbahaya, dan pekerja lepas.
Kompas, Sabtu (16/12), menulis, Organisasi Buruh Internasional menyebutkan, angka pengangguran di kalangan muda cukup tinggi, yakni 19,4 persen.
Kementerian Perindustrian menilai potensi pengurangan kebutuhan tenaga kerja akibat penggunaan teknologi robotik dan digitalisasi di beberapa tahapan industri harus diminimalkan. Pengembangan vokasi melalui keterampilan spesifik merupakan salah satu cara untuk menyiapkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan industri.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengemukakan, penggunaan teknologi diharapkan hanya mengalihkan sebagian pekerjaan tanpa mengurangi penyerapan tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah mengembangkan berbagai keterampilan spesifik melalui program vokasi. ”Pengembangan ini berdasarkan kebutuhan industri. Perkembangan harus selalu diikuti,” kata Haris.
Kemenperin menilai pengetahuan dan penguasaan revolusi industri 4.0—yang mengombinasikan kecerdasan buatan, data raksasa, komputasi awan, serba internet, robotik, dan cetak tiga dimensi—sangat menentukan bagi industri. Industri di Indonesia yang dinilai siap masuk ke industri 4.0 adalah semen, petrokimia, otomotif, serta industri makanan dan minuman.
Secara terpisah, Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Amich Alhumami mengatakan, lulusan pendidikan vokasi jangan sampai tidak terserap dunia kerja. Karena itu, pendidikan vokasi harus dikembangkan dengan menajamkan bidang keahlian dan memetakan kebutuhan tenaga kerja terampil sesuai perkembangan dunia usaha dan industri. (KSP)