Dakwaan Novanto Dinilai Membingungkan
JAKARTA, KOMPAS — Pihak kuasa hukum Setya Novanto, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik, menilai dakwaan yang ditujukan kepada kliennya membingungkan.
Tidak ada kejelasan tentang siapa saja yang didakwa menerima uang dalam kasus itu. Sebab, ada sejumlah nama dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, dua terpidana dalam kasus KTP-el yang telah divonis hakim, yang ternyata tidak ditemukan dalam dakwaan Novanto.
”Kami melihat dakwaan Setya Novanto ini ada ketidakseragaman sehingga dakwaan ini, kan, membingungkan. Jadi nanti kami akan coba konsultasikan kembali untuk masuk dalam salah satu alasan eksepsi berkaitan dengan nama-nama besar dalam dakwaan itu,” tutur Firman Wijaya, kuasa hukum Novanto, Senin (18/12) di Jakarta.
Kami melihat dakwaan Setya Novanto ini ada ketidakseragaman sehingga dakwaan ini, kan, membingungkan.
Nama-nama yang antara lain tidak disebutkan dalam dakwaan ialah Ganjar Pranowo, mantan anggota Komisi II DPR yang kini Gubernur Jawa Tengah; Yasonna H Laoly, mantan anggota Komisi II DPR yang kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; serta Olly Dondokambey, mantan anggota Komisi XI DPR yang sekarang Gubernur Sulawesi Utara.
Firman menyebutkan, pihaknya sedang menyiapkan eksepsi atas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada kliennya. Menurut jadwal, eksepsi Novanto itu akan disampaikan pada persidangan berikutnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (20/12).
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 142 Ayat (2), suatu eksepsi yang menuntut dakwaan batal demi hukum dapat diajukan dengan anggapan dakwaan itu kabur, membingungkan, sekaligus menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri.
Unsur-unsur dari dakwaan yang kabur, membingungkan, dan menyesatkan itu ialah dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan JPU, dakwaan tidak memuat identitas terdakwa, serta dakwaan tidak menyebut locus delicti atau tempat dan waktu terjadinya perkara pidana.
Selain itu, juga dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai uraian tindak pidana yang didakwakan, yakni semua unsur delik dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan, serta dakwaan terhadap anak di bawah umur yang tidak didampingi pengacara.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya saat ini masih fokus pada terdakwa Novanto dan rangkaian tindak pidana yang diduga dilakukannya.
”Tidak seluruh peristiwa harus dituangkan di dalam dakwaan. Nama-nama yang dipersoalkan oleh kuasa hukum Novanto itu sebelumnya muncul di bagian pihak yang diperkaya,” kata Febri.
”Namun, di dakwaan Novanto, sejumlah anggota DPR masih dicantumkan, tetapi secara berkelompok, bukan perorangan. Penyebutan pihak-pihak yang diperkaya itu ada di angka 13 pada dakwaan. Jadi, tetap ada anggota DPR yang diduga diperkaya dalam perkara ini,” lanjut Febri.
Tidak seluruh peristiwa harus dituangkan di dalam dakwaan. Nama-nama yang dipersoalkan oleh kuasa hukum Novanto itu sebelumnya muncul di bagian pihak yang diperkaya.
Febri menuturkan, semua pihak harus mengingat kembali bahwa dakwaan itu merinci perbuatan Novanto karena ini adalah dakwaan Novanto, bukan dakwaan terhadap pihak lain. ”Karena itu, tidak semuanya harus dituangkan di dalam dakwaan karena kami fokus pada perbuatan Novanto,” lanjutnya.
”Jika nanti ditemukan bukti permulaan yang mencukupi mengenai dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini, tentu tidak tertutup kemungkinan dilakukan penyelidikan kembali atau pendalaman pada pihak-pihak lain,” ucap Febri.
Dalam persidangan di pengadilan tipikor, jaksa pada KPK mendakwa Novanto telah memperkaya diri sendiri dengan memperoleh keuntungan dari korupsi pengadaan KTP-el tahun 2011-2012 hingga 7,3 juta dollar AS atau setara dengan Rp 95 miliar. Uang diterima melalui rekannya, Made Oka Masagung, dan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Jaksa pada KPK mendakwa Novanto telah memperkaya diri sendiri dengan memperoleh keuntungan dari korupsi pengadaan KTP-el tahun 2011-2012 hingga 7,3 juta dollar AS atau setara dengan Rp 95 miliar.
Novanto juga didakwa menerima sejumlah pemberian dari Johannes Marliem dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Novanto didakwa menerima jam tangan Richard Mille seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,7 miliar dari Andi dan Marliem.
Dakwaan Novanto juga merinci pemberian kepada sedikitnya 27 orang, mulai dari pejabat di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, pengusaha peserta lelang dan anggota konsorsium Percetakan Negera Republik Indonesia, hingga anggota DPR. Negara dirugikan sekitar Rp 2,3 triliun dari nilai pengadaan KTP-el sebesar Rp 5,9 triliun.