JAKARTA, KOMPAS — Masa penahanan terhadap Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman diperpanjang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Masa penahanannya diperpanjang selama 30 hari.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (20/12) di Jakarta, mengatakan, perpanjangan masa penahanan terhadap Taufiqurrahman selama 30 hari itu akan berlangsung per 25 Desember 2017 sampai 23 Januari 2018. Penahanan ini terkait penyidikan kasus dugaan suap yang dia terima terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk.
Selasa (19/12), KPK juga memperpanjang masa penahanan terhadap Ibnu Haji, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk. Masa penahanan diperpanjang per 25 Desember 2017 sampai 23 Januari 2018, sama dengan Taufiqurrahman.
Penahanan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap yang dia terima terkait dengan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk.
”Penyidik KPK juga telah mengembalikan sejumlah barang bukti berupa dokumen milik Taufiqurrahman. Setelah diteliti penyidik KPK, dokumen-dokumen itu tidak berkaitan dengan penanganan perkara sehingga dikembalikan,” lanjut Febri.
Satu lagi tersangka dalam kasus dugaan suap dalam promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk ialah Mokhamad Bisri, Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk.
Taufiqurrahman diduga menerima suap dari sejumlah orang terkait promosi dan mutasi di Nganjuk. Taufiq menerima sedikitnya Rp 300 juta dari orang terdekatnya atau ajudan. Rincian penerimaan uang Rp 300 juta itu ialah Rp 149.120.000 dari Ibnu Haji serta Rp 148.900.000 dari Suwandi (Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot, Nganjuk).
Tidak cukup menerima suap, Taufiqurrahman juga disangka menerima gratifikasi sebesar Rp 2 miliar dari kontraktor dalam pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk dalam kurun waktu 2015-2017.
Dalam kasus ini, KPK juga telah mencegah lima orang bepergian ke luar negeri, yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang Ita Triwibawati yang juga istri Taufiqurrahman, Kepala Desa Sidoarjo Syaiful Anam, dan seorang pegawai negeri sipil di Nganjuk bernama Sekar Fatimadani.
Penangkapan oleh KPK terhadap kepala daerah terkait suap promosi dan mutasi jabatan ini bukan pertama kali terjadi. Pada 30 Desember 2016, Bupati Klaten Sri Hartini juga ditangkap KPK dalam perkara suap promosi dan mutasi jabatan. Sri diduga menerima uang suap Rp 2,995 miliar.
Praktik jual beli jabatan selama setahun diperkirakan melibatkan aliran uang yang mencapai Rp 150 triliun per tahun.
Pada 16 November lalu, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan KPK guna memberantas praktik suap untuk promosi dan mutasi jabatan.
Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, sebuah studi telah dilakukan oleh KASN dalam praktik suap itu. Praktik jual beli jabatan selama setahun diperkirakan melibatkan aliran uang yang mencapai Rp 150 triliun per tahun.
Sofian menuturkan, praktik ini tidak bisa dibiarkan. Masih ada 516 daerah lain yang kini dalam pengawasan KASN dan diduga juga tidak luput dari praktik jual beli jabatan tersebut.
”Kami bekerja sama dengan KPK sehingga apabila ada info atau laporan dari KASN mengenai praktik jual beli jabatan itu, bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPK,” ujarnya.