Menyiapkan Generasi Emas Indonesia
Hampir tak ada yang menolak bahwa pendidikan karakter penting dilakukan di sekolah. Sebab, pendidikan sejatinya bukanlah pengajaran. Namun, pendidikan nasional haruslah untuk membentuk anak didik menjadi manusia utuh, baik nalar maupun budinya.
Apalagi di ”zaman now” yang serba digital, sumber belajar berlimpah di dunia maya. Bahkan, seseorang dapat terhubung langsung pada beragam sumber belajar secara gratis lewat platform daring. Eksistensi sekolah sebagai tempat belajar pun suatu saat dipertanyakan.
Jika persekolahan hanya identik dengan mentransfer ilmu, sekolah akan ditinggalkan. Namun, sekolah yang baik mampu memadukan penguatan kecakapan abad ke-21 dan pembentukan karakter. Dengan demikian, siswa tidak hanya cakap secara penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan andal, tetapi juga memiliki nilai-nilai baik dalam hidup, integritas, etos kerja, serta sikap-sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seseorang yang sukses dan bahagia dalam hidup.
Pendidikan nasional harus bisa membentuk anak didik menjadi manusia utuh, baik nalar maupun budinya.
Silih berganti
Pengakuan pada pentingya pendidikan karakter yang juga dalam rangka untuk membangun karakter bangsa (nation character building) seperti yang sudah lama diamanatkan para pendidiri bangsa sebenarnya tecermin dalam kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menteri demi menteri di bidang pendidikan datang silih berganti, utak-atik pendidikan karakter terjadi.
Pendidikan karakter diganti dengan nama yang berbeda-beda, tetapi sebenarnya dengan semangat yang mirip-mirip. Pendidikan nasional ingin mewujudkan generasi muda bangsa sebagai manusia yang utuh.
Pada kurun 2004-2009 semasa Menteri Pedidikan Nasional Bambang Sudibyo, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan holistik dengan olah hati, olah pikir, olahraga, dan olah rasa/karsa. Lalu, pada 2010, ketika Menteri Pendidikan Nasional dijabat M Nuh, dicanangkan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Menteri demi menteri di bidang pendidikan datang silih berganti, utak-atik pendidikan karakter terjadi.
Dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ditetapkan 18 nilai karakter, yakni religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Perwujudan 18 nilai ini dilakukan dengan mengetahui, mencintai, dan melakukan nilai-nilai baik tersebut.
Di masa kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan (2015) pendidikan karakter dinamakan sebagai penumbuhan budi pekerti. Ada pembiasaan sehari-hari di sekolah, lewat kegiatan harian, mingguan, atau periodik. Salah satu yang mencuat adalah gerakan membaca 15 menit setiap hari untuk menumbuhkan minat baca.
Pendidikan karakter dikatakan berhasil dengan pembudayaan. Alurnya dimulai dari diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, dan menjadi budaya.
Pendidikan karakter dikatakan berhasil dengan pembudayaan. Alurnya dimulai dari diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan, menjadi karakter, dan menjadi budaya.
Adapun karakter yang mesti dibudayakan adalah moral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebinekaan untuk merekatkan persatuan bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; interaksi sosial positif antara peserta didik dan figur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; serta penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat terkait.
Silih bergantinya kebijakan soal pendidikan karakter di dunia pendidikan saat ini dimantapkan dengan nama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Dasar untuk mengimplementasikan PPK bukan hanya di pendidikan formal, melainkan juga pendidikan nonformal dan informal, tertuang dalam kebijakan Presiden Joko Widodo lewat Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada 6 September 2017. Dalam perpres ini disebutkan bangsa berbudaya yang hendak diwujudkan melalui penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca buku, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.
Sayangnya, kebijakan PPK ini sempat ribut karena perwujudannya dikaitkan dengan penerapan lima hari sekolah. Meskipun instruksinya dilakukan dengan bertahap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dinilai kurang memahami keragaman pendidikan yang ada di masyarakat.
Program PPK yang dilakukan sekolah yang bekerja sama dengan keluarga dan masyarakat menjadi bagian dari Gerakan Revolusi Mental Nasional yang dicanangkan pemerintahan Joko Widodo. Upaya untuk mengokohkan karakter bangsa yang sesuai dengan Pancasila untuk mampu menjadi bangsa yang unggul dan demi menjaga persatuan bangsa melalui lima karakter utama, yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan.
Pendidikan karakter dalam kontenks sekarang sering disebut untuk menciptakan generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan karakter yang baik. Generasi cerdas berkarakter ini dalam rangka menyambut 100 tahun Indonesia merdeka. Juga dalam upaya membuat bonus demografi yang dinikmati bangsa ini memang menjadi bonus, bukan bencana demografi.
Tantangan implementasi
Konsep pendidikan karakter yang diinginkan bangsa dihadirkan di dunia pendidikan justru mendapat tantangan untuk sukses diwujudkan. Sudah begitu banyak uang negara yang terhambur untuk melakukan kajian dalam menyusun pendidikan karakter yang tepat untuk anak-anak bangsa, penyiapan modul, hingga pelatihan guru, tetapi generasi cerdas berkarakter masih jauh dari harapan.
Pendidikan karakter sudah disadari penting, tetapi implementasinya lewat pengetahuan semata. Pendidikan karakter diajarkan untuk dihafal dan diujikan, bukan untuk diinternalisasikan menjadi perilaku bersama semua pemangku kepentingan di sekolah, apalagi menjadi budaya sekolah.
Sudah begitu banyak uang negara yang terhambur untuk mengkaji dan menyusun pendidikan karakter yang tepat bagi anak bangsa, mulai dari penyiapan modul hingga pelatihan guru, tetapi generasi cerdas berkarakter masih jauh dari harapan.
Akan tetapi, kita tidak menutup mata, banyak pula sekolah yang sudah memiliki praktik baik dalam mengimplementasikan pendidikan karakter menjadi roh dalam keseharian belajar di sekolah. Sekolah tak bisa sendiri dalam membentuk karakter anak didik. Merangkul keluarga dan masyarakat menjadi salah satu kunci sukses dalam mengimplementasikan pendidikan holistik berbasis karakter. Keragaman pendidikan karakter yang dimiliki sekolah ini sejatinya terus dihidupkan dan disebarkan.
Tantangan dalam mengimplementasikan PPK ini butuh paradigma baru dari seluruh ekosistem pendidikan. Sekolah butuh panduan, tetapi bukan menyeragamkan.
Sekolah perlu didorong untuk membangun jejaring agar tri pusat pendidikan (sekolah, keluarga, dan masyarakat) dapat berjalan. Karena itu, kerja sama ini perlu diarahkan dengan tepat agar dapat memperkuat pendidikan karakter di sekolah. Sekolah menjadi paham pada isu-isu yang mengancam masa depan anak, seperti narkoba dan radikalisme serta persoalan tantangan kebangsaan saat ini.
Kreativitas sekolah mengintegrasikan pendidikan karakter dalam keseharian di sekolah, intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler perlu didorong dan diakomodasi. Ada ruang bagi sekolah untuk mengembangkan PPK yang selaras dengan visi dan misi sekolah dan daerahnya.
Tak kalah pentingnya mempersiapkan guru dan tenaga kependidikan menjalankan perannya. Utamanya guru kembali pada peran sejatinya sebagai pendidik yang menginspirasi dan menjadi teladan bagi siswa.
Semua implementasi di tingkat sekolah juga butuh dorongan dari teladan lingkungan masyarakat. Sebab, siswa pun bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Tak ketinggalan, teladan baik juga harus mampu diberikan oleh petinggi negara dan politisi bagi generasi muda bangsa.