JAKARTA, KOMPAS — Upaya pelestarian satwa langka perlu dilakukan melalui berbagai cara, termasuk pendekatan agama. Melalui tokoh agama, diharapkan pesan moral mengenai pelestarian satwa bisa lebih efektif diterima masyarakat luas.
Wildlife Conservation Specialist World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, Chairul Saleh, menyampaikan, semua pihak perlu berperan dalam upaya konservasi lingkungan. Regulasi pemerintah, menurut dia, menjadi landasan hukum agar tidak ada lagi pelanggaran terkait perlindungan sumber daya alam. Namun, pendekatan ke masyarakat seperti melalui ajaran agama sangat mendukung upaya konservasi tersebut.
”Pesan moral yang diajarkan melalui agama diharapkan lebih menyentuh masyarakat secara personal. Hal ini tentu lebih efektif diterima dan dilakukan masyarakat,” katanya dalam acara peluncuran buku Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem dan Khutbah Jumat untuk Keseimbangan Ekosistem, Jumat (22/12), di Jakarta.
Fatwa MUI
Chairul menuturkan, pihaknya telah melakukan pendekatan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendukung upaya pelestarian sumber daya alam. Sejumlah cara dilakukan agar penyampaian pesan ke masyarakat bisa efektif diterima.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLH-SDA) MUI Hayu Prabowo mengatakan, dukungan telah dilakukan melalui Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem.
Fatwa ini, lanjut Hayu, menyoroti prinsip kepercayaan akan nilai-nilai dan kontekstualitas pada lingkungan terkait dengan upaya konservasi. Dalam fatwa ini juga terdapat ajakan untuk melindungi keanekaragaman hayati terutama spesies satwa yang terancam punah.
Hayu menyebutkan, fatwa tersebut telah diterima dan disosialisasikan kepada beberapa ulama di daerah Aceh, Riau, dan Ujungkulon. Ketiga daerah ini dinilai berdekatan dengan daerah konservasi.
”Sosialisasi dilakukan agar ulama dan dai bisa menyampaikan fatwa tersebut melalui khotbahnya. Dengan begitu, pesan fatwa itu bisa lebih efektif membantu perlindungan satwa langka,” ujarnya.
Menurut rencana, sosialisasi kepada sejumlah ulama akan dilakukan melalui perwakilan MUI di setiap provinsi di Indonesia. Tujuannya agar para tokoh agama dapat membantu penyebaran pengetahuan tentang perlindungan satwa menurut ajaran Islam.
Melindungi ekosistem
Ketua Bidang Hubungan Internasional Pimpinan Pusat MUI Muhyiddin Junaidi mengatakan, melestarikan satwa berarti sekaligus melindungi ekosistem lingkungan hidup. Dengan demikian, kepentingan manusia pun turut terjaga.
Ia menyampaikan, upaya menjaga ekosistem membutuhkan tiga elemen yang ditekankan, yaitu saling menyayangi, termasuk pada lingkungan dan binatang; keseimbangan ekosistem, dan kesinambungan melalui upaya pemantauan secara konsisten.
”Pemburuan, perdagangan, dan bentuk lain yang mengganggu pelestarian satwa langka dan dilindungi itu haram, kecuali untuk melindungi kehidupan masyarakat,” ujar Muhyiddin.
Chairul menambahkan, pihaknya berharap upaya ini juga dilakukan secara lintas agama sehingga semakin efektif diterima masyarakat.
”Melalui pendekatan agama, dapat berperan besar dalam mengubah persepsi dan perilaku masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa dilindungi untuk kesejahteraan manusia. Selain itu, bisa mengurangi pemburuan dan perdagangan satwa dilindungi secara ilegal,” katanya. (DD04)