Menghindari Macet, Jakarta-Yogyakarta Ditempuh 15 Jam
Oleh
Haryo Damardono
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS - Lalu lintas di sejumlah ruas jalan tol dan jalan arteri Pantura mengalami kepadatan di puncak arus liburan Natal, Sabtu (23/12) lalu. Lonjakan jumlah kendaraan yang bisa mencapai dua kali lipat di hari biasa mendorong para pengguna jalan harus pintar-pintar membaca situasi, bahkan mencari jalur alternatif guna menghindari kemacetan.
Langkah ini dilakukan Kompas ketika menempuh perjalanan dengan kendaraan pribadi dari Jakarta menuju Bantul, Yogyakarta, kemarin. Kompas bertolak dari Ibu Kota pada pagi hari sebelum Matahari terbit, yaitu Sabtu Pukul 05.00 WIB, dengan harapan kondisi jalan lebih lengang. Harapan lainnya, kami sudah bisa tiba di Bantul sebelum gelap atau matahari terbenam, mengingat waktu tempuh normal Jakarta ke Yogyakarta adalah rata-rata 13 jam.
Dan, benar saja, kondisi jalan-jalan protokol di Ibu Kota saat kami berangkat benar-benar sepi. Perempatan Cikunir, Bekasi, yang biasanya penuh lalu-lalang kendaraan pun terlihat belum terlalu ramai. Sayangnya, ini tidak berlangsung lama. Lalu lintas mulai tersendat memasuki ruas tol Cikampek. Rupanya, ruas tol terpadat di Pulau Jawa ini mulai dipenuhi kendaraan para pelancong atau pemudik. Mereka berasumsi sama : sengaja berangkat pagi buta guna menghindari terjebak kemacetan di Tol Cikampek.
Ruas tol ini memang menjadi perhatian bersama karena sebelumnya diprediksi bahwa akan ada setidaknya 103.000 kendaraan yang melewati jalur ini sepanjang Sabtu atau puncak arus liburan Natal tahun ini. Penyempitan jalan akibat sejumlah proyek pengerjaan infrastruktur seperti tol layang Cikampek dan kereta ringan (LRT) Jakarta-Bekasi yang berada di ruas ini kian menambah kekhawatiran meskipun proyek-proyek itu telah dihentikan sementara sepanjang liburan akhir tahun ini.
Kekhawatiran kami mendekati kenyataan. Dari aplikasi Google Maps di ponsel pintar terlihat garis merah panjang yang menandakan kepadatan menjelang gerbang tol (GT) Cikarang Utama hingga Karawang. Enggan menghabiskan waktu hanya untuk melewati gerbang tol Cikut itu, Kompas memutuskan keluar di gerbang terdekat. yaitu GT Cikarang. Dengan demikian, kami bisa terhindar antrean panjang di GT Cikarang Utama.
"Petualangan" melewati jalur arteri alias jalan alternatif pun dimulai. Kondisi jalan yang melewati kawasan industri Jababeka dan jalan inspeksi Tarum Barat ini relatif lebih lancar, meskipun tidak bisa dibuat ngebut. Dari sana, kami kembali masuk ke ruas tol Cikampek melalui GT Karawang Barat. Lega, kami terhindar dari antrean di GT Cikarang Utara yang setahun terakhir ini kerap menjadi momok kemacetan. Kendaraan pun bisa kembali dipacu dengan kecepatan tinggi. Sayangnya, ini tidak berlangsung lama.
Kepadatan kendaraan kembali terlihat di ruas tol Cikampek-Palimanan. Itu terutama dipicu antrean kendaraan yang hendak menuju ke rest area dan SPBU. Daya tampung parkir yang kurang memadai membuat kendaraan antre menuju tempat istirahat itu. Efek dominonya, antrean itu meluber hingga ke badan jalan tol, terutama di lajur kiri. Sudah begitu, sempat pula terjadi tabrakan kendaraan di ruas tol ini yang kian menambah kepadatan. Sayangnya, petugas Jasa Marga setempat kurang sigap menyingkirkan kendaraan naas itu.
Pada Pukul 09.30 WIB, kami mulai mendekati kawasan Cikamurang di ruas tol Cipali. Setelah mengamati Google Maps, terdeteksi pula warna merah alias kemacetan sepanjang 4-5 km di GT Palimanan. Seperti sebelumnya, kami memilih menghindari antrean di gerbang tol itu dengan keluar di gerbang terdekat, yaitu GT Sumberjaya. Itu membawa kami sempat menyusuri jalan lama Bandung-Cirebon. Dari sana, kami kembali memasuki ruas tol Cikampek-Palimanan-Kanci melalui GT Plumbon. Selepas ini, kondisi jalan relatif lebih lancar meskipun kendaraan masih cukup ramai.
Tak lama berselang, dari pantauan peta di Google Maps, kembali didapat informasi kemacetan di GT Brebes Timur, gerbang tol yang dikenal dengan nama "Brexit" alias Brebes Exit menyusul tragedi kemacetan parah yang merenggut nyawa belasan orang pada mudik Lebaran 2016 silam. Tragedi ini sempat menjadi buah bibir dunia dan diberitakan media-media internasional seperti BBC dan CNN.
Enggan terjebak antrean di Brexit, kami pun memutuskan meninggalkan ruas tol Palimanan-Kanci lebih dini, yaitu di GT Brebes Barat. Adapun kendaraan lainnya berbondong-bondong menuju ke GT Brebes Timur. Kami pun sempat menikmati lenggangnya jalan arteri Pantura sebelum kembali padat beberapa saat kemudian karena bertemu gelombang kendaraan yang keluar dari gerbang tol Brebes Timur. Jalan Pantura ruas Brebes-Tegal yang kami lintasi berikutnya. Kepolisian setempat bahkan terlihat memberlakukan contra flow (melawan arus) untuk memecah kepadatan kendaraan yang menuju timur Pulau Jawa. Satu lajur dari arah sebaliknya, yaitu menuju ke Jakarta, digunakan untuk menampung lonjakan kendaraan dari Jakarta.
Pukul 11.15 WIB, kami tiba di Tegal, Jawa Tengah. Bagi para pemudik asal Jakarta tujuan Solo atau Yogyakarta dan sekitarnya, memasuki Tegal berarti sudah "setengah jalan". Kami pun beristirahat sejenak. Sambil menyantap makan siang, tiba-tiba seorang kerabat memberi kabar, tepatnya peringatan, bahwa terjadi kemacetan parah di Pemalang-Pekalongan. Enggan terjebak macet empat hingga lima jam di ruas Pemalang-Pekalongan seperti para pemudik kebanyakan, kami pun memutuskan kembali "bermanuver" alias mencari rute alternatif lain. Kali ini, kami memilih untuk meninggalkan jalur Pantura dan bergerak ke selatan-tengah via Purbalingga dan Gombong.
Kondisi di lintas selatan Jawa Gombong-Karanganyar sempat terlihat padat sehingga mobil hanya bisa dipacu dengan kecepatan rata-rata hanya 40 km per jam. Namun, ini setidaknya lebih baik ketimbang terjebak kemacetan parah di Pemalang-Pekalongan. Dari ruas itu, kami terus melaju ke jalur Pantai Selatan Jawa yang akhir-akhir ini sepi dari perhatian pemudik. Ternyata, jalan yang dulu dikenal dengan "Jalur Daendels" itu cukup lengang. Inilah saatnya pedal gas dipacu dalam-dalam. Mobil pun bisa melesat di kecepatan 100-120 km/ jam.
Alhasil, Jakarta-Yogyakarta kami tempuh dalam 15 jam. Waktu tempuh yang sungguh tidak buruk mengingat kondisi padatnya jalan dan beberapa titik kemacetan yang sempat menghadang, namun berhasil kami hindari.