Natal Keenam Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia di Seberang Istana
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jemaat GKI Yasmin, Bogor, dan HKBP Filadelfia, Bekasi, kembali menggelar ibadah Natal di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (25/12). Ini merupakan ibadah Natal keenam kali yang mereka lakukan di seberang istana karena jemaat masih belum mendapatkan kepastian tempat beribadah. Gereja mereka masih disegel oleh pemerintah daerah.
Kebaktian dimulai sekitar pukul 13.00 dan berlangsung selama dua jam. Kebaktian berlangsung secara sederhana dengan diiringi alunan keyboard dan gesekan biola. Jemaat memanjatkan puji-pujian dan doa selama kebaktian berlangsung. Sebagian besar jemaat juga tampak menggunakan payung selama beribadah, untuk melindungi mereka dari cuaca terik ketika itu.
Pendeta Ronaldo Gogo Simatupang menyampaikan khotbah berisi pesan damai pada saat Natal. ”Tantangan umat beragama saat ini adalah bagaimana kita bisa terus menyampaikan kedamaian di tengah dominasi penjajahan ideologi serta status sosial,” tutur Ronaldo di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin.
Juru bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging, menjelaskan, acara Natal ini juga dijadikan momen pengingat bagi pemerintah untuk tetap memperjuangkan kebebasan umat beragama. Ia menjelaskan, kebaktian ini sudah berlangsung sejak 12 Februari 2012 dan rutin dilakukan setiap dua minggu sekali.
”Untuk perayaan Natalnya sendiri, ini merupakan perayaan Natal keenam kali karena kami bersama-sama dengan HKBP Filadelfia mengadakan ibadah di seberang istana sejak Februari tahun 2012. Jadi, ini adalah Natal keenam yang kami laksanakan di seberang istana,” tutur Bona.
”Sebagai pengingat, siapa pun presidennya, baik SBY maupun Pak Jokowi, punya tanggung jawab konstitusional bahwa Indonesia bisa menjadi rumah bersama bagi semua umat beragama,” lanjutnya.
Sebagai pengingat, siapa pun presidennya, baik SBY maupun Pak Jokowi, punya tanggung jawab konstitusional.
Kedua gereja ini terkena kasus terkait penyegelan gereja oleh pemerintah daerah setempat. Gereja HKBP Filadelfia disegel oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi pada 2009, sedangkan GKI Yasmin disegel oleh Pemerintah Kota Bogor pada 2010.
Padahal, kedua gereja ini sudah mengantongi izin pendirian rumah ibadah dan dikuatkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Putusan Mahkamah Agung pun sudah mereka peroleh untuk pendirian rumah ibadah. Namun, hingga saat ini, kedua gereja belum bisa menggunakan tempat ibadahnya untuk melaksanakan kebaktian.
Bona menjelaskan, saat ini pihak GKI Yasmin juga sudah melakukan diskusi dengan Wali Kota Bogor Bima Arya. Dalam pertemuan tersebut, ada gagasan bahwa di lahan GKI Yasmin akan dibangun juga masjid yang berdiri berdampingan dengan gereja.
”Kami menganggap ini merupakan langkah solutif dan sebagai cerminan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, di mana dua rumah ibadah nantinya bisa berdiri bersama. Kami masih menunggu realisasi hal tersebut,” ujar Bona.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Pratiwi Febry, yang turut hadir dalam kebaktian tersebut, mengatakan, dalam kasus ini, kesadaran pemerintah menjadi kunci terakhir untuk menyelesaikan permasalahan.
”Jemaat juga sudah memenangi putusan MA dan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap). Ini harus juga menjadi perhatian pemerintah pusat agar bisa terus mengingatkan pemerintah daerah terkait penyelesaian masalah ini,” lanjut Pratiwi.
Kesadaran pemerintah menjadi kunci terakhir untuk menyelesaikan permasalahan.
Dihubungi terpisah, Komisioner Komnas HAM, Beka Hapsara, menjelaskan, saat ini Komnas HAM tetap memonitor kasus kedua gereja ini. ”Sejauh ini, kami memang sudah bertemu dengan Wali Kota Bogor terkait kasus GKI Yasmin. Namun, untuk kasus HKBP Filadelfia, kami belum sempat bertemu dengan bupati terkait,” kata Beka.
Beka menuturkan, selain dengan Wali Kota Bogor, pertemuan dengan deputi di Kantor Staf Presiden juga sudah dilakukan untuk terus mendorong pemerintah menyelesaikan kasus ini. ”Mereka merespons dengan baik pertemuan tersebut dan saat ini sedang merumuskan solusi untuk memecahkan masalah ini,” katanya.
Beka menjelaskan, dalam kasus ini, pemerintah daerah masih belum mampu melaksanakan keputusan MA karena desakan dari ormas-ormas yang kontra terhadap adanya gereja tersebut. Mediasi dengan ormas-ormas ini juga belum dilakukan antara pihak gereja dan pemerintah di kepengurusan Komnas HAM sekarang.
”Namun, kami juga mendorong pemerintah agar tetap menyelesaikan isu intoleransi, tidak hanya kepada jemaat GKI dan HKBP, tetapi juga jemaat Ahmadiyah. Kami berharap, hal ini bisa segera diselesaikan agar isu intoleransi tidak kembali merebak di tahun politik, khususnya 2018-2019,” tutur Beka.
Beka menyebutkan, guna membangun kebebasan beragama itu, Komnas HAM juga berencana untuk bersinergi dengan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP). ”Menurut kami, UKP PIP memiliki posisi strategis untuk turut serta memecahkan kasus intoleransi umat beragama,” lanjut Beka.
Ketua UKP PIP Yudi Latif menjelaskan, saat ini dirinya masih belum bisa memberikan tanggapan terkait kasus jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. ”Maaf, saya belum mengetahui pengetahuan yang cukup tentang itu,” ucap Yudi Latif dalam pesan singkat saat dihubungi, Senin (25/12).
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin juga belum memberikan klarifikasi terkait kasus yang dihadapi jemaat HKBP Filadelfia saat dihubungi, Senin. (DD05)