Operasi Tangkap Tangan Terbanyak Sepanjang Sejarah
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat tidak lagi takut-takut melaporkan tindak korupsi kepada aparat penegak hukum. Keberanian masyarakat melapor itu, antara lain, tergambar dari hasil capaian Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencatatkan operasi tangkap tangan terbesar sejak lembaga antirasuah itu berdiri tahun 2002, yakni 19 kali tangkap tangan, pada 2017.
Dalam penyampaian laporan akhir tahun KPK, Rabu (27/12), di gedung penunjang KPK, Jakarta, unsur pimpinan KPK mengungkapkan jumlah kasus tangkap tangan ini melampaui tahun sebelumnya. Pada 2016, KPK melakukan 17 kali operasi tangkap tangan (OTT). Dari 19 kasus itu, KPK menetapkan 72 orang sebagai tersangka dengan beragam profil, mulai dari aparat penegak hukum, anggota legislatif, hingga kepala daerah.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, banyaknya kasus tangkap tangan yang dilakukan KPK ini memperlihatkan masyarakat sudah tidak ragu dan takut lagi mengadukan dugaan korupsi kepada KPK.
”Kalau Anda lihat, sebetulnya, kan, saya sudah berkali-kali bicara bahwa OTT itu adalah hasil dari pengaduan masyarakat. Oleh karena itu, saya mengajak teman-teman semuanya, rakyat Indonesia, kalau mempunyai data dan informasi agar melapor, dan akan kami follow up. Dari laporan itu akan kami lakukan tindakan sehingga kami bisa melakukan OTT sampai 19 itu, kan, karena adanya laporan dari masyarakat,” ujarnya.
Operasi tangkap tangan itu adalah hasil dari pengaduan masyarakat. Oleh karena itu, saya mengajak rakyat Indonesia kalau mempunyai data dan informasi agar melapor ke KPK dan akan kami follow up.
Bahkan, KPK juga akan lebih getol menindaklanjuti laporan dari masyarakat di banyak daerah. Satuan tugas penyidik KPK akan diperbanyak dengan memperkecil jumlah penyidik KPK di setiap satgas. ”Dulu, satu satgas isinya bisa lebih dari 10 orang. Ke depannya, itu (satgas) akan dirampingkan sehingga bisa dibentuk lebih banyak lagi satgas untuk bergerak ke lebih banyak daerah,” kata Agus.
Selain itu, KPK juga telah melakukan interkoneksi dengan sistem whistleblowing di semua daerah dan berbagai institusi. Dengan upaya interkoneksi whistleblowing system itu, semua daerah atau institusi bisa melaporkan dugaan korupsi langsung kepada KPK. ”Upaya ini dilakukan supaya mereka (masyarakat) juga bisa lebih mudah melaporkan dugaan korupsi di daerah-daerah di lingkungannya,” ujar Agus.
Dibandingkan dengan tahun lalu, jumlah OTT yang dilakukan KPK meningkat tipis. Pada 2016, KPK melakukan 17 OTT, sedangkan tahun ini 19 OTT. Total, sejak KPK berdiri, sudah 77 kali OTT dilakukan lembaga antirasuah itu dengan 244 tersangka. Tahun ini, ada 63 tersangka dari 19 OTT yang dilakukan KPK.
Kendati demikian, Agus membantah anggapan bahwa lembaganya kini lebih fokus pada tangkap tangan daripada pengembangan kasus. ”Bukan begitu, kan kasus-kasus lain hasil pengembangan juga kami periksa,” katanya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, besarnya jumlah kasus OTT itu tidak mengindikasikan perhatian KPK tersedot untuk kasus tangkap tangan saja. ”Kalau dilihat dari sekitar 100 penyidikan yang kami lakukan, hanya ada 19 OTT di antaranya. Jadi, sebenarnya OTT mengambil porsi yang tidak besar jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang kami sidik. Namun, memang OTT ini menonjol dan menjadi perhatian publik,” urainya.
Secara umum, suap masih menjadi tindak pidana korupsi yang paling banyak ditangani KPK. Tahun ini, KPK menangani 93 perkara suap, diikuti dengan pengadaan barang/jasa sebanyak 15 perkara, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) 5 perkara. Tahun 2016, KPK menangani 79 perkara, diikuti pengadaan barang/jasa sebanyak 14 perkara, dan TPPU 3 perkara.
KPK menyelamatkan total Rp 276,6 miliar dari tindakan penindakan. Rinciannya terdiri dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara dari hasil penindakan korupsi dan pencucian uang Rp 188 miliar.
Selain itu, KPK melakukan hibah barang rampasan senilai total Rp 88,6 miliar. Barang hibah itu ialah museum batik di Surakarta senilai Rp 49 miliar, tanah dan bangunan milik Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Rp 24,5 miliar, tanah dan bangunan untuk Badan Pusat Statistik Rp 2,9 miliar, dan wisma ke Kementerian Keuangan dan kendaraan operasional untuk Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Milik Negara (Rupbasan) Pekanbaru Rp 11,9 miliar.
Dibandingkan dengan tahun lalu, nilai uang yang diselamatkan KPK dari hasil penindakan ini lebih kecil. Tahun 2016, KPK menyelamatkan uang negara dari hasil penindakan Rp 497,6 miliar. Menurut Febri, jumlah penyelamatan dari penindakan tahun lalu lebih besar karena lelang dan hibah barang hasil rampasan lebih banyak dilakukan.
Dari laporan akhir tahun KPK terungkap kini korupsi meluas hingga ke pejabat eselon IV di daerah. Total ada 43 perkara yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV dan 27 perkara melibatkan swasta serta 20 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD. Selain itu, terdapat 12 perkara lainnya yang melibatkan bupati/wali kota dan wakilnya.
Dorong pencegahan
Pada kinerja 2017, KPK mendorong lebih banyak upaya pencegahan korupsi di banyak daerah dan institusi. Sepanjang 2017, KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi bidang penindakan dan pencegahan terintegrasi di 12 daerah, yakni Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Selain mendampingi 22 provinsi, KPK juga mendampingi 380 kabupaten/kota di provinsi dampingan itu.
Dari kegiatan pencegahan ini, KPK berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 2,67 triliun. Penyelamatan uang negara itu diperoleh dari potensi uang negara yang diselamatkan dari risiko korupsi yang mungkin terjadi. Rincian uang negara Rp 2,67 triliun itu berasal dari laporan gratifikasi negara Rp 114 miliar, penyelamatan barang milik negara (BMN) milik Kementerian Kesehatan berupa tanah seluas 18 hektar senilai Rp 374 miliar, koordinasi dan supervisi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait dengan pemanfaatan lahan milik kereta oleh pihak lain sebesar Rp 78 miliar, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kehutanan Rp 1 triliun, dan peningkatan PNBP bidang mineral energi dan batubara Rp 1,1 triliun.
Agus mengatakan, KPK juga menaruh perhatian pada pencegahan di sektor swasta dan politik karena merupakan sektor strategis. Untuk menyasar pencegahan korupsi di sektor swasta dan politik, KPK meluncurkan program Profesional Berintegritas (Profit). Sejak diluncurkan pada 2016, dari 73 entitas perusahaan swasta, BUMN/BUMD, asosiasi bisnis dan regulator, kini tumbuh menjadi 132 entitas.
”KPK menginisiasi pembentukan forum komunikasi antara regulator dan pelaku usaha untuk memperbaiki ease of doing business khususnya di bidang perizinan dan pengadaan barang/jasa. Di tingkat nasional sudah berjalan dengan nama Komite Advokasi Nasional Antikorupsi (KAN). Sementara di tingkat daerah, pada 2017 ini telah terbentuk Komite Advokasi Daerah Antikorupsi (KAD) di delapan provinsi, yaitu Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur,” papar Agus.
KPK juga secara khusus mulai menaruh perhatian pada pencegahan korupsi di sektor politik. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, KPK telah bertemu dengan sejumlah unsur pimpinan partai politik. Melalui program Sistem Integritas Parpol (SIP), KPK menindaklanjuti hasil kajian parpol sebagai upaya pembenahan sistem politik Indonesia. Di tahun ini, KPK berdiskusi lebih intens dengan 12 partai politik peserta pemilu, yaitu PDI-P, Gerindra, PKB, Hanura, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, Perindo, Golkar, PSI, dan PKS untuk menagih komitmen parpol terkait dengan implementasi rekomendasi kajian.
”KPK mendorong peningkatan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol terlebih setelah usulan tambahan pembiayaan parpol disetujui Kementerian Keuangan. Demikian juga terkait dengan komitmen parpol untuk menindaklanjuti rekomendasi KPK lainnya terkait masalah utama integritas sebagaimana dalam kajian, yakni tidak adanya standar etika partai politik dan politisi, juga tidak ada standar persyaratan perekrutan kader dan politisi,” kata Basaria.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, memasuki usia ke-15 ini KPK melakukan sejumlah kerja sama strategis dengan banyak instansi, termasuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mencegah korupsi. KPK juga mendorong pemerintah untuk memenuhi semua rekomendari dari Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC).
”Pada tahun ini Indonesia menjalani proses review putaran kedua yang mengkaji implementasi UNCAC Bab II tentang Pencegahan dan Bab V tentang Pemulihan Aset. KPK sebagai focal point dalam proses review, mengoordinasikan 24 kementerian dan lembaga dalam pengumpulan informasi dan penyusunan jawaban terhadap self-assessment checklist dan pelaksanaan review pada Oktober 2017,” kata Syarif.