Kasus Difteri Terus Bertambah
Kementerian Kesehatan mencatat, pada Januari sampai November 2017 ada 96 kabupaten atau kota dari 214 kabupaten atau kota dinyatakan kejadian luar biasa (KLB) difteri. Jumlah total kasus difteri periode itu 593 pasien dengan angka kematian 32 kasus atau 5,4 persen.
Hingga kini, penyebaran difteri terus meluas. Per 16 Desember 2017, kasus difteri dilaporkan di 130 kabupaten atau kota di 26 provinsi. Sekitar 40 orang meninggal dan 600-an lainnya dirawat karena difteri. Terakhir, kasus difteri dilaporkan terjadi di 28 provinsi. Adapun jumlah kumulatif kasus difteri telah mencapai 903 orang.
Terkait hal itu, pemerintah telah menggelar imunisasi difteri ulang sebagai respons atas KLB difteri atau outbreak response immunization (ORI) di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, Rabu (27/12), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, cakupan rata-rata ORI difteri di tiga provinsi baru sekitar 40 persen. Salah satu penyebabnya diduga karena pelaksanaan ORI difteri bersamaan dengan masa ujian dan libur sekolah.
Meski cakupan ORI difteri rendah, jumlah kasus difteri yang dilaporkan turun. Sebelum 22 Desember lalu, kasus difteri yang dilaporkan 10-20 kasus per hari. Sejak 22 Desember 2017, kasus difteri per hari di bawah lima kasus sehari. ”Kami belum tahu pasti hubungan cakupan ORI rendah dengan kasus difteri menurun,” kata Jane.
Jane menduga penularan difteri selama ini banyak terjadi di tempat berkumpul dan beraktivitasnya orang, seperti sekolah, asrama, pesantren, dan tempat kerja. Saat anak-anak masuk sekolah dan orang kembali masuk kerja setelah libur Natal dan Tahun Baru, Januari 2018, baru akan diketahui apakah kasus difteri terkendali atau belum.
Terkait masih terus bertambahnya kasus difteri hingga sekarang, menurut Jane, hal itu disebabkan akumulasi bertahun-tahun anak-anak tidak diimunisasi. Seperti diketahui, sekitar 60 persen pasien difteri tak pernah diimunisasi sebelumnya.
Selain itu, masa inkubasi kuman difteri berlangsung 5-10 hari sehingga mereka yang positif difteri saat ini sebenarnya terinfeksi sejak lama. Sementara kekebalan individu yang diperoleh dari imunisasi baru terbentuk sekitar dua minggu setelahnya.
Warga antusias
Setelah KLB difteri terjadi di sejumlah daerah dan ditindaklanjuti Kementerian Kesehatan dengan menggelar ORI difteri, masyarakat mulai menaruh perhatian. Tak hanya anak-anak, tak sedikit orang dewasa juga diimunisasi difteri ulang untuk mencegah terinfeksi kuman difteri.
Tingginya antusiasme masyarakat mengikuti ORI difteri misalnya terlihat di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan. Setiap hari, lebih dari 100 warga mendaftar untuk ikut ORI difteri. Warga sudah mendaftar sejak sehari sebelumnya. Kemarin sekitar pukul 09.00, warga memadati aula RS Syarif Hidayatullah.
Salah seorang warga, Nur Afifah (18), mengaku dirinya mengikuti ORI difteri karena khawatir dengan kondisi kesehatannya setelah kasus difteri ramai dibicarakan di media. Terlebih ia tak mengetahui riwayat imunisasinya saat masa kecil. Orangtuanya pun tak memiliki buku catatan imunisasi yang sudah ia jalani.
”Saya dapat info vaksin difteri ini dari pesan berantai di Whatsapp. Saya langsung daftar ke sini, soalnya takut juga banyak berita soal difteri,” ujar Nur Afifah.
Kekhawatiran itu bertambah sejak muncul pemberitaan tentang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah yang meninggal diduga karena difteri. Kebetulan, Nur Afifah tinggal di area sekitar UIN. Ia berupaya mencegah agar tidak terkena difteri.
Manajer Pemasaran dan Pengembangan RS Syarif Hidayatullah, Happy Christina, mengatakan, setiap hari disediakan 200 vaksin dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Vaksin itu terdiri atas tiga jenis, yaitu pentabio untuk usia 1-5 tahun, Dt untuk usia 5-7 tahun, dan Td untuk usia 7-19 tahun, yang diberikan secara gratis.
Adapun untuk usia dewasa di atas 19 tahun, imunisasi harus dilakukan secara mandiri. Pasien dewasa yang ingin imunisasi mandiri harus menanti hingga Jumat ini untuk mendapat vaksin. ”Pasien yang usianya di atas 19 tahun harus memesan dulu. Stok vaksin di pasaran sedikit karena banyak sekali pihak yang melakukan vaksin ulang,” kata Happy.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh mengatakan, saat ini 76 persen kasus difteri ada pada usia 1-18 tahun. Jadi, kelompok usia inilah yang diprioritaskan menjadi sasaran ORI difteri.
Sementara kelompok usia di atas 18 tahun boleh menjalani imunisasi secara mandiri (vaksin Td) dengan catatan jika riwayat imunisasinya belum lengkap atau belum pernah sama sekali, dilakukan imunisasi tiga kali. Imunisasi kedua dilakukan sebulan setelah imunisasi pertama, dan vaksinasi ketiga dilakukan enam bulan sejak imunisasi kedua. Jika riwayat imunisasi lengkap, cukup mendapat booster satu kali yang diulang setiap 10 tahun sekali.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan mengatakan, masyarakat jangan keliru dengan pengertian imunisasi dasar lengkap. Untuk mencegah difteri, imunisasi yang harus didapatkan ialah imunisasi DPT (difteri-pertusis-tetanus) empat kali sampai usia 5 tahun. Setelah itu, sampai usia 5 tahun lima kali imunisasi DPT dan hingga usia 19 tahun imunisasi DPT+DT+Td delapan kali.
Rapat terbatas
Menyusul kasus difteri yang terus terjadi, pemerintah berupaya mengendalikan penyakit ini agar tak menyebar. Kemarin, dalam rapat terbatas membahas KLB difteri yang digelar secara tertutup dipimpin langsung Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, dibahas tentang perkembangan terkini ORI difteri di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang rata-rata cakupannya belum sampai 50 persen dan rencana lanjutan.
Selain itu, pemerintah memutuskan memperluas cakupan imunisasi ulang di sejumlah provinsi, terutama yang kasus difterinya tinggi, antara lain Jawa Timur, Aceh, dan Sumatera Barat. Harapannya, KLB difteri yang telah dilaporkan terjadi di 28 provinsi bisa dikendalikan.
”Perintah Presiden, apa yang sudah dilakukan agar dilanjutkan. Sekarang imunisasi cakupannya baru tiga provinsi dan baru 50 persen. Ini kami teruskan dan nanti sampai provinsi-provinsi lain,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek seusai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu sore.
Menkes menambahkan, tidak ada cara lain untuk mencegah difteri selain imunisasi. Oleh karena itu, pemerintah meminta agar masyarakat menyadari pentingnya melakukan imunisasi.
Untuk menyosialisasikan pentingnya imunisasi difteri, dalam rapat terbatas itu, secara khusus Menkes meminta bantuan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Kementerian Agama diminta memberikan pengertian akan pentingnya imunisasi kepada masyarakat, terutama mereka yang menolak vaksinasi karena alasan keyakinan.
Selain itu, pemerintah meminta pihak PT Bio Farma untuk menyiapkan stok vaksin difteri. ”Kami meminta PT Bio Farma terus-menerus untuk membuat sehingga berkesinambungan (imunisasi),” kata Nila.
Pihak Bio Farma juga diminta menyiapkan stok antidifteri serum (ADS) untuk pengobatan pasien difteri, salah satunya dengan cara mengimpor. Sebab, saat ini stok ADS yang tersedia baru sekitar 1.200 vial, sebagian berasal dari hibah Pemerintah India.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Kusmedi mengatakan, program ORI difteri di Jakarta dilakukan antara lain di puskesmas, posyandu, dan sekolah secara bertahap hingga Januari 2018. (ADH/NTA/DEA)