”Mat Kodak” yang Mengangkat Barcelona Keluar dari Krisis
FC Barcelona tak butuh pelatih dengan reputasi setinggi langit untuk keluar dari krisis. Kesebelasan kebanggaan warga Catalonia ini hanya butuh seorang fotografer, seorang ”mat kodak” dengan setengah darahnya adalah seniman penyuka puisi dan musik untuk kembali menjadi yang terbaik di La Liga Spanyol. Dia adalah Ernesto Valverde.
Awal musim panas ini, untuk pertama kali dalam hidupnya bersama ”El Barca”, Gerrard Pique mengaku merasa inferior. Bukan karena segala upaya Catalonia untuk memerdekakan diri dari Spanyol lewat upaya damai referendum kembali mentah—Pique bersama mantan Pelatih Barcelona Pep Guardiola adalah pendukung fanatik kemerdekaan Catalonia—tapi karena Barcelona baru saja dipermalukan Real Madrid, seteru utama mereka, di ajang Super Cup.
Dalam dua laga kandang dan tandang, Madrid menyarangkan lima gol, sementara Barca hanya satu, itu pun dari titik penalti. ”Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun saya berada di sini, saya merasa inferior terhadap mereka (Real Madrid),” ujar Pique.
Pique, yang kini merupakan ”enemy number one” karena keterusterangannya dalam mendukung kemerdekaan Catalonia, semakin merasa inferior karena Barcelona baru saja kehilangan salah satu bintangnya, Neymar Jr, yang hijrah ke PSG. Pique semakin kesal karena Neymar pergi hanya kurang dari tiga pekan setelah wakil presiden klub merasa yakin ”200 persen”, bintang Brasil itu akan tetap tinggal di Camp Nou.
Selepas luluh lantak di Super Cup, suasana di Ciutat Esportiva Joan Gamper, fasilitas latihan Barcelona, pun murung. Neymar pergi, sementara Philippe Coutinho tak kunjung datang dan jelas upaya merekrut gelandang kreatif Liverpool itu menemui jalan buntu.
Meski dengan pundi-pundi tebal 222 juta euro (Rp 3,55 triliun) hasil penjualan Neymar, pasukan El Barca tampak kehilangan gairah. Bukan saja karena mereka gagal merekrut Coutinho, tapi juga pemain termahal pembelian musim panas, Ousmane Dembele, dianggap belum memenuhi ”kelas bintang” untuk tampil bersama para maestro seperti Leo Messi, Andres Iniesta, atau Luis Suarez.
Kenyataannya pun, pemain yang didatangkan dari Borrusia Dortmund dengan nilai transfer 105 juta euro (Rp 1,69 triliun) itu hanya main 52 menit pada laga debutnya untuk kemudian cedera dan absen hingga selepas Natal.
Sebelum Super Cup, Barcelona memang memenangi Copa del Rey setelah mengalahkan Alaves, 3-1. Itu adalah laga terakhir bagi Pelatih Luis Enrique yang kemudian menyatakan mundur setelah tiga tahun di Camp Nou dengan sembilan piala.
Kepergian Enrique juga menyisakan kepahitan. Barca gagal di La Liga dan Liga Champions, sementara Madrid tampak semakin digdaya dengan gelar Liga Champions ke-12, gelar La Liga ke-33, dan Piala Super ke-10. Benar-benar mimpi buruk bagi Barcelona.
Posisi pemuncak Barcelona semakin valid setelah mereka menghantam Real Madrid, 3-0, di Santiago Bernabeu, pada laga sebelum jeda Natal, 23 Desember lalu.
Namun, 17 pekan setelah luluh lantak di Super Cup, mimpi buruk dan bayangan inferior Pique seolah lenyap ditelan bumi. Barcelona bertengger di puncak klasemen La Liga dengan posisi sangat superior dibandingkan Real Madrid, selisih 14 poin.
Meski Real masih punya satu laga di tangan, jarak selisih tetap sebuah jurang yang menganga lebar. Di bawah kendali Valverde yang tak banyak bicara, Barcelona belum terkalahkan sampai dengan jeda Natal dan Tahun Baru (satu-satunya yang belum terkalahkan di La Liga), dan unggul 11 poin dari rival terdekatnya, Atletico Madrid, di posisi kedua.
Mesin-mesin gol Barcelona pun menderu kencang. Mereka mencetak 45 gol, terbanyak di Primera dan hanya bobol tujuh kali. Hanya Valencia yang mendekati pencapaian gol mereka dengan 36, sementara Real Madrid yang punya pemain terbaik dunia, Cristiano Ronaldo, tertinggal jauh, hanya mencetak 30 gol dengan 14 kali kebobolan.
Posisi pemuncak Barcelona semakin valid setelah mereka menghantam Real Madrid, 3-0, di Santiago Bernabeu, pada laga sebelum jeda Natal, 23 Desember lalu. Penampilan menawan Messi dan kawan-kawan juga menandai sebuah tonggak sejarah, tiga kali beruntun el clasico di Bernabeu, Real Madrid tak berkutik di tangan Barcelona.
Lantas, apa yang menyebabkan semua ini terjadi? Barangkali faktor jadwal, mungkin juga keberuntungan ketika mereka mempunyai kiper kelas dunia seperti Marc-Andre Ter Stegen, seperti yang dikatakan gelandang Sergio Busquet. ”Kami berutang banyak kepada Ter Stegen, yang banyak menyelamatkan gawang kami di saat-saat genting,” papar Busquet.
Soal jadwal, mungkin juga. Barcelona telah bertanding dengan enam tim papan bawah sejauh ini, namun demikian pula dengan Real Madrid yang telah memainkan tujuh laga dengan tim papan bawah tapi bertengger di posisi keempat. Jadi, apa yang membuat Barcelona begitu perkasa di puncak klasemen.
Ketenangan Valverde
Jawaban yang hampir pasti tentu saja faktor Valverde yang tetap tenang dalam kondisi kritis. Beberapa jam setelah penunjukan Valverde sebagai pengganti Enrique, Presiden Barca Josep Maria Bartomeu mengatakan, pengalaman pria 53 tahun itu memang menjadi dasar keputusan manajemen, Mei lalu.
Valverde yang mantan pemain Barca pernah menangani Villarreal, Valencia, dan rival sekota Espanyol serta dua tahun berada di Yunani menangani Olympiakos sebelum berlabuh di Athletic Bilbao dan membawa klub Baque itu ke pentas Eropa. Namun, yang jauh lebih penting, kata Bartomeu, Valverde paham benar ”Barcelona Way”.
”Valverde punya kapasitas, mengambil keputusan, pengetahuan, dan pengalaman. Dia mempromosikan pemain-pemain muda dan tentu saja dia punya ’cara Barca’. Dia pekerja keras dan gemar menggunakan teknologi dalam latihan dan manajemen pertandingan,” ujar Bartomeu seperti dikutip The Guardian, Mei lalu.
Seperti halnya para pendahulunya, sejak Pep Guardiola, Tito Vilanova, dan Luis Enrique, Valverde tetap fokus pada Leo Messi sebagai sentral permainan, bahkan lebih sentral dibandingkan dengan era Enrique. ”Kami senang membangun permainan dengan Messi sebagai pusat,” papar Valverde sembari menambahkan, Messi sekarang diberi kebebasan sepenuh-penuhnya untuk bermain sebagai penyerang dan gelandang sekaligus.
Dengan peran yang lebih bebas—dan kadang menjadikan Suarez sebagai korban karena sering kali harus memberi ruang kepada Messi—pemain Argentina dengan julukan ”Si Kutu” itu seolah menemukan kembali hari-harinya yang hilang di era Enrique.
Valverde juga memperkuat struktur lapangan tengah di sekitar Messi untuk memberikan topangan yang lebih konsisten pada peran bebas pemegang lima penghargaan Ballon dÓr itu. Saat Neymar masih ada, struktur di lapangan tengah yang sangat stabil kini keadaan berubah.
”Kehilangan Neymar bukan bagian dari rencana saya,” ujar Valverde kepada laman resmi Barcelona FC. ”Itu membuat saya berpikir ulang untuk memperkuat struktur lapangan tengah dan memberi keseimbangan baru,” tambah Valverde.
Peran yang lebih bebas kepada Messi dan semakin solidnya lapangan tengah membuat semakin banyak pemain yang bisa memberikan kontribusi terhadap daya serang Barcelona.
Penguatan yang dimaksud Valverde adalah menambah jumlah personel lapangan tengah untuk memberikan keseimbangan sekaligus konsistensi. Selain Busquet dan Ivan Rakitic, Valverde menempatkan Paulinho yang bertugas khusus menutup ruang yang ditinggalkan Messi manakala bintang Argentina itu memutuskan untuk berperan sebagai penyerang.
”Bersama Neymar, kami punya lebih banyak daya pukul, tapi kini kami semakin solid (di lini tengah),” papar Rakitic seperti dikutip The Telegraph.
Peran yang lebih bebas kepada Messi dan semakin solidnya lapangan tengah membuat semakin banyak pemain yang bisa memberikan kontribusi terhadap daya serang Barcelona. Dengan rotasi reguler sekalipun, Valverde kini punya setidaknya delapan pemain yang mampu bertindak sebagai ”pemain depan” selain Messi dan Suarez. Valverde kini punya 10 pemain yang punya kapabilitas mencetak gol, termasuk Denis Suarez, Gerrard Deulofeu, Paco Alcacer, dan Paulinho.
”Fotografer”
Mei 2012, Valverde meninggalkan Olympiakos dengan sederet piala di kabinet mereka. Athena menangis. Saat itu, Guardiola masih menangani Barcelona dan ditanya wartawan soal Valverde yang meninggalkan Athena karena alasan keluarga. ”Yunani kehilangan seorang pelatih besar,” ujar Pep. ”Dan Spanyol mendapatkan kembali fotografernya,” tambah Pep sembari tersenyum.
Valverde, yang memimpin Olympiakos memenangi tiga gelar liga dan dua piala, membawa Bilbao memenangi piala untuk pertama kali dalam 31 tahun, dan kini menjadi pelatih Barcelona, memulai segalanya dengan kuliah di Institut dÉstudis Fotografics de Catalunya saat dia tiba di kota cantik itu pada 1986 untuk membela Espanyol.
Pada 2012, dia memublikasikan karya-karya fotografi hitam-putihnya. Penyair dan penulis Basque Bernardo Atxaga menggambarkan karya Valverde itu sebagai ”lembut dan kokoh sekaligus”.
Saat menjadi pemain, Valverde mendapat julukan ”Txingurri” alias ”Si Semut” karena tubuhnya yang terbilang mungil (172 cm). Saat bermain di Barcelona, dia beruntung mendapat didikan sang master Johan Cruyff yang memujinya dengan kalimat ”memberi dampak pada keseluruhan tim”.
Pada 1994, delapan tahun sebelum dia menjadi pelatih tim B Athletic Bilbao, Cruyff menulis soal Valverde. ”Dia sangat cerdas dan selalu menunjukkan minat luar biasa untuk belajar. Sebagai pelatih, dia akan menjadi hebat,” tulis Cruyff tentang Valverde yang sempat diminati Real Madrid, tetapi menolak. Real akhirnya menunjuk Rafael Benitez dan tak lama kemudian memecatnya.
Valverde tak berpikir lama saat manajemen Barcelona mengontaknya. Pertalian sejarah dan pemahaman tentang nilai-nilai klub telah membawanya kembali ke Camp Nou setelah 27 tahun pergi. Seperti kata Pep, Spanyol mendapatkan kembali sang fotografer. Namun, bagi Barcelona, ”Mat Kodak” Valverde adalah sosok paling pas untuk membawa kembali klub Catalonia itu menuju kejayaan.
Data Pribadi | |||
Nama lengkap | Ernesto Valverde Tejedor | ||
Tanggal Lahir | 9 Februari 1964 (usia 53) | ||
Tempat Lahir | Viandar de la Vera, Spanyol | ||
Tinggi | 1,72 m | ||
Posisi saat masih bermain | Penyerang | ||
Informasi Klub | |||
Klub Saat Ini | Barcelona (Pelatih) |