PKL di Trotoar Jatinegara Ingin Ditata seperti di Tanah Abang
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pedagang kaki lima menyambut baik upaya pemerintah yang ingin menata lokasi tempat mereka berdagang.
Sebagian besar dari mereka berharap sistem pendataan sebelum penataan bisa lebih jelas agar nantinya mereka bisa berdagang di lokasi baru.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (29/12), di Jalan Matraman Raya, sekitar Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, sejumlah PKL mengokupasi trotoar yang lebarnya sekitar 4 meter.
Keberadaan PKL tersebut tidak terlalu membuat pejalan kaki kesulitan atau berdesakan saat melintas. PKL yang ada di trotoar ini berdagang buah-buahan, aksesori telepon genggam, pakaian, makanan, dan minuman.
Mulyadi (46), pedagang buah yang berjualan di trotoar ini, menjelaskan, akhir-akhir ini ia mengikuti pemberitaan tentang Tanah Abang. Menurut dia, upaya pemerintah tersebut mungkin bisa diterapkan di sejumlah tempat yang banyak PKL-nya.
Kalau saya lihat dari berita di televisi, daerah Tanah Abang jadi lumayan rapi dengan tenda-tenda untuk PKL. Mungkin bisa diterapkan juga di sini, di Jatinegara.
”Kalau saya lihat dari berita di televisi, daerah Tanah Abang jadi lumayan rapi dengan tenda-tenda untuk PKL. Mungkin bisa diterapkan juga di sini (Jatinegara),” kata Mulyadi di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (29/12).
Ros (37), pedagang aksesori telepon genggam, menuturkan, jika memang harus ada penataan, pemerintah harus mendata dengan jelas jumlah PKL yang ada di Jatinegara.
”Jika memang kami ingin ditata, pastinya, kan, harus daftar dulu baru didata. Nah, saya sampai sekarang masih belum paham bagaimana sistem pendataan dan penataannya nanti,” kata Ros.
Kesemrawutan PKL terjadi di sekitar Pasar Grosir Asemka, tepatnya di bawah Jalan Layang Pasar Pagi, Jakarta Barat. PKL tumpah ruah dari trotoar hingga ke pinggiran jalan sehingga menyulitkan kendaraan dan pejalan kaki melintasi wilayah itu.
Di lokasi lainnya, kesemrawutan PKL terjadi di sekitar Pasar Grosir Asemka, tepatnya di bawah Jalan Layang Pasar Pagi, Jakarta Barat. PKL tumpah ruah dari trotoar hingga ke pinggiran jalan.
Hal itu membuat jalan yang lebarnya sekitar 5 meter semakin sempit dan sulit dilalui mobil.
Pada hari itu, sebagian besar pedagang berjualan trompet dan kembang api menjelang Tahun Baru. Suara trompet bersahutan dengan suara klakson mobil yang bergerak sangat lambat.
Selain tersendatnya laju kendaraan, para pejalan kaki juga terpaksa keluar dari trotoar untuk berjalan kaki karena banyaknya PKL.
”Saya jualan trompet karena menjelang Tahun Baru. Kalau sehari-hari, saya berdagang mainan di sini (trotoar),” kata Anto (32), seorang pedagang.
Anto menjelaskan, beberapa bulan lalu ada penataan di kawasan Asemka ini. Pemerintah juga membangun kios-kios semipermanen di kolong jalan layang. Namun. Anto merasa belum sempat terdaftar ketika itu.
Waktu itu saya belum sempat terdata, mungkin sistem pendataan ke depannya bisa lebih jelas agar pedagang bisa punya kesempatan yang sama.
”Waktu itu saya belum sempat terdata, mungkin sistem pendataan ke depannya bisa lebih jelas agar pedagang bisa punya kesempatan yang sama,” kata Anto.
Di kawasan dekat Stasiun Jakarta Kota, PKL juga mengokupasi trotoar. Beragam gerobak makanan dan minuman memenuhi trotoar.
”Saya bingung harus jualan di mana lagi. Kalau pemerintah mau mencarikan tempat buat saya, ya, silakan,” ungkap Susilo (42), pedagang gorengan di sekitar Stasiun Jakarta Kota.
Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta Irwandi menuturkan, pada tahun 2017, pemerintah provinsi sudah menata sekitar 27.000 PKL di berbagai lokasi. Nantinya, tahun 2018, pemerintah akan kembali menata sejumlah kawasan untuk PKL.
”Salah satunya yang berada di kawasan Jatinegara akan kami buat konsepnya seperti di Malioboro, Yogyakarta. Tidak seperti di Tanah Abang yang harus menutup jalan,” kata Irwandi, saat dihubungi, Jumat (29/12).
Irwandi menjelaskan, saat ini sedang ada pembahasan dengan Wali Kota Jakarta Timur terkait penataan PKL di kawasan Jatinegara. Konsepnya, setelah pukul 17.00, para PKL binaan diperkenankan berdagang di selasar-selasar pertokoan, lokasinya di sekitar Jalan Jatinegara Barat.
Kemungkinan hanya PKL kuliner yang akan didata, dan jumlahnya hanya sekitar 100 PKL yang bisa tertampung. Masih dalam pembahasan bagaimana nanti sistem pendataannya. Untuk pendanaannya kemungkinan menggunakan sponsorship.
”Kemungkinan hanya PKL kuliner yang akan didata, dan jumlahnya hanya sekitar 100 PKL yang bisa tertampung. Masih dalam pembahasan bagaimana nanti sistem pendataannya. Untuk pendanaannya kemungkinan menggunakan sponsorship,” kata Irwandi.
Menanggapi kesemrawutan di kawasan Asemka, Irwandi menjelaskan, pemerintah sudah membangun sekitar 106 kios di bawah kolong jalan layang. Sebelumnya, pada pemberitaan Kompas (21 Oktober 2017), jumlah kios di lokasi sementara pedagang kaki lima bawah jalan layang Pasar Pagi, Asemka, Jakarta Barat, tetap bertambah 106 kios.
Kasudin Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Perdagangan Jakarta Barat Nuraini Sylviana membenarkan adanya lokasi sementara di kawasan itu.
”Biaya pembangunannya dari dana CSR (tanggung jawab sosial perusahaan). Pak Wali (Wali Kota Jakarta Barat Anas Efendi) sudah memberikan persetujuan lokasi dan pembangunan lokasi sementara ini.”
Ia menolak menanggapi Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Sylviana juga enggan berkomentar atas Pasal 63 Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang mengatur sanksi atas kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
Memperbolehkan PKL untuk berdagang menggunakan badan jalan di Tanah Abang untuk berjualan dapat menyebabkan PKL di pasar-pasar lain iri.
Sebelumnya, pengamat tata kota Nirwono Joga menjelaskan, memperbolehkan PKL untuk berdagang menggunakan badan jalan untuk berjualan dinilai dapat menyebabkan keirian bagi PKL di pasar-pasar lain.
”Ya, kalau di Tanah Abang dilegalkan, PKL dari pasar-pasar lain pasti akan menuntut hal yang sama,” ucap Nirwono. (DD05)