Pekerjaan yang Tersisa Seusai Pesta...
Ingar-bingar pergantian tahun di kawasan Taman Mini Indonesia Indah berganti hening, Senin (1/1) dini hari pukul 01.30. Tidak lagi terdengar musik, suara terompet, ataupun dentuman kembang api. Yang tersisa dari pesta itu hanyalah tumpukan sampah menggunung.
Ketika satu per satu pengunjung beranjak pergi, menuju ke peraduan masing-masing, Slamet (35) dan Acim (50) justru bergegas ke tempat pesta tahun baru itu. Tangan mereka cekatan menyambar sapu lidi dan bak-bak sampah.
”Wah, ini sampahnya jauh lebih banyak daripada tahun lalu. Fans-nya Monata sepertinya jauh lebih banyak dibandingkan Sagita yang tampil tahun lalu,” ujar Acim saat melihat tumpukan sampah menggunung yang ada di depannya.
Malam itu, tidak kurang dari 96.912 orang dari sejumlah daerah memadati TMII. Angka ini jauh lebih banyak daripada angka pada pesta serupa tahun lalu yang dipadati 61.000 pengunjung. Monata, kelompok musik dangdut, adalah salah satu pemikat di pesta itu.
Acim hampir tak percaya melihat gunungan sampah plastik kemasan mi instan dan kopi itu.
Sampah itu harus segera dibersihkan sebelum TMII kembali dibuka pukul 08.00. ”Rasanya seperti Sangkuriang. Itu (sampah) harus selesai dalam semalam,” ujar Acim menyitir legenda Sangkuriang yang diminta Dayang Sumbi membuat perahu dalam semalam.
Tanpa mengeluh, kedua tangannya dengan cekatan menyapu sampah-sampah itu. Setelah terkumpul rapi di sejumlah tempat, tumpukan sampah itu dipindahkannya ke bak sampah dengan tangan telanjang.
Pekerjaan rutin itu dilakukannya selama 27 tahun. Beruntung, kali ini, istri dan anak bungsunya yang berusia lima tahun mampir ke TMII. Mereka pun sempat merayakan bersama pergantian tahun meskipun hanya sejenak. ”Jarang sih bisa merayakan tahun baru bersama keluarga lengkap. Untung, kalau libur Lebaran, sampahnya tidak sebanyak ini,” kata Acim tetap mensyukuri pekerjaannya itu.
”Pasukan oranye”
Tidak semua petugas kebersihan bisa merayakan tahun baru bersama keluarganya. Itu dialami Hendi (28), petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. Tugasnya sebagai anggota ”pasukan oranye” membuatnya harus rela tidak merayakan tahun baru bersama keluarganya.
Sudah tujuh tahun lamanya ia melakukan pengorbanan itu. ”Belum pernah ngerayain (Tahun Baru). Sudah pasti tugas soalnya. Namun, saya senang-senang saja. Namanya juga tanggung jawab dan untuk memenuhi kebutuhan (hidup) juga, kan,” kata Hendi kemudian.
Rekan kerjanya sesama anggota ”pasukan oranye” menjadi keluarganya di saat malam pergantian tahun. Meski melelahkan, karena harus membersihkan tumpukan sampah di kawasan Bundaran HI hingga Monumen Nasional, pekerjaan itu tetap mereka nikmati.
Tak jarang mereka bersenda gurau untuk menghilangkan kebosanan. Salah satu dari mereka, misalnya, sengaja membunyikan terompet bekas—yang ditemukan di jalan—ke arah rekan-rekannya. ”Woi, jangan main-main lu ini. Jalan harus bersih sebelum matahari terbit,” ujar petugas PPSU lainnya.
Candaan hampir selalu mengiringi langkah mereka ketika memunguti sampah yang berserakan di kawasan Jalan MH Thamrin. Malam harinya, kawasan itu dipakai untuk tempat festival kuliner. Tak ayal, banyak plastik sisa bungkus makanan yang berserakan di sana.
Dalam 10 menit, jalanan sepanjang 300 meter yang mereka lalui bersih kembali. Hampir tak ada selembar sampah plastik pun yang tersisa. ”Ya, kami senang-senang saja bekerja di malam pergantian tahun, soalnya jarang ngumpul sebanyak seperti ini. Biasanya hanya tiga orang yang bertugas bareng di hari biasa. Kalau ini, kan, kami bisa kumpul semua,” ucap Hendi.
Bak harta karun
Keceriaan seusai pesta malam tahun baru juga terpancar dari wajah pemulung di kawasan itu. Tumpukan sampah bekas kemasan air minum di sepanjang lokasi acara ibarat harta karun bagi mereka.
Solihin (35), pemulung asal Tanah Abang, Jakarta Pusat, dengan sigap memunguti satu per satu botol plastik dan memasukkannya ke kedua karung besarnya, tidak lama seusai pesta Tahun Baru di Bundaran HI. Dalam waktu 1,5 jam, ayah dua anak itu mengumpulkan sekitar 15 kilogram botol plastik.
Semua botol plastik itu bernilai Rp 75.000. Uang itu cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya selama dua hari. Pada hari biasanya, ia harus mati-matian bekerja. Satu hari rata-rata hanya mendapatkan 5 kg sampah botol plastik.
”Hari ini dapat 15 kg. Setidaknya ini bisa untuk makan dua hari. Namun, setelah ini, saya harus bekerja lebih keras lagi. Tahun baru, kan, tidak terjadi setiap hari,” ujarnya.
Ya, mereka merayakan tahun baru dengan cara berbeda....
(TAM/DD17/DD06/DD07/DD10)