Penyidikan Korupsi di Bakamla Mulai Menyasar Anggota DPR
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi pengadaan satellite monitoring dan pesawat nirawak atau drone di Badan Keamanan Laut atau Bakamla, tahun 2016. Dalam pengembangan ini, KPK pada Desember lalu meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperpanjang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi.
Saat ini dalam penanganan kasus korupsi pengadaan satellite monitoring dan drone, KPK tengah membuka perspektif baru dengan menelisik mekanisme penganggaran yang melibatkan Komisi I DPR dalam pembahasannya.
”Dalam penanganan kasus Bakamla, KPK mulai melakukan pengembangan. Kami sedang memperdalam aspek penganggarannya,” kata Febri Diansyah, juru bicara KPK, Selasa (2/1) di Jakarta.
Akan tetapi, Febri enggan mengungkap lebih jauh rincian aspek penganggaran yang sedang didalami tersebut. ”Masih dalam proses,” katanya.
Dalam dugaan korupsi dan suap pengadaan satellite monitoring dan drone Bakamla, tahun 2016, empat orang telah diadili dan dijatuhi vonis, yakni Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, mantan kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek pengadaan satellite monitoring dan drone Bakamla, Eko Susilo Hadi, serta dua anggota staf Fahmi, yaitu M Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Seorang lainnya dari unsur militer, yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pengadaan satellite monitoring dan drone tahun 2016 di Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo, juga telah divonis pengadilan militer pekan lalu dengan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Bambang juga telah dipecat dari dinas militer.
Dalam penanganan kasus Bakamla, KPK mulai melakukan pengembangan. Kami sedang memperdalam aspek penganggarannya.
Selain telah dicegah ke luar negeri, KPK juga tercatat beberapa kali memeriksa Fayakhun dalam kasus ini. Febri mengatakan, pemeriksaan terhadap Fayakhun itu merupakan hasil pengembangan dari pemeriksaan terhadap tersangka lain dalam kasus ini, yakni Nofel Hasan. KPK pada 13 Desember lalu juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi memperpanjang pencegahan Fayakhun ke luar negeri. Bersamaan dengan itu, KPK juga memperpanjang pencegahan kepada Erwin Arief, Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia.
”Keduanya dicegah ke luar negeri selama 6 bulan sejak berakhirnya pencegahan pertama. Dalam surat pengantar KPK ke Ditjen Imigrasi disebutkan, perpanjangan pencegahan ini untuk kepentingan penuntutan dan persidangan tersangka Nofel Hasan,” kata Febri.
Konstruksi kasus ini berpusat pada upaya Fahmi yang ingin memenangi tender pengadaan satellite monitoring dan drone di Bakamla tahun 2016. Fahmi menyuap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Bakamla Eko Susilo Hadi dengan meminta dua anggota stafnya, yakni M Adami Okta dan Hardy Stefanus. Adami Okta dan Hardy adalah pelaksana di lapangan yang membagikan uang untuk sejumlah pejabat Bakamla.
Kepada Eko Susilo Hadi, Fahmi melalui Adami Okta dan Hardy memberikan suap sebesar Rp 2 miliar. Selain itu, Fahmi juga memerintahkan Adami Okta dan Hardy memberikan uang Rp 1 miliar kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Bakamla, Bambang Udoyo, serta Rp 1 miliar kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.
Suap yang dilakukan Fahmi itu dimaksudkan untuk memuluskan rencana dua perusahaannya, yakni PT Merial Esa dan Melati Technofo Indonesia (MTI), mengerjakan proyek pengadaan drone dan satellite monitoring Bakamla, tahun 2016.
Dalam proses suap itu, peranan staf Kepala Bakamla Arie Soedewo, Ali Fahmi, juga disebut-sebut. Ali Fahmi yang mula-mula mendatangi Fahmi Darmawansyah pada Maret 2016, di kantornya. Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah ”main proyek” dan meminta fee 15 persen dari nilai proyek yang semula Rp 400 miliar.
Kepala Bakamla Arie Soedewo meminta 7,5 persen dari bagian 15 persen fee itu untuk Bakamla. Bagian untuk Bakamla itu diminta 2 persen dulu sebagai uang muka (DP) Rp 4 miliar yang dibagi-bagikan kepada Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, dan Nofel Hasan. Pembagian uang itu atas perintah Arie Soedewo selaku Kepala Bakamla.