Telisik Penerbitan SKL BLBI, KPK Periksa Dorodjatun Kuntjoro-Jakti Selama 6 Jam
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik prosedur dan mekanisme penerbitan surat keterangan lunas atau SKL yang diterbitkan untuk obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti diperiksa selama enam jam oleh penyidik KPK, Selasa (2/1) di Jakarta, guna mengungkapkan prosedur apa saja yang harus dilewati untuk menerbitkan SKL itu.
Mengenakan kemeja lengan panjang biru, Dorodjatun yang hadir sejak pukul 10.00 itu enggan berkomentar atas pemeriksaannya. ”Nanti biar ke KPK saja. Tanyakan kepada KPK saja,” ujar Dorodjatun sembari menerobos kelompok wartawan yang menunggunya di depan pintu keluar.
Dorodjatun diperiksa terkait dengan peran dan kewenangannya saat masih menjabat Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 1777 Tahun 1999 tentang KKSK, Dorodjatun yang saat itu Menko Perekonomian juga sebagai Ketua KKSK.
Pekan lalu, KPK juga memeriksa Boediono, mantan wakil presiden ke-11 RI yang saat kebijakan BLBI dikeluarkan tahun 2004 menjabat Menteri Keuangan atau sebagai anggota KKSK.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka. Syafruddin, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Tahun 2002-2004, diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain terkait dengan kebijakannya memberikan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atas nama obligor Sjamsul Nursalim.
Dorodjatun diperiksa terkait dengan peran dan kewenangannya saat masih menjabat Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK)
Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang seharusnya masih memiliki kewajiban menyerahkan aset selaku obligor BLBI kepada BPPN. Akibatnya, negara dirugikan sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun.
Setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigatif, ternyata kerugian negara lebih besar, yakni Rp 4,5 triliun, dari kasus tersebut.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Dorodjatun diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT). ”Penyidik mendalami bagaimana prosedur penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim. Sebab, sebagai Ketua KKSK, Dorodjatun yang menandatangani penerbitan Surat Keterangan (SK) KKSK tentang SKL terhadap obligor Sjamsul Nursalim,” katanya.
Menurut Febri, sebelum pihak obligor menerima SKL sebagai keterangan telah melunasi kewajibannya sebagai penerima BLBI, ada sejumlah proses yang harus dilewati, antara lain pengklasifikasian kewajiban utang dan perhitungan kewajiban utang yang dilunasi, sampai kemudian SKL bisa diterbitkan.
Syafruddin Temenggung, Ketua BPPN periode 2002-2004, diduga telah menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain terkait dengan kebijakannya memberikan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atas nama obligor Sjamsul Nursalim.
Namun, dalam rangkaian prosedur penerbitan SKL itu ada proses yang tidak dilakukan sehingga menyebabkan terjadinya kerugian negara.
”Dari pemeriksaan terhadap saksi yang ketika itu menjabat Ketua KKSK, kami ingin mengetahui bagaimana proses pembuatan surat (SKL), usulan siapa penerbitan surat itu dan perdebatannya seperti apa. Sebab, sebelum SKL terbit, ada proses-proses yang harus dilewati,” kata Febri.
Di samping kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), korupsi BLBI ini menjadi salah satu prioritas KPK untuk dituntaskan dalam tahun 2018. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif sebelumnya menuturkan, ada sejumlah kasus yang menjadi resolusi bagi KPK untuk segera dituntaskan tahun 2018. Dua kasus itu adalah BLBI dan KTP-el.
”Resolusi KPK tahun 2018 adalah menuntaskan kasus BLBI dan KTP-el,” kata Syarif.
Khusus untuk kasus BLBI, dalam dua bulan terakhir, KPK melakukan sejumlah tindakan cepat. Selain menahan Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT), KPK juga memeriksa mantan Wapres Boediono dan mantan Ketua KKSK Dorodjatun Kutjoro-Jakti.
Prioritas KPK
”Hal ini sesuai dengan pernyataan pimpinan akhir tahun lalu (Desember 2017), yang menyebutkan bahwa KPK akan menyeriusi sejumlah kasus, termasuk BLBI dan KTP-el,” kata Febri.
Akan tetapi, ketika ditanya mengenai target penuntasan dua kasus tersebut tahun ini, Febri mengatakan, pihaknya tidak bekerja berdasarkan target waktu tertentu, tetapi pada kecukupan alat bukti. ”Apabila bicara penuntasan, tentu tidak ada batasan waktu, tetapi bahwa kasus ini akan diusut tuntas dengan kelengkapan bukti-bukti yang kuat,” ujarnya.
Korupsi BLBI menjadi salah satu prioritas KPK untuk dituntaskan dalam tahun 2018.
Terkait dengan posisi Sjamsul Nursalim dan istrinya yang sampai saat ini masih berada di Singapura, Febri mengatakan, KPK telah bekerja sama dengan Biro Antikorupsi Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB). Pemanggilan sebagai saksi kasus BLBI juga telah disampaikan kepada Sjamsul Nursalim dengan bantuan CPIB.
Namun, Sjamsul tidak pernah datang memenuhi pemanggilan KPK. Karena statusnya masih saksi, KPK belum bisa melakukan upaya pemanggilan paksa sebagaimana bisa dilakukan kepada seseorang yang telah berstatus tersangka.
”Sampai saat ini, status Sjamsul Nursalim masih saksi. Belum ada rencana untuk melakukan upaya paksa (penjemputan) terhadap Sjamsul. Untuk melakukan itu memang diperlukan upaya lebih karena ada dua yurisdiksi kewilayahan dalam penanganan kasus ini, yakni CPIB dan otoritas Singapura. Sampai saat ini kami terus berkoordinasi dengan CPIB,” kata Febri.
Penelusuran aset-aset milik Sjamsul yang diduga terkait dengan BLBI juga dilakukan di dalam negeri.
Kasus BLBI merupakan kasus yang cukup pelik karena kebijakan itu dilakukan lebih dari 10 tahun lalu sehingga pengumpulan bukti-bukti memerlukan ketelitian dan kerja keras. Selain BDNI, ada 20 obligor BLBI lain yang beberapa di antaranya juga ada potensi penyelewengan atau korupsi. Tidak semua kasus obligor BLBI itu ditangani KPK.
KPK saat ini fokus hanya pada obligor BDNI karena bukti-bukti penyimpangan dalam penerbitan SKL terhadap kewajiban BDNI itu telah ditemukan. ”Untuk obligor lain ada yang sudah melunasi kewajibannya, dan ada pula yang kasusnya ditangani kepolisian dan kejaksaan. Kalau mengenai kemungkinan adanya penyelewengan oleh obligor lain, itu mungkin saja ada, tetapi tidak bisa saya sampaikan di sini. Saat ini kami fokus pada satu obligor,” kata Febri.
Selain BDNI, ada 20 obligor BLBI lain yang beberapa di antaranya juga ada potensi penyelewengan atau korupsi. Namun, tidak semua kasus obligor BLBI itu ditangani KPK.