PKL Liar Terus Mengokupasi Kota Tua
JAKARTA, KOMPAS — Penataan pedagang kaki lima di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, belum membuahkan hasil. Lokasi binaan yang dibuatkan untuk menampung mereka justru ditinggalkan karena dianggap memotong pendapatan mereka.
Persoalan pejalan kaki yang terenggut haknya menjadi masalah yang seolah tak kunjung usai. PKL liar semakin berani mengokupasi kawasan Kota Tua setelah ada larangan dari Gubernur DKI Jakarta bagi petugas Satpol PP untuk melakukan penertiban.
Sepanjang Rabu (3/1) siang, para pedagang kaki lima (PKL) memenuhi bibir pintu masuk Taman Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Tepat sebelum pintu masuk taman dipasangi tiang-tiang besi setinggi 1 meter dan saling berjarak sekitar 50 sentimeter untuk mencegah masuknya sepeda motor.
Namun, tiang-tiang itu justru digunakan pedagang minuman untuk menaruh nampan yang berisi gelas-gelas plastik berisi minuman dagangannya.
Hanya berjarak kurang 1 meter dari pintu masuk, ada pula PKL liar yang menjual pernak-pernik cendera mata yang menjajakan dagangannya dengan santai. Pemandangan seperti itu terjadi hampir di setiap pintu masuk menuju Taman Fatahillah.
Para PKL liar itu terlihat sangat nyaman berdagang di kawasan Kota Tua. Mereka tidak sungkan menaikkan gerobak dan menggelar dagangan di atas trotoar, bahkan hingga memakan bahu jalan.
Sementara itu, para PKL liar lainnya mengokupasi trotoar hingga menyisakan lebar 1,5 meter saja dari lebar awal yang bisa mencapai 7-8 meter.
Mereka menjual berbagai macam barang dagangan, mulai dari makanan hingga cendera mata. Penjual makanan paling mendominasi di trotoar-trotoar itu. Setiap melewati 10 pedagang, setidaknya tujuh di antaranya merupakan penjual makanan atau minuman.
Para PKL liar itu terlihat sangat nyaman berdagang di kawasan Kota Tua. Mereka tidak sungkan menaikkan gerobak dan menggelar dagangan di atas trotoar, bahkan hingga memakan bahu jalan.
Kepala Seksi Pemberdayaan Ekonomi, Pembangunan, dan Lingkungan Hidup Kecamatan Taman Sari Syamsudin Noor mengatakan, para PKL itu sebelumnya pernah ditertibkan dan dibuatkan lokasi binaan untuk berdagang di Jalan Cengkeh.
Para PKL itu sebelumnya pernah ditertibkan dan dibuatkan lokasi binaan untuk berdagang di Jalan Cengkeh.
Para PKL itu menempati lokasi binaan yang dibuat Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Menengah, Kecil, dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta. Status para PKL yang ditertibkan itu adalah PKL Binaan dari Dinas KUMKMP DKI Jakarta.
”Sudah dipindah sejak Oktober lalu. Mereka dipindahkan ke Jalan Cengkeh, lokasi binaan itu jadi satu dengan kantong parkir untuk berwisata di kawasan Kota Tua ini,” kata Syamsudin, saat ditemui di Kantor Camat Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (3/1).
Akan tetapi, belum ada satu bulan berjalan, Kepala Dinas DKI Jakarta Irwandi menerima keluhan bahwa lokasi binaan itu sepi.
Para pedagang mengeluhkan jauhnya lokasi wisata dengan tempat mereka berdagang sehingga tidak ada keramaian di lokasi binaan tersebut.
Selain itu, para pengunjung juga lebih sering langsung diturunkan oleh busnya di lokasi wisata sehingga praktis mereka tidak mencapai lokasi binaan.
Para pedagang lebih banyak bersantai sambil mengawasi dagangannya daripada sibuk melayani pembeli.
Hal itu membuat sebagian besar PKL binaan memutuskan kembali menjadi PKL liar dengan turun ke trotoar dan mendekat ke lokasi wisata.
Berdasarkan pantauan, Rabu siang itu, lokasi binaan memang tampak sepi pedagang. Para pedagang lebih banyak bersantai sambil mengawasi dagangannya daripada sibuk melayani pembeli. Pedagang yang berjualan siang itu jumlahnya kurang dari 50 pedagang.
Di lokasi binaan itu, tidak hanya terdapat para pedagang makanan. Ada pula pedagang cendera mata, pakaian, sepatu, dan pernak-pernik.
Terdapat 456 kios yang disediakan di lokasi binaan itu. Syamsudin mengatakan, pedagang yang direlokasi ke tempat itu jumlahnya sekitar 400 orang.
Rohim (34), pedagang nasi goreng, adalah salah satu pedagang yang masih bertahan untuk berjualan di lokasi binaan itu. Ia mengaku, ingin menaati peraturan supaya tidak lagi dikejar-kejar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat tengah berjualan.
Namun, ia juga mengakui bahwa penghasilannya berkurang setelah dipindahkan ke lokasi binaan itu.
Berkurangnya penghasilan menjadi alasan utama teman-temannya meninggalkan lokasi binaan dan kembali berdagang di trotoar ataupun bahu jalan.
”Yang jelas, jualan di sini itu lebih sah. Tidak ada rasa takut dan tidak perlu kucing-kucingan,” kata Rohim. ”Kalau penghasilan, sih, jelas berkurang. Ya, mungkin berkurangnya bisa lebih dari setengahnya daripada waktu berjualan di trotoar.”
Rohim menambahkan, berkurangnya penghasilan menjadi alasan utama teman-temannya meninggalkan lokasi binaan dan kembali berdagang di trotoar ataupun bahu jalan.
Terkait keberadaan PKL liar, Kepala Seksi Pemerintahan, Keamanan, Ketenteraman, dan Ketertiban Kecamatan Taman Sari Sri Pujiastuti mengatakan, Satpol PP sudah mengusahakan kemampuan terbaiknya, tetapi terbatas dengan jumlah personel.
Sri menyatakan, tanpa tenaga tambahan dari wilayah lain, jumlah anggota Satpol PP untuk Kecamatan Taman Sari, yang mengawasi Kawasan Kota Tua, itu hanya 80 orang.
Jumlah anggota Satpol PP untuk Kecamatan Taman Sari, yang mengawasi Kawasan Kota Tua, itu hanya 80 orang.
Mereka baru mendapatkan tenaga tambahan setelah pukul 16.00 sehingga semua petugas yang berjaga bisa mencapai 200-300 orang.
Namun, jumlah PKL liar yang berdagang di kawasan Kota Tua jauh lebih banyak dibandingkan jumlah Satpol PP yang bertugas. Terdapat sekitar 1.300 PKL yang tersebar di Kota Tua.
Sri menyampaikan, setiap hari Satpol PP itu bertugas dari pukul 08.00-22.00. Pada akhir pekan, mereka berjaga hingga pukul 23.00.
Sri menambahkan, setidaknya dalam satu hari, petugas itu berkeliling sebanyak 3-5 kali untuk mengingatkan PKL liar supaya berjualan dengan tertib.
Pihak Satpol PP juga tidak bisa menindak tegas karena ada perintah dari Gubernur DKI Jakarta yang melarang jajarannya menggusur para PKL.
Namun, Sri menyatakan, pihaknya hanya melakukan tindakan persuasif. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya gesekan antara PKL liar dan Satpol PP mengingat jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah PKL liar.
Pihaknya juga tidak bisa menindak tegas karena ada perintah dari Gubernur yang melarang jajarannya menggusur para PKL.
Camat Tamansari dan Kepala Satpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat mengaku, adanya larangan dari Gubernur untuk menggusur para PKL. Akibatnya, tidak ada penertiban terhadap para PKL liar tersebut(Kompas, 12/12/2017).
Revitalisasi dan mengubah citra
Penyelesaian Revitalisasi Kali Besar tahap I sudah mencapai 95 persen. Pihak Unit Pelaksana Kawasan Kota Tua mengharapkan revitalisasi itu selesai tahun ini dan diusahakan sebelum berlangsungnya Asian Games 2018.
Hal itu bertujuan menjadikan kawasan Kota Tua sebagai salah satu daya tarik wisata bagi para wisatawan yang hadir untuk menyaksikan ajang olahraga tersebut.
”Untuk tahap I, sekarang sudah sekitar 95 persen. Ini tinggal finishing saja. Kami berharap semoga sebelum Asian Games 2018, revitalisasi untuk tahap I sudah selesai,” kata Kepala Unit Pelaksana Kawasan Kota Tua Novriadi S Husodo, saat dihubungi, Rabu petang.
”Ini supaya besok orang yang berkunjung ke Indonesia untuk menonton Asian Games 2018, punya pilihan tempat wisata tambahan. Buat unjuk gigi bahwa Indonesia punya tempat wisata semacam Kota Tua,” kata Novriadi.
Novriadi mengatakan, revitalisasi itu dilakukan untuk membuat kawasan wisata pedestrian di Jakarta. Terdapat tiga tahap untuk Revitalisasi Kali Besar. Tahap pertama untuk lokasi di sebelah selatan Jalan Kopi.
Berdasarkan pantauan, sebagian besar bata blok sudah terpasang rapi. Terdapat sebuah jembatan dengan lebar sekitar 20 meter yang dinamai Jembatan Budaya. Jembatan itu menghubungkan antara sisi Jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur.
Novriadi mengatakan, di sisi kanan dan kiri kali terdapat area untuk lalu lalang para pejalan kaki. Tempat untuk berjalan kaki itu lebarnya bisa 6-8 meter.
Selama ini masyarakat kerap mengasosiasikan Kota Tua hanya dengan Taman atau Museum Fatahillah. Padahal masih banyak tempat bersejarah lainnya di kawasan itu.
Terdapat kursi-kursi untuk bersantai di sejumlah titik di area pejalan kaki itu. Ada pula hiasan berupa patung-patung berbentuk manusia. ”Revitalisasi ini juga dalam rangka mengubah citra Kota Tua,” kata Novriadi.
Ia beranggapan, selama ini masyarakat kerap mengasosiasikan Kota Tua hanya dengan Taman atau Museum Fatahillah. Padahal, bagi dia, masih banyak tempat bersejarah lain di kawasan itu.
”Di sini, masih ada Gedung Kerta Niaga, Pecinan, eks Gedung Bank Chartered, Jembatan Kota Intan, dan lain-lain. Itu termasuk bagian dari Kota Tua juga. Dengan dibukanya tempat ini, masyarakat bisa mengeksplorasi lebih jauh Kota Tua,” tutur Novri.
Namun, Novri mengaku, masih mengkhawatirkan ada tangan-tangan jahil dari pengunjung yang bisa saja mengotori atau bahkan merusak tempat itu.
Ia mengharapkan, agar nanti ketika tempat itu sudah dibuka, pengunjung bisa ikut menjaga tempat itu supaya bisa menjadi tempat tujuan wisata andalan Jakarta. (DD16)