Alikah dan Tiga Anaknya yang Tak Pernah Melihat Mentari
Tiga anak di Malang dikekang ibunya selama setahun, tidak boleh keluar rumah dan tidak sekolah. Mereka empat tahun hidup dengan ibunya, dengan segala suka dukanya. Hidup dalam kegelapan alam pikiran sang ibu yang selalu ketakutan dan hidup dalam kegelapan kamar sesungguhnya.
Mereka terbiasa dengan cinta kasih ibunya yang ditunjukkan dengan perlakuan mengekang. Bagaimana sekarang? Mereka tiba-tiba ditarik dari kegelapan dan diajak ke dalam terang. Semoga mereka segera menyesuaikan. Siapa yang akan membimbing mereka sekarang?
Rabu (3/1), kami bertamu ke rumah Romli. Sebagai tuan rumah yang baik, lelaki berumur 50-an tahun itu basa-basi menanyakan asal kami. Setelah perkenalan, kawan saya menanyakan kondisi tiga anak si bapak. Lelaki itu dengan sopan menjawab kalau ketiga anaknya tidur sejak seusai shalat Dhuha.
Ketiga anak itu diduga disekap ibu kandungnya selama bertahun-tahun.
Rasa ingin tahuku datang tanpa bisa ditahan. Aku langsung bertanya, sebenarnya kejadiannya seperti apa. Romli merupakan ayah dari 3 anak, yang pada Selasa (2/1) dijemput paksa petugas dan tim medis Bululawang dari rumahnya di Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Ketiga anak itu diduga disekap ibu kandungnya selama bertahun-tahun. Tim penjemput berasal dari tiga pilar, yaitu petugas Polsek Bululawang, petugas Komando Rayon Militer Bululawang, dan tim medis Bululawang.
Romli menceritakan, ia dan istrinya yang bernama Alikah sudah bercerai sejak empat tahun lalu. Istrinya membawa tiga anak perempuan mereka tinggal bersama di rumah gono-gini. Tiga anak mereka adalah KN (13), ZS (11), dan DNZ (6).
Sejak bercerai, Romli tinggal di rumah peninggalan orangtuanya, berjarak 1 km dari rumah mantan istrinya. Dua minggu sekali atau sebulan sekali, Romli datang berkunjung menemui anaknya sambil membawakan roti atau bahan kebutuhan pokok. ”Saya tidak ingin melupakan kewajiban saya sebagai ayah. Saya tidak ingin mendapat murka Alloh,” katanya pelan.
Tertutup
Sejak bercerai, Romli mendapati sifat istrinya semakin tertutup. Ia tidak banyak bicara. Bahkan saat ditanya, mantan istrinya itu juga tidak menjawab. Namun, mantan istrinya itu mengizinkan Romli menjenguk anaknya.
”Kamu tidak sekolah Nak,” tanya Romli kepada anaknya suatu ketika. Pertanyaan Romli hanya dijawab dengan gelengan kepala si anak, sambil matanya melirik pada sang ibu yang mengawasi dari kejauhan. Romli pun hanya mampu menciumi anak-anaknya karena merasa kasihan. Ia tahu anak-anaknya takut kepada sang ibu.
Sejak bercerai, Alikah semakin menutup diri. Ia tidak banyak bicara. Bahkan saat ditanya, ia tidak menjawab. Namun, Alikah mengizinkan Romli menjenguk anak-anaknya.
Aksi jemput paksa adalah puncak kisah Romli dan keluarganya. Romli datang ke bekas rumah yang dihuninya ketika hidup dengan Alikah dan tiga anaknya di Desa Sudimoro, Bululawang. Ia datang bersama petugas puskesmas dan perangkat Bululawang.
Romli mengetuk pintu sebanyak tiga kali, tok-tok-tok. Dari dalam rumah gelap itu terdengar suara, ”Nduk, Bapakmu teko (Nak, ayahmu datang).” Suara itu disusul bunyi kunci pintu dibuka. Romli pun masuk, sedangkan rombongan di belakangnya sembunyi.
Tak lama, yakin situasi memungkinkan, rombongan petugas menyeruak masuk. Mereka menyergap Alikah dan membawanya keluar rumah. Sementara tiga anak Alikah dibawa petugas kesehatan. Tangis ketiga anak memecah kegelapan rumah Alikah meski siang memang gelap gulita.
Semua celah yang memungkinkan sinar masuk tampak ditutup aneka bahan, mulai dari kardus, kain, kayu, hingga terpal. Setiap jendela pun diberi balok kayu dan dipaku dari dalam dan luar sehingga tak bisa dibuka. Paku-paku terlihat menancap asal-asalan.
Di tengah tangis anak-anaknya, Alikah pun berteriak marah. ”Iki semua gara-gara Pak iku,” tunjuknya kepada Romli. Teriakan Alikah tak mampu mengalahkan kekuatan beberapa petugas pria yang segera menggiringnya ke kendaraan dan membawanya ke Rumah Sakit Jiwa Lawang.
Semua celah yang memungkinkan sinar masuk ditutup dengan aneka bahan, mulai kardus, kain, kayu, hingga terpal. Setiap jendela pun diberi balok kayu dan dipaku dari dalam dan luar sehingga tak bisa dibuka. Paku-paku terlihat menancap asal-asalan.
”Kondisi Bu Alikah memang tertutup sejak dulu. Bahkan saat bercerai dengan saya empat tahun lalu, ia semakin tertutup. Ia seperti takut kalau ada orang mau mengambil anak-anaknya. Dua tahun lalu, kondisinya makin parah karena pintu-pintu dan cahaya dari luar saja tidak diizinkan masuk ke dalam rumah,” kisah Romli dengan mata mulai kemerahan.
Pendidikan agama
Tiga anaknya sejak setahun lalu tak melanjutkan sekolah dan tak boleh keluar rumah. Namun, Romli melihat bahwa ketiga anaknya mendapat ajaran agama cukup baik dari Alikah. Mereka tertib shalat lima waktu dan shalat Dhuha serta pandai mengaji. Mungkin, kegiatan itu menjadi pengisi waktu ketiganya di tengah kegelapan setiap hari.
Romli menambahkan, istrinya selalu curiga dengan orang lain. Bahwa mereka mengolok-olok dan menggunjingkan diri Alikah. ”Bahkan saya sendiri kalau bicara dengan orang dianggap membicarakannya,” tambah Romli. Tak pernah ada tamu datang ke rumah Alikah, kecuali pelanggan jahitan. Alikah adalah penjahit yang ramai order menjelang Lebaran.
”Orangnya tidak pernah kumpul dengan tetangga. Banyak persoalan, mungkin ia malu. Makanya saya juga tidak pernah ke rumahnya. Kalau dengan saya satru (marahan). Bisa-bisanya dia bilang suami saya mengurung ayamnya,” kata Lumini, tetangga sebelah rumah Alikah dengan logat Maduranya.
Kepala Subbagian Humas Polres Malang Ajun Komisaris Farid Fathoni mengatakan, tindakan jemput paksa merupakan upaya menyelamatkan tiga anak itu dari dugaan sekapan si ibu. ”Anak-anak itu tidak boleh keluar rumah sejak setahun lalu, menderita sakit gatal-gatal dan kurang gizi karena kondisinya kurus serta mengalami trauma,” kata Farid.
Mereka bergerak setelah pada 22 Desember 2017 mendapat laporan dari bidan Desa Sudimoro atas dugaan penyekapan atas tiga anak oleh ibu kandungnya. Saat itu, petugas, menurut Farid, sedang berkoordinasi membahas persiapan Tahun Baru.
Selasa (2/1) dilakukan rapat bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas laporan itu dan disepakati untuk dilakukan jemput paksa atas tiga anak tersebut.
”Oleh karena tiga anak tersebut berteriak histeris saat kejadian, sementara kami titipkan kepada ayah dan neneknya. Sementara ibunya dirawat di RSJ Lawang. Menurut keterangan sementara dokter dan perawat di sana, Ibu Alikah akan menjalani pemeriksaan psikiater di ruang khusus dan tidak boleh dikunjungi keluarga,” kata Farid Fathoni.
Ketua Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya, Malang, Cleoputri Yusainy mengatakan, harus diteliti lebih jauh mengenai latar belakang si ibu. Sebab, ada jeda waktu antara perilaku memproteksi anak-anaknya tersebut dan proses perceraian yang dialaminya.
Menurut dia, banyak faktor yang memengaruhi Alika bertindak seperti itu. Selain faktor psikologis sang ibu, juga ada faktor tekanan sosial di sekitarnya serta tekanan ekonomi. Menurut dia, seharusnya lingkungan sosial di sekitarnya lebih tanggap saat melihat kondisi ini terjadi sehingga anak-anak tidak sampai semakin parah menjadi korban.
Yang saya pikirkan kemudian adalah tiga anak Romli dan Alikah. Bagaimana kondisi mental mereka sekarang?