JAKARTA, KOMPAS – Maraknya perhelatan politik seperti pilkada pada tahun 2018 dinilai akan mendorong transaksi dan perdagangan dari penjualan kaos, spanduk, dan produk kampanye. Di satu sisi, kondisi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain akan memicu inflasi jika tak diantisipasi dengan baik.
Pada Juni 2018, akan digelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 171 wilayah, meliputi 17 Provinsi, 115 Kabupaten, dan 39 Kota. Dua bulan setelahnya, dilanjutkan dengan pendaftaran calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilihan Presiden 2019.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira memperkirakan, akan ada sumbangan 0,1 – 0,2 persen dari perhelatan politik terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2018.
Ia memperkirakan kenaikan penjualan konveksi, sembako, rokok, dan hotel untuk kebutuhan Pilkada akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi 2018 yang diperkirakan akan mencapai 5,2 persen. “Ini akan seperti yang terjadi pada Pilpres 2014,” sebutnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita menegaskan, pelaku bisnis tidak perlu mengkhawatirkan tahun politik. Sebab justru tahun ini uang yang beredar akan meningkat.
Maraknya penjualan konveksi, sembako, rokok, dan hotel selama perhelatan Pilkada akan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi 2018
“Peningkatan ekonomi di daerah pasti terjadi. Orang berkumpul pasti menghasilkan uang, dengan nyetak kaos, sablon, dan makanan,” ucapnya saat memaparkan proyeksi perdagangan dan ekonomi 2018, Kamis (4/1), di Gedung Kemendag, Jakarta.
Menurut Enggartiasto, yang patut diwaspadai adalah potensi melonjaknya inflasi. Peredaran uang akan menyebabkan inflasi, bila tidak mampu dikontrol. Dengan naiknya inflasi, pertumbuhan ekonomi akan percuma. "Inflasi akan menggerus daya beli masyarakat,” katanya.
Untuk itu, Kemendag akan berupaya meningkatkan kelancaran distribusi barang serta menyeimbangkan permintaan dan penawaran barang agar inflasi tahun ini tidak lebih dari 4 persen.
Bahan pokok
Untuk mengendalikan inflasi pada tahun politik, Enggartiasto akan memastikan stok dan harga bahan pokok terjaga. Ia akan terus memantau distribusi bahan pokok. Semua gudang penyimpan bahan pokok harus terdaftar. Bila tidak maka akan dianggap sebagai gudang ilegal. Hal itu tercantum dalam Peraturan Kemeterian Perdagangan No. 20 Tahun 2017.
Secara langsung, ujar Enggartiasto, penumpukan secara bahan pokok akan diawasi. “Kalau ketahuan ada yang menimbun akan kami tindak. Menyimpan stok boleh saja, tetapi kalau di pasar barangnya mencukupi. Bila penimbunan mengakibatkan kenaikan harga, itu berarti disengaja,” tuturnya.
Kemendag juga membentuk tim berisi 150 staf untuk melakukan operasi pasar bila dibutuhkan. Operasi pasar nantinya akan bekerja sama dengan Bulog. “Operasi pasar efektif untuk mengatasi penimbun,” ucap Enggartiasto.
Enggartiasto ingin melanjutkan capaian tahun lalu. Pada 2017, inflasi bahan pokok mampu dikendalikan di level 1,26 persen. Angka itu merupakan yang terendah dalam enam tahun terakhir.
Capaian itu antara lain berkat kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras, gula pasir, minyak goreng, dan daging sapi beku. Kemendag merangkul produsen dan pelaku usaha dalam menentukan HET dan transparansi ketersediaan stok.
Bhima menyebutkan, cara paling efektif untuk mengendalikan inflasi adalah memastikan stok dan harga bahan pokok tetap stabil. “Kalau di negara maju, persebaran uang menentukan inflasi. Kalau di Indonesia yang menentukan adalah bahan pokok,” katanya.
Cara paling efektif untuk mengendalikan inflasi adalah memastikan ketersediaan stok
Menurut Bhima, stok bahan pokok dari saat ini hingga Maret perlu dijaga. Sebab, curah hujan yang tinggi saat ini berpotensi mengganggu panen. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, terjadi inflasi sebesar 0,71 persen pada Desember 2017, yang salah satunya dipicu oleh kenaikan harga beras.
Kerja sama ekonomi
Ekspor nonmigas juga menjadi fokus Kemendag. Ekspor nonmigas akan didorong agar kontribusinya terhadap perekonomian makin besar. Pada 2017, total ekspor mencapai 170,3 miliar dollar AS, tumbuh 17,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk 2018, Mendag menargetkan ekspor bisa tumbuh 5-7 persen. Dalam meningkatkan ekspor, Kemendag akan memperbanyak kerja sama ekonomi dengan negara lain. “Kerja sama bisa membuat biaya ekspor dan impor menurun. Kita tahun ini menargetkan menyelesaikan 13 perjanjian dagang,” ucapnya.
Indonesia saat ini sedang fokus merampungkan sejumlah perjanjian kerja sama antara lain Indonesia Australia CEPA, Indonesia European Free Trade Association (FTA), Indonesia European Union CEPA, Indonesia Iran Preferencial Trade Agreement (PTA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan Indonesia Malaysia Border Trade Agreement (BTA)
Desember lalu, dalam lingkup kerja sama bilateral, perundingan yang telah selesai adalah Indonesia Chile Comprehensive Ecomomic Partnership Agreement (CEPA). Kerja sama ini menghapus bea masuk ke Chile menjadi 0 persen untuk sejumlah komoditas.
Selain Chile, Indonesia juga telah menandatangani kerja sama perdagangan dengan Palestina. Implementasinya dimulai dengan kurma dan minyak zaitun dari Palestina. Setelahnya, Palestina akan memberi daftar komoditas yang diperlukan dari Indonesia. “Selain bentuk kerja sama ekonomi, ini juga sikap dukungan politik terhadap mereka,” kata Enggartiasto.
Indonesia saat ini sedang fokus merampungkan sejumlah perjanjian kerja sama antara lain Indonesia Australia CEPA, Indonesia European Free Trade Association (FTA), Indonesia European Union CEPA, Indonesia Iran Preferencial Trade Agreement (PTA), Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan Indonesia Malaysia Border Trade Agreement (BTA). (DD06)