Wisman Hadapi Kendala Akses Transportasi
JAKARTA, KOMPAS — Minat wisatawan mancanegara yang berkunjung ke museum di Jakarta masih tinggi karena kecenderungan wisatawan yang datang ingin menikmati wisata budaya dan sejarah di Jakarta.
Namun, beberapa masalah seperti kapastias museum hingga akses transportasi masih menjadi kendala bagi wisatawan mancanegara (wisman) untuk mengunjungi museum.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia Dadang Rizki Ratman mengatakan, berdasarkan hasil Passenger Exit Survey 2015-2016 yang dilakukan Kemenpar, 60 persen wisman di Jakarta melakukan kunjungan wisata budaya, 35 persen untuk wisata alam, dan 5 persen untuk wisata buatan.
Wisman yang datang ke Jakarta cenderung memilih museum sebagai destinasi wisata budaya dan sejarahnya. Namun, sejumlah pengelola museum mengungkapkan, beberapa kendala wisman yang ingin berkunjung ke museum.
Kasubag Tata Usaha Museum Kesejarahan H Namin menjelaskan, penuhnya pengunjung menjadi salah satu faktor yang dikeluhkan wisatawan mancanegara (wisman).
Wisman yang datang ke Jakarta cenderung memilih museum sebagai destinasi wisata budaya dan sejarahnya. Namun, sejumlah pengelola museum mengungkapkan beberapa kendala wisman yang ingin berkunjung ke museum.
Untuk Museum Sejarah Jakarta, atau yang biasa disebut Museum Fatahillah, pada hari libur bisa mencapai 4.000 kunjungan wisatawan dalam sehari.
”Pada libur Tahun Baru lalu, jumlah kunjungan mencapai 15.000 pengunjung. Hal itu menjadi salah satu yang dikeluhkan oleh wisman yang benar-benar ingin menikmati koleksi museum di sana,” kata Namin di Kantor Pengelola Museum Kesejarahan, Jakarta Barat, Jumat (5/1).
Menurut dia, esensi dari museum adalah mengedukasi pengunjungnya. Dengan pembatasan kunjungan, wisatawan, khususnya wisman yang datang, bisa menjadi lebih kondusif mempelajari sejarah di Museum Sejarah.
Selain itu, pembatasan jumlah kunjungan juga untuk meminimalkan kerusakan di museum.
”Usia Museum Fatahillah sudah cukup tua dan kapasitasnya tidak bertambah karena bangunan cagar budaya. Selain itu, banyak peninggalan bersejarah di sini yang riskan rusak jika terlalu banyak jumlah kunjungan wisatawannya,” kata Namin.
Pembatasan jumlah kunjungan ini juga masih direncanakan oleh pihak pengelola. Selain itu, kemungkinan pembatasan jumlah kunjungan dilakukan pada hari libur panjang. Nantinya, sistem pendaftaran pun menjadi via daring.
Wisman yang datang juga tertarik dengan arsitektur bangunan peninggalan VOC tersebut.
Namin mengatakan, kunjungan wisman ke Museum Fatahillah dalam sehari bisa lebih dari 50. Negara asal wisman yang datang pun bervariasi, seperti Amerika, Belanda, dan Inggris. Wisman yang datang pun juga tertarik dengan arsitektur bangunan peninggalan VOC tersebut.
”Kami memiliki lebih kurang 10 pemandu dengan kemampuan bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Selain itu, informasi yang tercantum di koleksi bersejarah sudah dwibahasa, dengan bahasa Inggris dan Indonesia,” kata Namin.
Namin menuturkan, untuk menarik kunjungan wisman, pihak pengelola akan membuat event dan acara kebudayaan. Ia menjelaskan, biasanya wisman sangat tertarik dengan acara kebudayaan yang diselenggarakan di kawasan Museum Fatahillah.
”Apalagi tahun 2018, kunjungan wisman diperkirakan akan meningkat karena Asian Games 2018. Oleh sebab itu, kami sudah ada kalender event acara kebudayaan pada Agustus nanti,” kata Namin.
Museum Prasasti merupakan makam sejumlah warga negara Belanda di zaman Kolonial. Para wisman yang datang sebagian besar mencari makam para leluhurnya.
Selain itu, di Museum Kesejarahan juga mengelola tiga museum lainnya, yaitu Museum Taman Prasasti, Museum Gedung Joang 45, dan Gedung MH Thamrin.
Namin menjelaskan, jumlah kunjungan wisman ke Museum Parsasti juga cukup banyak dibanding dua museum lainnya.
”Kunjungan wismannya cukup banyak karena Museum Prasasti merupakan makam sejumlah warga negara Belanda di zaman Kolonial. Para wisman yang datang sebagian besar mencari makam para leluhurnya,” kata Namin.
Kurang pameran dan promosi
Kasadpel Museum Seni Rupa dan Keramik Hari Prabowo menjelaskan, saat ini jumlah kunjungan wisman ke museum ini tidak menentu. Hal ini diakibatkan karena kurangnya pameran semenjak 2015.
”Dulu sebelum 2015, kami sering melakukan pameran dan promosi di luar negeri. Sekarang alokasi dana dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta lebih diprioritaskan pada renovasi sarana museum,” ungkap Hari.
Museum Seni Rupa dan Keramik ini ada dalam Unit Pengelolaan Museum Seni. Unit Pengelola Museum Seni juga mengelola Museum Wayang dan Museum Tekstil.
Hari menjelaskan, jumlah kunjungan terbanyak dari ketiga museum ini biasanya ada di Museum Wayang.
”Paling sepi adalah Museum Tekstil di Jakarta Barat karena aksesnya cukup jauh. Apalagi semenjak penutupan jalur Tanah Abang, pengunjung jadi kebingungan untuk ke sana,” kata Hari.
Paling sepi adalah Museum Tekstil di Jakarta Barat karena aksesnya cukup jauh. Apalagi semenjak penutupan jalur Tanah Abang, pengunjung jadi kebingungan untuk ke sana.
Namun, Hari menjelaskan, masih ada sejumlah wisman yang berkunjung ke Museum tekstil. Biasanya wisman yang datang dari Kedutaan Besar Negara Asing yang tertarik dengan workshop membatik di sana.
Berdasarkan pantauan Kompas, Jumat (5/12), sejumlah museum di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, sedang menjalani renovasi tata pamer.
Sejumlah koleksi bersejarah di Museum Wayang dan Museum Fatahillah sedang disusun kembali sehingga banyak etalase kosong dan ruangan yang ditutup.
Hari menjelaskan, renovasi tersebut juga menjadi salah satu faktor terbatasnya kunjungan wisatawan ke museum.
”Ruang untuk wisatawan menjadi terbatas. Apalagi ketika waktu itu ada penataan kawasan Kota Tua sehingga akses kendaraan umum menjadi terbatas. Hal itu menurunkan jumlah kunjungan,” kata Hari.
Akses transportasi terbatas
Keterbatasan akses transportasi umum juga dialami pengelola Museum Bahari, Penjaringan Jakarta Utara. Kasubag Tata Usaha Museum Kebaharian Jakarta Umuarsih Nurwiyani Badriyah menjelaskan, sulitnya akses transportasi umum menjadi salah satu kendala kunjungan wisatawan.
”Museum Bahari tidak seperti museum di kawasan Kota Tua yang dilewati akses transportasi umum seperti transjakarta dan kereta. Biasanya pengunjung atau wisman yang datang ke sini dengan berjalan kaki di trotoar yang baru dibangun pemerintah,” kata Umuarsih.
Umuarsih menuturkan, sepanjang tahun 2017, ada 4.454 total wisman yang berkunjung ke Museum Bahari. Jumlahnya fluktuatif tiap bulan, tergantung musim liburan.
Selain itu, Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta juga mengelola Taman Arkeologi Onrust dan Situs Marunda.
Sulitnya akses menuju Situs Marunda juga menjadi salah satu kendala kunjungan bagi wisman. Sepanjang 2017, jumlah kunjungan wisman ke Situs Marunda sangat minim.
”Sulitnya akses menuju Situs Marunda juga menjadi salah satu kendala kunjungan bagi wisman. Sepanjang 2017, jumlah kunjungan wisman ke Situs Marunda sangat minim,” kata Umuarsih.
Untuk menarik kunjungan wisman, pengelola Museum Bahari berencana mengadakan pameran foto Kapal Pinisi pada April-Mei. Selain itu, strategi promosi melalui situs web dan media sosial juga terus dipromosikan.
”Minat kunjungan wisatawan ke museum memang masih terbilang kurang. Padahal harga tiket kunjungan sudah sangat murah, hanya Rp 5.000 untuk wisatawan lokal dan wisman. Selain itu, koleksi bersejarah yang dimiliki museum sangat banyak dan original,” kata Umuarsih.
Tanggapan wisman
Fellipe (28) dan Gabriella (28) merupakan warga negara Chile yang baru pertama kali singgah ke Jakarta. Ia menjelaskan, ia kurang memahami akses transportasi umum untuk menuju ke lokasi wisata.
”Kami menggunakan taksi daring untuk menuju ke sini. Kesan kami ketika sampai di Jakarta, ternyata Jakarta merupakan kota yang besar,” kata Felipe saat dijumpai di Museum Wayang, Jakarta Barat.
Fellipe menuturkan, sebelum ke Jakarta, ia pernah mengunjungi Bali, Lombok, dan Karimun Jawa. Menurut dia, warga Indonesia sangat ramah terhadap wisman.
Fellipe menuturkan, sebelum ke Jakarta, ia pernah mengunjungi Bali, Lombok, dan Karimun Jawa. Menurut dia, warga Indonesia sangat ramah terhadap wisman.
”Namun, ketika saya sampai di Jakarta, saya diingatkan oleh pengemudi taksi online untuk menjaga tas dan barang bawaan saya. Katanya di Jakarta rawan kriminalitas,” tutur Fellipe sambil tertawa.
Gabriella menjelaskan, ia dan Fellipe sangat tertarik mengunjungi museum dan menyukai kebudayaan Indonesia.
”Hari ini tidak terlalu ramai kunjungan wisatawannya, jadi saya bisa menikmati koleksi yang ada. Tidak terbayang jika kunjungan museumnya sangat padat, mungkin saya jadi tidak tertarik untuk melihat-lihat koleksi di museum,” tutur Gabriella. (DD05)