TANGERANG, KOMPAS — Sudah 41 anak melapor ke polisi lantaran menjadi korban kekerasan seksual oleh WS alias Babeh (48). Polisi menduga jumlah korban WS bertambah. Sebab, kejahatan seksual yang dilakukan pelaku berlangsung sejak April 2017.
Kepala Kepolisian Daerah Banten Brigadir Jenderal (Pol) Listiyo Sigit Prabowo mengatakan, tersangka berjanji kepada para korbannya, yang semuanya laki-laki berumur 7-15 tahun, memberikan ilmu kebal atau ajian semar mesem untuk menarik lawan jenis.
"Kasus ini berawal ketika salah satu anak yang berinisial A melihat tersangka memiliki ilmu kekuatan," kata Listiyo dalam jumpa pers di Kepolisian Resor Kota Tangerang, Jumat (5/1).
Kasus ini berawal ketika salah satu anak yang berinisial A melihat tersangka memiliki ilmu kekuatan.
Selanjutnya, A memperkenalkan teman-temannya kepada WS agar mereka diberikan ajian semar mesem. Untuk mendapatkan ajian tersebut, korban harus menelan gotri (besi bulat kecil untuk sepeda) sebagai salah satu syarat.
Menurut Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tangerang Siti Zahro, ada anak yang memakan hingga 10 gotri.
WS membujuk korban bahwa ia akan menyalurkan ajiannya dengan cara hubungan seksual. Menurut Siti, ada beberapa anak disodomi WS lebih dari sekali. "Sudah 36 anak yang didata dan 29 anak positif menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan WS," katanya.
Di hadapan wartawan, WS mengaku bersalah dan ternyata tidak memiliki ilmu kekuatan. "Itu hanya akal-akalan saya untuk membohongi anak-anak," ujarnya.
WS mengaku melakukan kekerasan seksual terhadap anak sejak April 2017, setelah ditinggal istrinya menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia. Keinginan itu muncul setelah banyak anak mendatangi gubuk WS di Kecamatan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang.
WS yang bekerja sebagai guru honorer itu juga menakut-nakuti anak yang tidak mau disodomi bahwa mereka akan menerima kesialan selama 60 hari. Menurut tersangka, banyaknya anak yang mendatanginya membuat warga tidak terima dan membakar gubuknya.
Pada Oktober 2017, WS pindah ke Desa Sukamanah, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Ia kembali mendirikan gubuk di pinggir sawah dan bekerja membuat batu bata.
Meskipun sudah pindah, masih banyak anak yang mendatanginya. Di gubuk baru, tersangka kembali melakukan aksinya dengan modus serupa.
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Putu Elvina, penanganan terhadap korban harus jadi prioritas.
Psikolog Seto Mulyadi menegaskan, korban harus ditangani secara serius, baik dari sisi medis maupun psikologis. (DD08)