JAKARTA, KOMPAS — Laju kenaikan harga beras semakin cepat dua pekan ini karena pasokan terus berkurang. Laporan dari sejumlah daerah menunjukkan kenaikan harga terus terjadi, bahkan ada yang kenaikan harganya berlangsung setiap hari. Untuk itu, pemerintah harus segera mengendalikan harga beras.
Jika tak ada intervensi, harga beras bisa naik lagi, setidaknya sampai akhir Januari 2018 saat sebagian wilayah mulai panen. Di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, Jumat (5/1), beras yang sebenarnya masuk kategori medium dijual di kisaran harga Rp 10.875-Rp 12.100 per kg. Harga beras yang terbentuk di PIBC pada Januari ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan pada Januari 2017 dan 2016.
Menurut Suryono (59), pemilik toko di PIBC, harga beras asal Indramayu, Jawa Barat, yang dua pekan lalu ditawarkan Rp 11.000 per kilogram kini naik menjadi Rp 12.300 per kg. Kenaikan sebesar Rp 1.300 per kg dalam tempo dua pekan terbilang sangat cepat.
Kabupaten Karawang, Indramayu, dan Cirebon merupakan pemasok utama beras ke PIBC, tetapi pasokannya anjlok sepekan ini. Pada Kamis (4/1), pasokan dari lumbung padi Jawa Barat itu sekitar 20 persen dari total perdagangan 3.800 ton per hari. Beras dari Perum Bulog justru dominan, yakni mencapai 39,48 persen.
Di Jawa Timur, harga beras Rp 12.500 per kg, naik dari awal bulan lalu yang Rp 11.000 per kg. Kenaikan harga dari distributor ke Pasar Genteng dan Pasar Wonokromo, Surabaya, bahkan terjadi hampir setiap hari. "Kenaikan harga rata-rata Rp 100 per kg per hari," kata Rachman (45), pedagang di Pasar Wonokromo.
Konsumen mulai mengeluhkan kenaikan harga yang sangat cepat ini. "Harga beras kian mahal," kata Peni (53), warga Medokan, Surabaya.
Di Pasar Legi, Solo, harga beras medium Rp 12.500 per kg. Pada pekan kedua Desember 2017, harga masih Rp 10.500 per kg. "Ini harga beras tertinggi selama bertahun-tahun," ujar Ali, pedagang beras di Pasar Legi.
Di Pasar Kosambi, Bandung, harga beras IR 64-II naik dari Rp 10.800 menjadi Rp 11.000 per kg. "Harga tahun ini lebih tinggi dibandingkan awal tahun lalu, Rp 10.400 per kg," ujar Fahri (32), pedagang di Pasar Kosambi.
Bisa diprediksi
Kenaikan harga beras di pasar sebetulnya bisa diperkirakan sejak beberapa waktu lalu karena sejumlah penggilingan padi mulai kesulitan mendapatkan bahan baku akibat rendahnya pasokan dari petani. Pabrik penggilingan padi skala kecil dan menengah di Karangsinom, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya, kesulitan mendapatkan gabah dengan harga terjangkau dalam tiga bulan terakhir setelah berakhirnya panen gadu.
H Dasmul (57) bahkan menutup pabriknya, Penggilingan Beras AL, di Karangsinom. "Harga gabah kering giling Rp 7.700 per kg di tengkulak. Saya tidak sanggup membelinya. Jadi, pabrik ditutup saja," ujar Dasmul.
Harga itu jauh di atas harga pembelian pemerintah yang telah dinaikkan 10 persen, yakni Rp 5.115 per kg. Pasokan beras mungkin baru normal setelah panen raya musim rendeng akhir Februari 2018, yang mundur dua bulan. Awal tanam musim rendeng 2017/2018 umumnya mundur dari Oktober ke Desember karena kendala pengairan.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, realisasi tanam pada Oktober-Desember 2017 hanya 4,82 juta hektar. Angka itu 413.727 hektar lebih rendah dari capaian periode yang sama pada 2016 yang mencapai 5,24 juta hektar.
Klaim cukup
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai stok beras Bulog sekitar 1 juta ton pada akhir 2017 cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dia optimistis pasokan beras akan meningkat seiring panen padi yang mulai terjadi pada akhir Januari 2018. "Ingat, stok 1 juta ton itu di akhir tahun dan sebentar lagi akan panen," ujarnya.
Khusus untuk DKI Jakarta dan sekitarnya, pemerintah melalui Perum Bulog telah menggelontorkan sekitar 30.000 ton beras operasi pasar sejak Oktober 2017. Namun, jumlahnya relatif kecil dibandingkan rata-rata beras yang keluar dari PIBC, yakni 3.000 ton per hari. Karena itu, dampaknya kurang signifikan terhadap penurunan harga.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi menyatakan, target pengadaan 3,7 juta ton beras menjadi tantangan. Namun, secara internal, Bulog menargetkan pengadaan 2,7 juta ton, yang mayoritas berupa beras komersial. Sebab, tugas Bulog menyalurkan beras untuk keluarga sejahtera (nonkomersial) jauh berkurang tahun ini. Terkait situasi harga saat ini, Bulog menyatakan siap menggelontorkan beras untuk operasi pasar. Sebagian stok telah digelontorkan ke sejumlah wilayah di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan, pada Januari ini pemerintah akan fokus agar operasi pasar benar-benar memadai. "Penyebab tingginya harga beras adalah faktor hukum permintaan dan pasokan, serta gangguan cuaca yang menghambat distribusi," ujar Tjahya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengatakan, produksi pada 2017 memang mengalami gangguan, terutama wereng batang coklat dan kerdil rumput. Dwi memperkirakan, produksi pada 2017 lebih rendah dibandingkan pada 2016.
"Panen raya memang akan terjadi pada Maret, tetapi beras baru tersedia dan terdistribusi pada April sehingga pada April nanti dipastikan harga gabah jatuh," tuturnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, kewajiban para pelaku usaha pangan mendaftarkan gudang dan memberikan laporan stok bahan pangan secara berkala. "Silakan saja menyimpan beras di gudang. Kalau terbukti menyimpan beras banyak di saat harga tinggi, itu berarti penimbunan dan akan kami tindak," ujarnya.