Lonjakan Harga Beras Resahkan Warga
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga beras yang terjadi pada awal 2018 ini mulai meresahkan masyarakat kelas bawah. Kenaikan harga beras ini tertinggi sejak dua tahun terakhir. Omzet pedagang beras jadi semakin berkurang, diikuti pengeluaran ibu rumah tangga yang melonjak. Kualitas beras yang tidak seimbang dengan tingginya harga pun menjadi keluhan.
Berdasarkan Kemeterian Perdagangan, pada awal Januari 2018, rata-rata harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Rp 10.868,75 per kilogram. Harga ini merupakan rekor termahal dibandingkan awal 2016 dan 2017, yaitu Rp 9.506,85 dan Rp 9.710,48.
Kenaikan harga pun langsung dirasakan pedagang beras di Pasar Tradisional Tebet, Jakarta Timur. Pantauan Kompas, beras medium dijual Rp 13.500. Padahal awal Desember 2017, harga masih Rp 12.000. ”Hampir semua jenis beras naik Rp 1.000-Rp 2.000,” ucap Rahmat, Sabtu (6/1) di kiosnya.
Omzet Rahmat pun mulai berkurang sekitar 10 persen sejak Desember lalu. Rahmat mengatakan, hal itu dikarenakan daya beli masyarakat berkurang. ”Banyak yang sehabis nanya harga tidak jadi beli akhirnya. Atau beli lebih sedikit dari biasanya,” katanya.
Kondisi harga beras ini dinilai Rahmat sebagai yang terburuk sejak 2014. Ia sudah berjualan lima tahun, tetapi belum pernah mengalami kenaikan harga sampai Rp 2.000. Biasanya kenaikan paling tinggi hanya Rp 1.000.
Kondisi harga beras ini dinilai sebagai yang terburuk sejak 2014.
Tak hanya pedagang, konsumen juga terdampak langsung. Keluarga Mae, seorang ibu rumah tangga, tetap membeli beras meskipun harganya mahal. ”Mau gimana lagi, kalau beras mahal tetap harus dibeli juga, kan. Meski pengeluaran jadi bertambah,” ucapnya.
Ibu rumah tangga lainnya, Mutia, mengatakan, kenaikan harga beras sangat terasa. Pengeluaran beras per bulan keluarganya bertambah Rp 40.000. ”Itu baru beras saja. Belum lagi harga kebutuhan lainnya yang naik,” katanya.
Kualitas menurun
Biasanya, Mutia membeli beras Rp 10.000 per kilogram. Kini, harga beras tersebut Rp 11.500 per kilogram. Akan tetapi, kualitas beras itu kini menurun. ”Sekarang yang harga segitu sudah sama seperti beras miskin (raskin),” katanya.
Mutia pun harus memilih beras Rp 14.000 per kilogram untuk menyamai kualitas beras yang biasa dibeli. Dengan beras ini, ia bisa menyimpan nasi tanpa takut rusak. Setelah jadi nasi pun tidak basah.
Hal sama dirasakan ibu rumah tangga lain, Vira. Saat itu, ia melihat-lihat kualitas beras di toko milik Rahmat. Satu per satu beras digenggamnya sambil bertanya harga. Setelah menggenggam beberapa jenis beras, ia ingin meninggalkan toko tersebut. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk membeli beras medium Rp 13.500 per kilogram.
”Inginnya tidak jadi beli karena kualitas beras tidak sebanding sama harganya. Biasanya yang Rp 10.000 di toko lain sudah bagus. Di toko ini yang Rp 11.000 malah lebih jelek. Tetapi pikir-pikir beras di rumah sudah habis. Toko lain juga sudah tutup. Mau tidak mau harus beli,” ucap Vira.
Menurut pemilik toko, Rahmat, kualitas beras pada saat stok sulit memang semakin buruk. Kualitas dan harga selalu berbanding terbalik. Kualitas menurun, tetapi harga naik. ”Inilah kalau stok lagi sedikit, jadi kacau. Biasanya sampai April-Mei baru normal lagi,” katanya.
Kerugian yang dialami penjual dan ibu rumah tangga belum dirasakan oleh penjual nasi goreng, Asna. Harga beras pera yang biasa dibeli Asna belum melonjak. Beras itu hanya naik Rp 100-Rp 200. Akan tetapi, kata Rahmat, harga tersebut pasti akan naik dalam beberapa minggu ke depan.
Pasar Induk
Kompas juga langsung memantau harga di PIBC, Jumat (6/1). Pada salah satu toko, harga beras medium berkisar Rp 10.500-Rp 11.500 per kilogram. Kenaikan itu dari pertengahan Desember, dari Rp 9.300 per kilogram.
Akan tetapi, stok beras medium kini kosong di PIBC. Stok beras medium yang ada berasal dari pemerintah, yaitu beras Bulog. Beras itu dijual Rp 10.200 per kilogram.
Pemilik toko Alex mengatakan, kualitas beras itu di bawah standar apabila dibandingkan dengan beras medium lain. Bahkan, ketika Alex menggenggam beras itu, ada bercak putih tersisa di telapak tangannya.
”Kalau dicuci bisa hilang, sih, tetapi memang jelek yang ini. Bisalah untuk menutupi sementara,” katanya.
Menurut Alex, kekosongan stok beras medium terjadi karena hujan deras yang melanda belakangan ini. Akibatnya, gabah tidak bisa berkembang karena kerap kebanjiran. ”Awal tahun memang sering begini. Sudah terlihat dari Oktober biasanya,” ucapnya.
Berdasarkan data Kemendag, stok beras pada awal 2018 juga paling rendah dari dua tahun sebelumnya. Saat ini stok beras hanya 34,33 ribu ton dibandingkan 2016 dan 2017 dengan 46,31 ribu ton dan 34,6 ribu ton.
Cuaca penyebab utama kekurangan stok beras. Selain itu, distribusi beras dalam jumlah besar juga dikuasai tengkulak dan bagian penggilingan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies, Hizkia Respatiadi, mengatakan, cuaca merupakan penyebab utama kekurangan stok beras. Selain itu, distribusi beras dalam jumlah besar juga dikuasai tengkulak dan bagian penggilingan. Akibatnya, mereka mengambil keuntungan terbesar dan menciptakan kompetisi harga yang tidak sehat. ”Rawan terjadi penimbunan,” ucapnya saat dihubungi Kompas, Minggu (6/1).
Impor beras
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai stok beras Bulog sekitar 1 juta ton pada akhir 2017 cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dia optimistis pasokan beras akan meningkat seiring panen jadi yang mulai pada akhir Januari 2018 (Kompas, 5/1).
”Nyatanya barang ada enggak. Kalau bicara stok dengan Kementan, pasti selalu ada. Bagi orang ekonomi, kita lihat saja di lapangan, kalau stok ada pasti beras tidak semahal sekarang,” ucap Hizkia menanggapi pernyataan Amran.
Untuk itu, Hizkia menilai pemerintah perlu sesegera mungkin melakukan impor beras. Apalagi, harga pasar internasional yang berbasis pada Vietnam dan Thailand jauh lebih murah. Ia pun mengatakan, impor salah satu cara untuk bisa mencapai ketahanan makanan tahun ini.
”Mana yang lebih penting, masyarakat bisa makan atau kebanggaan tidak mengimpor” ujarnya.
Pemerintah perlu sesegera mungkin melakukan impor beras. Apalagi, harga pasar internasional yang berbasis pada Vietnam dan Thailand jauh lebih murah.
Menurut Hizkia, risiko terlalu besar apabila tidak melakukan perdagangan internasional saat ini. Terlebih, dengan kondisi cuaca yang tidak pasti. Kebutuhan beras juga dibebankan dengan jumlah penduduk dan kelas menengah Indonesia yang terus bertambah.
Dengan pertumbuhan masyarakat, butuh pasokan pangan yang semakin banyak. Apabila tidak dipenuhi dengan kebijakan pangan, bisa mendorong harga semakin tinggi.
Impor beras dinilai sebagai langkah jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah. Setelah itu, baru memikirkan jangka menengah dan panjang dengan pembangunan lahan dan penggunaan teknologi.
”Tetapi itu butuh waktu lama. Untuk cegah harga semakin tinggi, mau tidak mau kerja sama internasional dimanfaatkan. Apalagi sudah ada kerja sama di Asia Tenggara,” kata Hizkia.
Inflasi
Apabila kekurangan stok berlangsung lama, hal itu akan berdampak pada kenaikan inflasi. Dikarenakan, sebagian besar penghasilan masyarakat habis di makanan, terutama masyarakat kurang sejahtera. Antara 50-70 persen penghasilan untuk bahan pangan. Ketika harga beras tinggi, naik Rp 200-Rp 300, kategori rentan bisa bergeser ke kategori miskin. ”Harga makanan dan beras sangat pengaruhi inflasi,” ucap Hizkia.
Kenaikan inflasi merupakan hal yang dihindari. Pada Jumat (4/1), Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, kenaikan inflasi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi jadi percuma. Menurut dia, inflasi akan menggerus daya beli masyarat.
Enggar pun menargetkan inflasi berkisar 2,5-4,5 persen pada 2018. Untuk mengendalikan inflasi pada tahun politik, Enggartiasto akan memastikan stok dan harga bahan pokok terjaga. Ia akan terus memantau distribusi bahan pokok. Semua gudang harus terdaftar. Jika tidak, dihitung sebagai gudang ilegal. Hal itu tercantum dalam Peraturan Kemeterian Perdagangan No 20 Tahun 2017.
Secara langsung, ujar Enggartiasto, penumpukan bahan kebutuhan pokok akan diawasi. ”Kalau ketahuan ada yang menimbun, akan bermasalah. Menyimpan stok boleh saja, tetapi kalau di pasar juga mencukupi. Jika penimbunan mengakibatkan kenaikan harga, itu berarti disengaja,” tuturnya.
Kemendag juga akan mengirmkan 150 anggota stafnya untuk melakukan operasi pasar. Dengan kerja sama dengan Bulog, harapannya distribusi beras dapat lancar ke pasar tradisional. ”Operasi pasar efektif mengatasi penimbun,” ucap Enggartiasto.
Enggartiasto ingin melanjutkan capaian tahun lalu. Pada 2017, inflasi bahan pokok mampu dikendalikan sebesar 1,26 persen. Angka itu merupakan yang terkecil sepanjang enam tahun terakhir. (DD06)