Cita-cita Hilirisasi Diwujudkan
JAKARTA, KOMPAS — Hilirisasi mineral tambang merupakan cita-cita yang hendak diwujudkan melalui pembentukan perusahaan induk pertambangan. Sebab, hilirisasi dapat menciptakan efek berganda yang berkontribusi terhadap produk domestik bruto dan penciptaan lapangan kerja.
Tonggak baru dalam sektor pertambangan dalam negeri itu ditandai dengan pembentukan perusahaan induk pertambangan. Perusahaan induk ini terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) bertindak sebagai induk perusahaan. Pembentukan perusahaan induk ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Aluminium.
Dari keempat BUMN pertambangan tersebut, hanya Inalum yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah. Saham pemerintah di Bukit Asam sebesar 65,02 persen, di Timah 65 persen, dan Aneka Tambang (Antam) 65 persen. Dengan PP No 47/2017 itu, saham pemerintah di Bukit Asam, Antam, dan Timah dialihkan ke Inalum. Demikian pula saham pemerintah di PT Freeport Indonesia yang sebesar 9,36 persen turut dilimpahkan ke Inalum.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menegaskan, selain untuk mengelola cadangan mineral strategis, perusahaan induk juga akan menggiatkan hilirisasi atau peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri. Produk mineral tambang bisa bernilai hingga tujuh kali lipat setelah melewati proses hilirisasi.
Selain untuk mengelola cadangan mineral strategis, perusahaan induk juga akan menggiatkan hilirisasi atau peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri.
”Hilirisasi juga mampu menjaga pendapatan perusahaan dari volatilitas. Misalnya, perusahaan tambang batubara dapat menjaga pendapatan usahanya saat harga batubara anjlok jika perusahaan itu punya unit usaha pembangkit listrik,” tutur Budi, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Dengan pembentukan perusahaan induk pertambangan, kata Budi, BUMN pertambangan juga bisa menentukan strategi untuk mengembangkan produk industri tambang sebagai produk metal masa depan. Ia mencontohkan, nikel yang melalui proses hilirisasi berbasis teknologi dapat dijadikan komponen baterai pada telepon genggam. Adapun timah dapat dijadikan produk samping bahan untuk produk pertahanan dan elektronik, seperti radar.
Secara terpisah, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media pada Kementerian BUMN Fajar Harry Sampoerno mengatakan, hilirisasi batubara menjadi gas akan melibatkan Bukit Asam, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Dalam perjanjian itu, batubara dari Bukit Asam dikonversi menjadi gas dasar sebagai bahan baku utama dimethyl ether, urea, dan bahan baku plastik.
Belum optimal
Saat ini, hilirisasi bijih bauksit menjadi aluminium di pabrik peleburan alumina yang dioperasikan Inalum di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, belum optimal. Inalum masih mengimpor alumina, hasil olahan bijih bauksit, untuk diolah menjadi batang aluminium.
Padahal, Indonesia kaya akan bijih bauksit. Nilai tambah alumina yang diimpor dari Australia dapat ditingkatkan dari 300 dollar AS hingga 350 dollar AS per ton menjadi lebih dari 2.000 dollar AS per ton dalam bentuk batang aluminium.
Terkait hilirisasi, Inalum berencana membangun smelter grade alumina untuk mengolah bijih bauksit menjadi alumina. Smelter berkapasitas 1 juta ton per tahun itu akan dibangun di Mempawah, Kalimantan Barat. Adapun pabrik peleburan alumina yang dioperasikan Inalum di Kuala Tanjung berkapasitas 260.000 ton per tahun.
Sekretaris Provinsi Bangka Belitung Yan Megawandi berharap proyek hilirisasi timah bisa diwujudkan di provinsi tersebut. Menurut Yan, bisnis timah di Bangka Belitung berpengaruh langsung terhadap kondisi perekonomian setempat. Selain menciptakan lapangan kerja baru, hilirisasi timah diyakini dapat menimbulkan dampak ganda bagi perekonomian lokal.
Ketua Indonesian Mining Institute Irwandy Arif sepakat, tujuan pembentukan perusahaan induk pertambangan salah satunya adalah meningkatkan nilai tambah mineral tambang di dalam negeri. Hal itu sudah sejalan dengan amanat undang-undang meskipun pelaksanaannya belum optimal.
Irwandy mengingatkan, penguasaan cadangan mineral tambang lewat akuisisi perusahaan pertambangan memiliki sejumlah risiko. Risiko timbul dari valuasi mineral saat akuisisi dilakukan. Dengan harga mineral yang fluktuatif, sulit mendapatkan nilai akuisisi yang akurat.
Oleh karena itu, kemampuan manajemen yang kompeten dalam perusahaan induk pertambangan menjadi penting. Kemampuan itu termasuk pemahaman yang baik tentang kegiatan usaha dari hulu ke hilir. Tanpa kemampuan tersebut, gerak langkah perusahaan induk pertambangan akan sulit selaras dengan gerak langkah anak perusahaan. Risikonya, usaha bisa gagal. (FER/APO/RAM/CAS)