Kaum Disabilitas Belum Nyaman Gunakan Trotoar di Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Kaum disabilitas merasa trotoar di DKI Jakarta belum nyaman untuk mereka gunakan. Mereka sering mengalami kecelakaan ketika melintasi trotoar.
Eka Setiawan (46) sering melewati guiding block atau lantai pemandu bagi penyandang tunanetra yang terputus. Salah satunya, di Jalan Dewi Sartika terdapat sejumlah batu ubin pemandu warna kuning yang hilang dan berlubang.
Di salah satu jalur trotoar Jalan Dewi Sartika, Eka masih harus terbentur tiang listrik dan pohon. Tidak hanya itu, kakinya juga terbentur batas trotoar yang terpisah oleh jalur masuk gang.
Situasi tersebut juga terdapat di Jalan Menteng Raya dan Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Di kedua jalan ini, tampak tiang listrik, rambu lalu lintas, dan pohon yang berdiri di atas trotoar.
”Sungguh tidak nyaman jalan di trotoar karena guiding block tidak memenuhi standar,” kata Eka, yang juga Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) DKI Jakarta, Rabu (3/12/2017). Ia mengatakan, guiding block seharusnya lurus dan tidak berbelok-belok.
Eka menjelaskan, jika ada belokan, seharusnya ada tanda yang dapat dipahami kaum disabilitas. Ketinggian trotoar juga harus sama rata sehingga tidak membuat bingung pengguna.
Pengalaman lain dialami Rina Prasarani (42). Karena buruknya kualitas trotoar di Jakarta, ia memilih berjalan di badan jalan raya. Ia pernah jatuh di selokan ketika berjalan di trotoar.
Karyawan swasta salah satu hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, itu juga menyayangkan minimnya lantai pemandu di pusat bisnis seperti di Kuningan, Jakarta Selatan. Situasi itu membuat kaum disabilitas kesulitan mencapai tempat kerja dengan cepat dan nyaman.
Situasi itu membuat kaum disabilitas kesulitan mencapai tempat kerja dengan cepat dan nyaman.
Pembangunan di Jakarta yang tidak tertata juga menyisakan pengalaman pahit bagi kaum disabilitas. Rina pernah terjatuh di tempat pengecoran ketika berjalan di trotoar.
Pengalaman buruk juga dialami Jonna Damanik (48). Tenaga pemasaran di salah satu perusahaan swasta tersebut pernah tersengat aliran listrik saat melintasi trotoar di dekat Stasiun Tebet, Jakarta Selatan.
Aliran listrik tersebut berasal dari kabel yang terkelupas dan menyentuh genangan air hujan di trotoar. Jonna tersengat karena menggunakan tongkat besi.
Jonna menyayangkan trotoar yang terpisah oleh jalan yang digunakan untuk kendaraan bermotor ketika masuk ke sebuah gang. ”Seharusnya trotoar dibuat lurus dan tidak terpisah oleh jalan kendaraan bermotor,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, trotoar di Jakarta masih belum dapat diakses semua orang dengan nyaman.
”Untuk orang nondisabilitas saja masih banyak yang kejeblos di lubang trotoar, apalagi kaum disabilitas yang melintasinya,” lanjut Agus.
Agar trotoar dapat nyaman dilalui pejalan kaki, seharusnya berukuran minimal 6-8 meter. Trotoar harus bersih dari gangguan seperti besi dan pedagang kaki lima yang menutupi jalur disabilitas.
Agus mengatakan, agar trotoar dapat nyaman dilalui pejalan kaki, seharusnya berukuran minimal 6-8 meter. Selain itu, trotoar harus bersih dari gangguan seperti besi dan pedagang kaki lima yang menutupi jalur disabilitas.
Masih butuh perbaikan
Kepala Seksi Pembangunan dan Peningkatan Kelengkapan Prasarana Jalan Dinas Bina Marga DKI Jakarta Ricky Janus mengatakan, saat ini Dinas Bina Marga berusaha membangun trotoar sesuai dengan standar sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2017.
”Trotoar minimal lebarnya 150 sentimeter,” kata Ricky saat ditemui di Kantor Bina Marga DKI Jakarta, Senin (8/1).
Ricky menyebutkan, sesuai dengan peraturan tersebut, trotoar harus memiliki jalur pemandu dan peringatan untuk penyandang tunanetra. Namun, di sejumlah trotoar tidak terdapat jalur pemandu karena lebarnya tidak memenuhi standar.
Jika tidak diberikan jalur pemandu, trotoar tersebut dapat membahayakan kaum disabilitas.
Josua Lumban Gaol dari Perencanaan Kelengkapan Prasarana Jalan dan Jaringan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta menambahkan, sejumlah trotoar tidak dibuat lurus dan terpisah oleh jalur kendaraan menuju gang karena pertimbangan situasi arus lalu lintas di jalan tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan tiang listrik, di sejumlah trotoar telah dipasang manhole utilitas yang berfungsi untuk menaruh kabel listik di dalam trotoar.
Pada 2016, telah dibuat manhole sepanjang 18 kilometer dan pada 2017 telah dibuat sepanjang 31 kilometer.
Trotoar juga dipasang bollard atau besi di tengah trotoar untuk menjaga keselamatan pengguna jalan. Sesuai dengan standar, di antara bollard tersebut diberikan ruang agar dapat dilalui kaum disabilitas pengguna kursi roda.
Ricky menyadari, saat ini pembangunan trotoar di Jakarta masih banyak yang belum sempurna dan butuh perbaikan. Ia berharap, masyarakat mau melaporkan kerusakan atau gangguan di trotoar melalui aplikasi Qlue atau datang ke Dinas Bina Marga bagian respons opini publik.
”Kami terbuka terhadap masukan dari masyarakat,” ucap Ricky. (DD08)