Trotoar Jatibaru Raya Dipadati PKL Baru
JAKARTA, KOMPAS — Tidak ada perubahan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup Jalan Jatibaru Raya selama lebih dari dua minggu. Pedagang kaki lima baru berdatangan mengokupasi trotoar di sisi timur jalan tersebut.
Kemacetan, sampah, dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk melintasi kawasan itu sangat terasa. Kawasan ini tidak memuliakan pejalan kaki karena sebagian besar jalur pedestrian masih dalam penguasaan pedagang.
Senin (8/1), pedagang kaki lima (PKL) masih mengokupasi trotoar di kawasan Tanah Abang meski petugas satpol PP rajin berkeliling.
Mereka menggelar lapak dagangan di trotoar sisi timur Jalan Jatibaru Raya. Dari lebar trotoar itu sekitar 5 meter, mereka hanya menyisakan 1 meter di bagian tengah trotoar. Tepi kiri dan kanan trotoar itu, masing-masing selebar 2 meter, dikuasai PKL.
Dari lebar trotoar itu sekitar 5 meter, PKL hanya menyisakan 1 meter di bagian tengah trotoar. Tepi kiri dan kanan trotoar itu, masing-masing selebar 2 meter, dikuasai PKL.
Sementara di trotoar atau jalur pedestrian di sisi barat Jalan Jatibaru Raya relatif bersih dari PKL. Namun, masih ada satu atau dua pedagang yang menggelar lapaknya di sana.
Barang dagangan mereka cukup beragam, mulai dari tekstil, makanan, minuman ringan, hingga buah-buahan.
Pejalan kaki menjadi korban. Mereka terpaksa berdesakan saat berjalan di trotoar kawasan tersebut. Mereka tidak hanya berdesakan dengan sesama pejalan kaki, tetapi juga dengan buruh angkut yang mendorong kereta barang (troli) di jalur yang sama.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengatakan, tidak ada yang berubah dari kawasan Tanah Abang setelah Pemprov DKI Jakarta menata kawasan itu menurut versi mereka.
Tidak ada yang berubah dari kawasan Tanah Abang setelah Pemprov DKI Jakarta menata kawasan itu menurut versi mereka.
”Buktinya, PKL masih berdagang di trotoar. Itu sama saja tidak ada yang berubah. Tanah Abang masih kacau,” ujar Alfred, Senin pagi.
Suroto (45), karyawan toko, kesal ketika berjalan di tengah kerumunan orang yang berdesakan di trotoar kawasan itu. Saat memacu langkahnya dengan cepat, selalu saja ada pejalan kaki di depannya yang mendadak berhenti melihat-lihat dagangan PKL.
”Sulit sekali berjalan kaki di sini. Pejalan kaki lainnya mudah teralihkan dengan dagangan-dagangan PKL itu. Orang yang mau berjalan cepat jadi mandek karena orang di depannya tiba-tiba berhenti lihat-lihat dagangan,” tutur Suroto di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Jakarta Pusat, Senin siang.
Sejak Jumat, 22 Desember 2017, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menutup Jalan Jatibaru Raya selama 10 jam setiap hari, pukul 08.00-18.00.
Bagi Anies, penutupan jalan sepanjang 400 meter itu sebagai bentuk penataan PKL. Lokasi berdagang mereka dipindahkan ke badan Jalan Jatibaru Raya sebelah timur pada jam yang sudah ditentukan.
Asumsi dari kebijakan itu adalah pejalan kaki tetap mendapatkan haknya atas trotoar dan PKL tetap bisa berdagang.
”Bagi pejalan kaki, trotoarnya bisa untuk jalan. Bagi PKL, disediakan lahan untuk mereka bisa tetap berjualan. Bagi pengunjung yang datang ke wilayah ini, bisa menggunakan transjakarta untuk berkeliling,” ucap Anies, pada Jumat siang itu.
Kenyataannya, PKL justru semakin bertambah banyak. Ini terbukti dari masih diokupasinya trotoar oleh PKL.
Sekitar 400 tenda yang disiapkan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta justru menarik minat PKL dari daerah lain untuk ikut mengais rezeki di kawasan itu.
Beberapa waktu lalu, dalam kunjungannya ke kawasan Tanah Abang, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, PKL yang kini mengokupasi trotoar adalah pedagang baru.
Beberapa waktu lalu, dalam kunjungannya ke kawasan Tanah Abang, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, PKL yang kini mengokupasi trotoar itu adalah pedagang baru.
”Mereka adalah pedagang baru. Melihat Tanah Abang ditata seperti ini, mereka juga ingin ikutan berdagang di sini,” ujar Sandiaga di Tanah Abang, Jakarta, Minggu (26/12/2017).
Soal PKL yang masih bersikeras untuk berdagang di trotoar, Sandiaga mengatakan akan menindak mereka secara tegas. Akan tetapi, berdasarkan pantauan, PKL yang berdagang di trotoar masih tampak leluasa menjajakan dagangannya.
Langgar aturan
Penutupan jalan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta itu melanggar sejumlah aturan. Adapun aturan yang dilanggar adalah UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007.
Pada berita Kompas (5/1), Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Halim Pagarra mengatakan, Pemprov DKI Jakarta sebaiknya mengkaji ulang penutupan jalan itu. Ia menganggap, terdapat fungsi jalan yang dilanggar.
”Jalan sudah jelas untuk kendaraan, tapi ini untuk PKL, berarti melanggar aturan. Itu sudah jelas,” katanya.
Halim menilai, penutupan jalan itu tidak efektif karena tidak menghasilkan arus lalu lintas yang maksimal. Penutupan itu justru berpotensi menambah kepadatan jalan. ”Dengan ditutupnya satu jalan, hal itu bisa menimbulkan kemacetan pada titik lainnya,” ujar Halim saat dihubungi, Sabtu (6/1).
Dedy Herlambang, pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi, mengatakan, penutupan itu menyalahi fungsi jalan sebagai arus lalu lintas kendaraan, seperti pada UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
”Jalan bukannya difungsikan untuk lalu lintas, malah sebagai aktivitas jual-beli,” ujar Dedy, di Jakarta, Senin siang.
Jalan bukannya difungsikan untuk berlalu lintas, malahan dijadikan sebagai tempat berjalannya aktivitas jual-beli.
”Ini jadi masalah karena terus-menerus dan tidak ada kejelasan sementaranya hingga kapan. Jalan bukan untuk kegiatan komersial, kecuali apabila ada event khusus dan insidentil seperti car free day,” lanjut Dedy.
Berdasarkan pantauan, pada Senin pagi, dampak lalu lintas yang dihasilkan oleh penutupan jalan itu adalah penumpukan kendaraan dari arah jalan layang Jatibaru Raya menuju arah Jalan Kebon Sirih. Sepeda motor dan mobil menyemut saat menaiki jalan layang Jatibaru Raya.
Pengemudi paling cepat memacu kendaraannya dengan kecepatan kurang dari 10 kilometer per jam.
Setelah menuruni jalan layang, pengemudi langsung dihadang oleh para pengojek daring yang menunggu calon penumpang dan memakan hingga seperempat badan jalan.
Laju kendaraan pun makin tersendat. Hal itu dibarengi dengan bunyi klakson yang panjang dari setiap kendaraan karena kesal lajunya terhambat.
Sementara itu, penutupan jalan itu juga mengakibatkan bus-bus antarkota menanti calon penumpang tepat sebelum jalan layang Jatibaru Raya. Bus-bus tujuan Bekasi, Bogor, dan Ciawi datang setiap 30 menit dan mengetem selama 15-20 menit.
Belum terencana
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Priyanto mengatakan, penutupan jalan yang dilakukan pemerintah itu hanya berlaku sementara. Masih banyak hal yang akan dikaji terkait penutupan jalan itu dan akibat apa saja yang dapat ditimbulkan.
”Masih bisa berkembang. Penutupan jalan ini tidak akan selamanya. Nanti dicari jalan terbaiknya,” kata Priyanto.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Halim Pagarra masih mempertanyakan sampai kapan Jalan Jatibaru Raya ditutup.
Secara terpisah, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Halim Pagarra masih mempertanyakan sampai kapan jalan itu ditutup. ”Kami belum dapat waktu pastinya tentang seberapa lama jalan itu ditutup. ’Sementara’-nya sampai kapan, kami belum dapat angkanya,” ujar Halim.
Ia mengatakan akan segera mengumpulkan pihak-pihak terkait untuk berdiskusi tentang kebijakan yang sementara ini diberlakukan di kawasan Tanah Abang. Halim ingin menunjukkan apa saja yang dilanggar serta kerugian lalu lintas yang diakibatkan penutupan jalan tersebut.
Nasib PKL yang kini menempati badan Jalan Jatibaru Raya sebelah timur juga masih simpang siur mengingat belum ada peraturan daerah (perda) tentang penutupan jalan itu.
Tanpa adanya perda, aktivitas jual-beli di kawasan itu dapat dikatakan ilegal. Dedy menegaskan, perda harus segera dibuat, tetapi harus dipastikan pula bahwa penutupan jalan itu bersifat sementara.
Belum diketahui apakah nantinya PKL itu akan direlokasi ke tempat baru atau tidak, mengingat adanya sejumlah peraturan tentang jalan yang dilanggar.
Kepala Suku Dinas KUMKMP Jakarta Pusat Bangun Richard Hutagalung belum mengetahui, apakah nantinya para PKL itu akan direlokasi ke tempat baru atau tidak mengingat adanya sejumlah peraturan tentang jalan yang dilanggar. Ia masih berpegang pada kebijakan yang saat ini ditetapkan oleh Anies.
”Sepanjang Gubernur masih memberlakukan program (penutupan jalan) itu, ya, jalan terus. Kecuali, Gubernur menghentikannya dan diganti dengan kebijakan lain,” kata Bangun. Ia menambahkan, saat ini belum ada pembicaraan lebih lanjut tentang relokasi PKL ke tempat baru. (DD16)