Penduduk Miskin Didekati dengan Bantuan Langsung
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas penduduk miskin Indonesia diketahui berada di desa sehingga akan didekati dengan program bantuan langsung dan peningkatan produktivitas di daerah perdesaan.
Melalui program tersebut, pemerintah berusaha menurunkan angka kemiskinan nasional menjadi kisaran 9,5-10 persen. Sejumlah program terkait lintas kementerian juga diintegrasikan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan Indonesia pada 2017 senilai 10,12 persen. Secara absolut, angka ini setara dengan 26,58 juta penduduk.
Proporsi penduduk miskin di desa lebih tinggi 6,21 persen dibandingkan dengan kota. Dari jumlahnya, penduduk miskin di desa berkisar 16,31 juta orang dan di kota 10,27 juta orang.
”Itu menunjukkan, masalah kemiskinan berakar dari desa,” ucap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (9/1).
Secara garis besar, program bantuan dari pemerintah ada dua macam, yakni bantuan langsung dan peningkatan produktivitas di desa.
Bantuan langsung pemerintah bertujuan mengangkat orang-orang mendekati garis kemiskinan.
Bambang menuturkan, bantuan langsung pemerintah bertujuan mengangkat orang-orang mendekati garis kemiskinan.
Sementara, program-program yang meningkatkan kapasitas bertujuan agar orang-orang yang berada di ambang batas garis kemiskinan tidak lagi menjadi miskin.
Bantuan langsung pemerintah diperluas pada 2018 dengan meningkatkan penerimanya.
Keluarga penerima manfaat (KPM) yang menjadi sasaran Program Keluarga Harapan semula 6 juta KPM ditingkatkan menjadi 10 juta KPM.
Penerima bantuan pangan nontunai juga ditingkatkan, dari 1,2 juta KPM di 44 kota menjadi 10 juta KPM di 217 kabupaten/kota.
Jumlah KPM yang meningkat juga disertai dengan ketepatan sasaran penerima. Pada 2018, basis data terpadu target KPM akan diperbaiki.
”Selain itu, penanggung jawab penyaluran bantuan tersebut berada di tangan Kementerian Sosial agar lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Naiknya angka keparahan kemiskinan menandakan penyaluran bantuan langsung dari pemerintah ada yang tidak tepat sasaran.
Ketepatan sasaran ini menjadi sorotan karena naiknya angka keparahan kemiskinan dari 0,44 pada 2016 menjadi 0,46 pada 2017. Bambang menilai, peningkatan ini menandakan penyaluran bantuan langsung dari pemerintah ada yang tidak tepat sasaran.
Sementara, untuk meningkatkan produktivitas, pemerintah menyiapkan program padat karya tunai atau cash for work. Program ini akan dilakukan di 1.000 desa di 100 kabupaten/kota selama 2018.
Bentuk program ini ialah pembangunan sarana-prasarana dan ekonomi produktif di desa yang bersifat swakelola. Artinya, sumber daya manusia, material, dan alat kerja berasal dari desa tersebut.
”Pengawasnya dari dinas pekerjaan umum setempat atau tim pendamping yang bertanggung jawab,” ujar Bambang.
Nantinya, 30 persen dana kembali ke masyarakat setempat dalam bentuk upah kerja. Sumber dana program ini berasal dari dana desa, APBN, ataupun APBD.
Saat dihubungi secara terpisah, dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, mengatakan, Pilkada 2018 berpotensi menghambat pelaksanaan program padat karya tunai itu. Kalau harus melalui kepala daerah, ada waktu tunggunya.
Kepala daerah yang lama dan hendak mencalonkan diri lagi akan menunda persetujuan program ini. Sementara, kepala daerah yang baru perlu beradaptasi terlebih dahulu.
Perlu ada kebijakan sehingga pemerintah pusat dapat langsung melaksanakan program ini di desa sasaran.
”Perlu ada kebijakan sehingga pemerintah pusat dapat langsung melaksanakan program ini di desa sasaran,” ucapnya, Selasa (9/1).
Sementara sejumlah program pemerintah juga akan diintegrasikan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Idealnya, integrasi ini dapat menurunkan angka kemiskinan hingga 2 persen.
”Kami ingin KPM ini menerima manfaat yang lengkap. Misalnya, pemberian Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat bagi keluarga yang masih memiliki tanggungan sekolah,” tutur Bambang.
Reforma agraria
Pembagian sertifikat lahan dalam kerangka reforma agraria juga masih diandalkan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi.
”Sertifikat itu untuk digunakan sebagai aset penjamin pinjaman modal usaha ke bank,” ucap Bambang.
Akan tetapi, Bambang juga berpendapat, reforma agraria tidak sekadar pembagian sertifikat. Perlu ada kegiatan yang mendampingi untuk menunjang produktivitas ekonomi seperti program kemitraan dengan koperasi atau usaha besar dan menengah.
Kegiatan pendamping itu dinilai Lana membutuhkan tim dengan tugas, pokok, dan fungsi sesuai dengan mandat pemerintah. ”Harus ada timnya agar masyarakat desa dapat dibimbing,” ucapnya.
Pendampingan dalam menggunakan sertifikat tanah sebagai jaminan peminjaman uang ke bank menjadi prioritas.
Dalam pandangan Lana, pendampingan dalam menggunakan sertifikat tanah sebagai jaminan peminjaman uang ke bank menjadi prioritas. Masyarakat yang telah diberikan sertifikat tanahnya juga perlu dipaparkan terkait asuransi kredit.
Pola konsumsi
Bambang juga menyoroti sejumlah komoditas yang memberi andil pada garis kemiskinan. Di peringkat pertama adalah beras. Karena itu, pihaknya akan berusaha menjaga harga beras.
Januari dan Februari dianggap kritis dalam mengendalikan harga beras. ”Ini bersifat musiman. Di dua bulan itu, belum ada panen, tetapi kebutuhannya tetap ada. Nanti, Maret dan April akan membaik,” ujarnya.
Sementara itu, rokok menempati posisi kedua. Menurut Bambang, konsumsi ini tidak produktif. Selain menyebabkan kemiskinan, rokok juga berdampak buruk pada kesehatan.
Jangka panjang
Lana berpendapat, semua program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah sudah menunjukkan keseriusan dalam menurunkan angka kemiskinan.
”Namun, semua program bersifat jangka pendek. Penanggulangan kemiskinan juga butuh solusi jangka panjang,” ujarnya.
Pendidikan berbasis keterampilan merupakan modal bagi masyarakat desa untuk produktif secara ekonomi.
Salah satu solusi yang disebutkan Lana adalah mengaktifkan kembali balai latihan kerja. Menurut dia, pendidikan berbasis keterampilan merupakan modal bagi masyarakat desa untuk produktif secara ekonomi.
Akan tetapi, balai latihan kerja tersebut harus beradaptasi dengan era disrupsi teknologi. ”Pelatihannya sebaiknya berorientasi pada keterampilan yang sekiranya tidak dapat digantikan teknologi,” kata Lana. (DD09)