Mantan Kuasa Hukum dan Dokter Novanto Jadi Tersangka
JAKARTA, KOMPAS — Mantan kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus menghalang-halangi penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Fredrich bersama-sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo yang pernah menangani Novanto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Saproyanto Refa, Rabu (10/1), di Jakarta, membenarkan penetapan tersangka itu. Fredrich pada Selasa sore telah menerima dua surat dari KPK, yakni surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan surat panggilan tertanggal 9 Januari kepada Fredrich untuk diperiksa sebagai tersangka pada 12 Januari.
Saproyanto mengatakan, penetapan Fredrich sebagai tersangka dilakukan dengan sangat cepat dan terkesan ada upaya kriminalisasi terhadap pengacara yang menjalankan tugasnya membela klien.
Penetapan Fredrich sebagai tersangka dilakukan dengan sangat cepat dan terkesan ada upaya kriminalisasi terhadap pengacara yang menjalankan tugasnya membela klien.
”Penetapan Pak Fredrich sebagai tersangka ini sangat super kilat. Bayangkan saja, ada laporan kejadian menghalang-halangi penyidikan pada 5 Januari. Lalu, penetapan tersangka dilakukan pada 8 Januari. Selanjutnya, tanggal 9 Januari sudah dipanggil KPK untuk diperiksa pada 12 Januari,” kata Saproyanto yang juga Ketua Tim Bantuan Hukum yang ditunjuk DPN Peradi untuk Fredrich.
Menurut Saproyanto, dugaan kriminalisasi terhadap Fredrich itu sangat kuat karena hanya dalam tiga hari KPK telah menetapkan kliennya sebagai tersangka. Hal itu dinilai tidak lazim karena biasanya untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka memerlukan waktu yang cukup guna mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan saksi.
KPK jangan hanya berani kepada Fredrich, dong. Bagaimana dengan kasus-kasus yang baru ditetapkan tersangkanya setelah enam bulan atau satu tahun. Kok, Fredrich cepat betul. Ada apa ini sebenarnya?
”KPK jangan hanya berani kepada Fredrich, dong. Bagaimana dengan kasus-kasus yang baru ditetapkan tersangkanya setelah enam bulan atau satu tahun. Kok, Fredrich cepat betul. Ada apa ini sebenarnya?” kata Saproyanto.
Tindakan KPK menetapkan Fredrich sebagai tersangka dalam waktu yang sangat cepat itu, menurut Saptoyanto, bisa memicu perlawanan dari para advokat yang merasa tugasnya membela klien dikriminalisasi oleh lembaga antirasuah itu.
Selain itu, Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor yang dipakai KPK untuk menjerat Fredrich dinilai sebagai pasal karet yang pemaknaannya bisa sangat lentur dan tidak jelas. Di dalam surat yang diterima Fredrich itu, KPK menyebutkan Fredrich bersama-sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo disangkakan melakukan tindak pidana mencegah, merintangi, menghalang-halangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Novanto.
”Bagaimana cara untuk memastikan bahwa sesuatu tindakan hukum yang dilakukan seorang pengacara itu menghalang-halangi atau mencegah suatu penyidikan. Pasal itu, kan, sangat lentur maknanya. Jangan sampai upaya pengacara yang sedang membela klien dan melindungi hak-hak kliennya lalu ditafsirkan sebagai menghalang-halangi atau merintangi upaya KPK. Kalau begini, kan, sama dengan kriminalisasi terhadap profesi pengacara,” katanya.
Saproyanto mengatakan, KPK tidak boleh menetapkan seorang pengacara sebagai tersangka hanya karena upayanya atau gayanya dalam melakukan pembelaan kepada kliennya. Penetapan tersangka kepada seorang pengacara tanpa alasan jelas sama halnya dengan kriminalisasi profesi pengacara yang juga adalah penegak hukum.
KPK tidak boleh menetapkan seorang pengacara sebagai tersangka hanya karena upayanya atau gayanya dalam melakukan pembelaan kepada kliennya. Penetapan tersangka kepada seorang pengacara tanpa alasan jelas sama halnya dengan kriminalisasi profesi pengacara yang juga adalah penegak hukum
”Pasal 21 yang digunakan oleh KPK juga bukan pasal utama dalam UU Pemberantasan Tipikor. Pasal utama di dalam UU itu, kan, antara lain tindakan melanggar hukum atau menyalahgunakan wewenangnya sehingga mengakibatkan kerugian negara dan pasal suap serta gratifikasi. Seharusnya, KPK fokus pada tindakan-tindakan yang dijerat dengan pasal utama itu, bukan malah menetapkan seseorang dengan pasal karet yang bukan pasal utama,” papar Saproyanto.
Dalam waktu dekat ini, kuasa hukum Fredrich akan menyampaikan keberatan kepada KPK terkait dengan proses penetapan tersangka kepada Fredrich ini. ”Tim sedang mempertimbangkan banyak hal. Kami ingin penyelesaian yang terbaik untuk Pak Fredrich,” kata Saproyanto.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah belum bersedia mengonfirmasi mengenai penetapan tersangka kepada Fredrich dan dokter Bimanesh. Namun, Febri memastikan setiap upaya hukum KPK didasari alasan yang kuat dan tidak bertujuan untuk menyudutkan ataupun mengkriminalisasi profesi apa pun.
Proses hukum yang dilakukan oleh KPK tentu dapat dipertanggungjawabkan. Profesi apa pun tetap harus dijalankan dengan itikad baik dan menjunjung etika profesi.
”Proses hukum yang dilakukan oleh KPK tentu dapat dipertanggungjawabkan. Profesi apa pun tetap harus dijalankan dengan itikad baik dan menjunjung etika profesi. Tentu tidak akan diperbolehkan jika sampai melakukan perbuatan menghalang-halangi penanganan perkara korupsi,” kata Febri.
”Saat ini belum bisa kami konfirmasi siapa tersangka dari kasus tersebut. Tetapi, memang prosesnya sudah di penyidikan,” ujar Febri.
Sebelumnya, KPK mencegah sejumlah orang yang diduga mengetahui peristiwa seputar pertengahan November 2017, yakni saat Novanto tidak ditemukan di rumahnya hingga mengalami kecelakaan di kawasan Permata Berlian, Jakarta Selatan.
Mereka yang dicegah ke luar negeri ialah Fredrich Yunadi (mantan kuasa hukum Novanto), Reza Pahlevi (ajudan Novanto), M Hilman Mattauch (mantan jurnalis Metro TV), dan Achmad Rudyansyah (mantan anggota tim kuasa hukum Novanto). Mereka dicegah per 6 Desember 2017 hingga enam bulan ke depan.
Mereka yang dicegah ke luar negeri ialah Fredrich Yunadi (mantan kuasa hukum Novanto), Reza Pahlevi (ajudan Novanto), M Hilman Mattauch (mantan jurnalis Metro TV), dan Achmad Rudyansyah (mantan anggota tim kuasa hukum Novanto).
Febri mengatakan, pencegahan ke luar negeri itu dilakukan karena mereka diharapkan berada di dalam negeri saat keterangannya diperlukan dalam proses penyelidikan dugaan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan terhadap tersangka Novanto ketika itu. Rangkaian tindakan menghalang-halangi penyidikan itu diduga terjadi pada pertengahan November 2017.
Pada 15 November, Novanto tidak berada di rumahnya ketika penyidik KPK berusaha menjemputnya. Pada 16 November malam, Novanto mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Mobil yang ditumpangi Novanto bersama ajudannya, Reza Pahlevi, dan dikemudikan oleh Hilman Mattauch, menabrak tiang penerangan di Jalan Permata Berlian. Novanto harus dirawat di Rumah Sakit Permata Medika karena kejadian itu.
Sebelum kecelakaan itu, kuasa hukum Novanto, yakni Fredrich Yunadi, dan anggota firma hukumnya, Achmad Rudyansyah, melaporkan unsur pimpinan KPK ke Bareskrim Polri, 10 November 2017, seusai penetapan Novanto kembali sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.
Fredrich dan tim kuasa hukum Novanto ketika itu melaporkan unsur pimpinan KPK, yakni Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, karena dinilai tidak mematuhi perintah hakim atau putusan pengadilan.