Beras Pengganti yang Tidak Dilirik
Meskipun beras Perum Bulog telah digelontorkan untuk menstabilkan harga, masyarakat tetap mencari beras medium yang semakin merangkak naik. Pedagang beras tetap menjual beras medium incaran masyarakat yang saat ini hampir Rp 12.000 per kilogram.
Yono (60), juragan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), tertegun melihat tumpukan karung beras bermerek ”Bulog”, dengan ukuran 15 kilogram per karung. Tumpukan karung itu pongah berdiri, dengan susunan tertinggi di antara tumpukan lain.
”Sudah dua hari ini tumpukannya masih tinggi. Dari kemarin yang keluar itu kurang dari 15 ton. Pedagang yang beli cuma sedikit,” kata Yono sambil menunjukkan beras operasi pasar (OP) ini di gudang berasnya, Kamis (11/1).
Saat ditanya penjualan beras medium I yang biasa dibeli masyarakat, Yono langsung bergegas menunjukkan tumpukan karung berukuran 50 kilogram yang terselip di antara beras yang tersusun rapi. Tidak sampai 10 karung yang tinggal bersusun. Yono menusukkan salah satu tumpukan karung berwarna kuning dengan menggunakan alat seperti tongkat berongga yang runcing di salah satu ujungnya, dan beras pun mengalir di ujung tongkat yang lain.
”Nah, ini yang sering dicari. Beda kan? Bandingkan dengan ini,” ujar Yono sambil menusukkan karung beras yang ia dapatkan dari OP. Dari genggamannya, terlihat jelas perbedaan antara beras medium dan beras OP.
Beras medium terlihat lebih bersih, bulir padi yang tidak banyak patah, dan berwarna putih. Sementara beras operasi pasar berbulir agak kekuningan; masih ada beberapa kotoran, seperti batu; dan lebih banyak yang patah. Dari genggaman Yono pun terlihat berbeda. Tangan yang menggenggam beras OP lebih berdebu dibandingkan tangan lainnya.
Sambil memperhatikan beras OP, ia berkata, ”Ini yang membuat beras OP tidak ada yang beli. Kualitasnya tidak sebagus medium. Makanya, orang-orang tetap mencari beras medium.”
Beras medium I yang berjenis IR 64 II semakin sulit dicari. Hal ini terjadi, kata Yono, karena banyak daerah yang gagal panen. ”Kemarin banyak yang gagal panen. Tempat saya mengambil beras di Sumedang, Cirebon, dan beberapa daerah lain, hasilnya tidak memuaskan. Saya juga bingung mau cari ke mana lagi,” katanya.
Hal yang sama juga diutarakan Mukhlis (60), pedagang beras lainnya di PIBC. Ia mengatakan mau tidak mau menjual beras OP karena stok dari daerah lain menipis. ”Menjual ini (beras OP) juga susah. Berasnya kekuningan. Penyimpanan beras kurang baik sepertinya,” ujar Mukhlis.
Tidak hanya di pasar induk, kesulitan penjualan juga dialami pedagang di pasar lain. Roby (31), pedagang beras di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengatakan sulit menjual beras yang berasal dari pemerintah ini. Meskipun lebih murah, katanya, pembeli kurang suka karena berasnya kurang bersih. Ia mengatakan, beras OP yang terjual belum sampai sekarung isi 50 kilogram, sedangkan beras lain yang lebih mahal telah terjual lebih dari satu karung 50 kilogram.
Hampir sama dengan yang ditemui di Pasar Induk, beras di Pasar Minggu lebih kuning dibandingkan dengan beras lain yang dipajang. Harga beras OP termurah dibandingkan yang lainnya, yaitu Rp 7.500 per liter. Penjual mengonversi satuan pembelian dari kilogram menjadi liter karena di Pasar Minggu masyarakat menggunakan satuan liter dalam membeli beras. ”Satu liter itu 8 ons. Kalau beras ini (OP), katanya tidak enak dimasak. Airnya lebih keruh,” katanya.
Salah seorang pembeli beras, Ida (40), tidak mau membeli beras OP. Saat ditawarkan, ia tetap menolak meskipun harganya jauh lebih murah. ”Saya tidak mau beli. Berasnya kotor. Saya lebih suka beli beras ini saja, lebih pasti bersihnya,” kata ibu rumah tangga ini sambil menunjuk baskom berisi beras. Di baskom tersebut tertancap informasi harga beras, Rp 10.000 per liter.
Dalam konferensi pers setelah rapat mengenai stabilitas beras, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku beras OP dari Perum Bulog memang memiliki kualitas yang lebih buruk dibandingkan beras medium yang ada di pasar. ”Beras OP ini menjadi alternatif bagi pembeli yang tidak sanggup dengan harga sekarang. Yang penting, tersedia beras yang terjangkau,” kata Enggar.
Ditemui terpisah, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya (PT FS) Arief Prasetyo mengatakan, untuk mengatasi kekurangan pasokan beras di Pasar Induk, beras Perum Bulog sebagai bagian dari OP mengisi hingga 36 persen dari 32.000 ton pasokan beras di PIBC awal tahun ini. Sebagai pengelola pasar, PT FS memiliki data sumber beras yang masuk ke pasar induk.
Dari data terakhir, Rabu (10/11), persentase beras Perum Bulog di PIBC masih yang terbesar, yaitu 36,62 persen, diikuti Jawa Tengah 19,07 persen, dan Karawang 11,20 persen. Sisanya berasal dar luar daerah, seperti Jawa Timur, Bandung, dan Sulawesi Selatan. ”Hari ini saja, dari 3.823 ton beras yang masuk, 1.486 ton berasal dari OP,” katanya.
Arief menjelaskan, penurunan stok ini sudah terjadi dari Oktober tahun lalu. Ia mengatakan, beras OP dari Perum Bulog ini digelontorkan untuk menjaga pasokan beras yang ada pasar induk, yaitu di atas 30.000 ton.
Beras OP inilah yang menumpuk di gudang-gudang beras, menanti pembeli yang bersedia mengonsumsi mereka. Yono menghela napas dan bersandar di kursinya yang terdapat sedikit remah-remah beras. ”Kalau mau kendalikan harga, turunkan beras yang berkualitas sama. Kalau seperti ini, beras medium akan terus naik,” ujar Yono. (DD12)