Atasi Gizi Buruk, Kemenkes Kirim Makanan Bernutrisi ke Asmat
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bantuan berupa paket makanan tambahan pemulihan dari pemerintah pusat mulai dikirimkan, Sabtu (13/1), ke Kabupaten Asmat, Papua. Diharapkan kondisi gizi buruk di daerah tersebut dapat segera selesai. Pemantauan status gizi pun akan diperkuat agar status gizi bisa meningkat.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doddy Izwardi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (13/1). Ia mengatakan, paket makanan tambahan pemulihan (PMT-P) harus segera diberikan saat masalah kesehatan seperti ini terjadi.
”Kami sudah mengirimkan 1-2 ton PMT-P dari pusat. Hari ini (Sabtu) mulai dikirim,” ujar Doddy.
Pemberian PMT-P diberikan kepada anak dengan gizi buruk dan gizi kurang agar status gizi mereka bisa optimal.
Doddy menyebutkan, saat terjadi kasus kejadian luar biasa terkait infeksi di suatu daerah, ketersediaan makanan harus mencukupi. Setidaknya, tersedia PMT yang biasanya berupa biskuit yang mengandung berbagai nutrisi untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak.
Selain pengiriman PMT-P, ujar Doddy, pihaknya juga akan menunggu laporan dari tim yang meninjau langsung ke daerah Asmat.
”Ada tim dari bagian gizi yang ikut turun sehingga terlihat penanganan tata laksana gizi buruk yang dilakukan. Kami akui, Papua merupakan daerah yang sulit untuk dijangkau,” lanjutnya.
Doddy mengatakan, penanganan gizi buruk di daerah Papua, terutama Asmat, harus lebih intensif. Setiap rumah sakit diharapkan bisa menangani gizi buruk dengan baik.
Penanganan gizi buruk di daerah Papua, terutama Asmat, harus lebih intensif. Setiap rumah sakit diharapkan bisa menangani gizi buruk dengan baik.
Selain itu, perlu adanya partisipasi semua sektor untuk memberikan layanan kesehatan langsung dengan mendatangi setiap rumah penduduk.
Berdasarkan data Kemenkes, prevalensi gizi buruk di Kabupaten Asmat pada 2017 sebesar 14,3 persen. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,1 persen.
Peningkatan tersebut juga terlihat dari kasus gizi buruk atau sangat kurus di daerah tersebut. Pada 2017, jumlah kasus gizi buruk tercatat sebesar 14,3 persen, sementara tahun 2016 sebesar 7,3 persen.
Doddy menuturkan, selama ini, Kemenkes sudah melakukan survei pemantauan status gizi di setiap kabupaten di seluruh Indonesia. Setiap pemerintah daerah diwajibkan untuk melaporkan status gizi wilayahnya sebagai bahan evaluasi di tingkat pusat.
”Kami juga sudah melakukan pendidikan serta pelatihan bagi tenaga ahli dan dinas kesehatan setempat. Sesuai regulasi yang berlaku, status gizi masyarakat seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat,” katanya.
Permasalahan nasional
Doddy menyebutkan, permasalahan yang terjadi di Kabupaten Asmat saat ini sudah menjadi permasalahan nasional. Untuk itu, penanganan harus dilakukan secara lintas kepentingan.
”Masalah ini merupakan bencana kemanusiaan, bukan lagi bencana kesehatan semata. Semua sektor harus turun tangan dan melakukan monitoring secara terus-menerus,” kata Doddy.
Menurut dia, pemberian makanan tambahan tidak cukup untuk mengatasi kasus gizi buruk di wilayah itu. Edukasi kepada pemerintah daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, terutama orangtua, harus lebih masif dilakukan.
”Anak-anak dengan gejala kurus harus langsung dikunjungi di rumahnya. Edukasi mengenai PMT yang benar juga dilakukan. Menu yang diberikan bisa disesuaikan dengan sumber daya alam yang dimiliki daerah setempat,” tuturnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi menyatakan, penanganan masalah gizi dan campak di Kabupaten Asmat sudah berjalan di tingkat kabupaten.
Untuk sementara, Kemenkes dan provinsi mendukung dan menunjang upaya yang berjalan saat ini. ”Sampai saat ini, petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat masih berada di lapangan untuk imunisasi massal campak. Kebutuhan obat juga dilaporkan masih cukup,” katanya.
Ia mengakui, akses untuk menjangkau daerah tersebut dinilai sulit. Infrastruktur yang kurang mendukung juga menjadi kendala di lapangan. Kemenkes akan melakukan beberapa penguatan pada beberapa aspek, seperti upaya surveilans, sistem kesehatan, dan status gizi masyarakat.
Akses untuk menjangkau daerah tersebut dinilai sulit. Infrastruktur yang kurang mendukung juga menjadi kendala di lapangan.
”Secara berkala, monitoring status gizi juga akan dilakukan agar kasus gizi buruk bisa segera diatasi,” ujar Oscar.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Endang Laksminingsih Achadi mengatakan, gizi buruk merupakan permasalahan akut sehingga bisa terjadi secara berulang.
”Gizi buruk pada anak harus segera diatasi. Dalam jangka panjang bisa mengurangi kemampuan kognitif seseorang dan berisiko mengalami penyakit katastropik,” ucap Endang.
Rentan infeksi
Anak dengan masalah gizi buruk, terutama pada anak balita, biasanya rentan mengalami infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan atas, diare, dan campak. Saat status gizi anak menurun, daya tahan tubuh anak juga akan menurun dan memudahkan tertular penyakit lain.
Endang mengakui, permasalahan yang dihadapi di daerah Papua tergolong kompleks. Menurut dia, mulai dari pemberian vaksinasi, sanitasi, kebersihan air konsumsi dan lingkungan, pendidikan, hingga faktor ekonomi tidak dijaga secara optimal. ”Padahal, semua hal ini yang menjadi pemicu masyarakat mengalami gizi buruk,” lanjutnya.
Ia juga menyebutkan, mengatasi masalah gizi buruk harus dilakukan dalam jangka waktu panjang. Setelah status gizi anak optimal, pemantauan harus terus dilakukan, termasuk dengan memperbaiki pola asuh dan pemberian nutrisi dari orangtua.
Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat harus lebih masif memberikan sosialisasi ke masyarakat terkait pemenuhan nutrisi anak. Penguatan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) harus dijalankan.
”Seribu HPK ini meliputi 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun sejak anak dilahirkan,” ucap Endang.
Ia menambahkan, penyuluhan terkait program ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan pendamping ASI, dan pemantauan status gizi harus digalakkan.
”Penguatan beberapa aspek ini harus secara komprehensif dilakukan, terutama oleh pemerintah daerah setempat,” ujar Endang. (DD04)