JAKARTA, KOMPAS — Operasi pasar menggunakan beras khusus impor akan berlangsung pada Februari 2018. Pendistribusiannya dilakukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PT PPI (Persero) yang bekerja sama dengan jaringan pedagang beras.
Pemerintah dan Satuan Tugas Pangan akan mengawasi operasi pasar beras khusus itu agar beras tidak dioplos. Dengan demikian, harga beras sampai di tangan konsumen sebesar harga eceran tertinggi (HET) beras medium di daerah produsen, yakni Rp 9.450 per kilogram.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jakarta, Jumat (12/1), mengatakan, beras khusus tersebut bukan beras premium. Beras itu memiliki butiran pecahan maksimal 5 persen dan tidak diproduksi di Indonesia.
Beras itu akan didistribusikan sebelum panen raya sehingga tidak akan merugikan petani. ”Saya tidak ingin petani dan masyarakat kecil terbebani. Dengan harga beras yang tinggi, mereka mengurangi konsumsi beras harian. Impor dilakukan untuk menjaga kepentingan konsumen. Kalau tidak impor, risiko politisnya lebih besar ketimbang impor karena menyangkut daya beli masyarakat kecil,” kata Enggartiasto.
Menurut Enggartiasto, penunjukan PT PPI sebagai pengimpor beras khusus sebanyak 500.000 ton itu sudah dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. Impor itu menggunakan dana komersial PT PPI, bukan dana negara. Selain itu, pemerintah juga menghindari tudingan beras impor dioplos dengan stok beras lama jika impor dilakukan oleh Perum Bulog.
Secara terpisah, Direktur Utama PT PPI Agus Andiyani menjelaskan, impor beras khusus dari Thailand dan Vietnam itu akan direalisasikan bertahap melalui kerja sama dengan pihak swasta. Harga beras khusus dengan tingkat kepecahan di bawah 5 persen per akhir Desember 2017 sekitar 406 dollar AS per ton. Dengan nilai tukar Rp 13.362 per dollar AS kemarin, harga beras khusus itu Rp 5.425.000 per ton atau sekitar Rp 5.425 per kg.
Dikendalikan
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance, Bustanul Arifin, berpendapat, kebijakan impor beras khusus dapat meredam kenaikan harga. Namun, ia mengingatkan, distribusi beras khusus ke pasar harus tetap dikendalikan sehingga tidak mengganggu beras petani saat memasuki panen raya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa berpendapat, pemerintah perlu mewaspadai dampak impor beras terhadap anjloknya harga gabah petani. Sebab, keputusan impor dan realisasi kedatangan beras relatif dekat dengan masa panen musim rendeng yang diperkirakan mulai Februari 2018.
Caranya, antara lain, dengan hanya mendistribusikan beras impor ketika harga beras medium di pasaran sudah mencapai titik rawan, misalnya Rp 13.000 per kilogram. Selain itu, pemerintah perlu menghentikan operasi pasar menjelang panen raya pada bulan Maret 2018.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Purworejo Eko Anang Sofyan W meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras. Sebab, dikhawatirkan merusak harga beras petani di awal musim panen pada Februari mendatang.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan, pemerintah menjamin harga gabah tak akan jatuh kendati ada beras impor. Bulog siap menyerap gabah dari petani dengan harga yang sudah ditetapkan.
”Kalau harga beras di atas harga patokan, Bulog harus menjual. Tapi, karena stok (Bulog) turun, dia harus impor dulu baru menjual. Kalau turun harga (di tingkat petani), Bulog harus membelinya supaya naik harga. Begitu sistemnya,” kata Wapres Kalla.
Tekanan kenaikan harga beras medium telah merembet ke beras premium. Kekurangan suplai beras medium membuat konsumen beralih ke beras premium sehingga mendorong harganya jadi lebih tinggi daripada HET.
Di pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta, kemarin, beras setra premium dijual Rp 11.000-Rp 16.500 per kg atau rata-rata dari seluruh pasar Rp 12.718 per kg. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis DKI Jakarta, harga beras jenis itu terus naik dari Rp 12.068 per kg pada 1 Januari 2018.