logo Kompas.id
UtamaKetua KPK: Jangan Coba Hambat
Iklan

Ketua KPK: Jangan Coba Hambat

Oleh
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ToKRLBlbSpCwY9Pd8sxl2948Jok=/1024x1024/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2017%2F08%2F465366_getattachment2c62d58c-08e2-4e82-bcad-c4e5418120e7456751.jpg
Kompas/Priyombodo

Ketua KPK Agus Rahardjo.

JAKARTA, KOMPAS — Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi menuntaskan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik tak akan berhenti. Siapa pun yang berusaha menghambat penyidikan korupsi tersebut akan ditindak tegas. Setelah Bimanesh Sutarjo, dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, lalu Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, KPK juga akan menindak pihak-pihak lainnya.

”Siapa pun, pokoknya, KPK tak pilih-pilih. Bukti rekaman (percakapan) dokter dan pengacara sudah ada, (mereka) kami tangkap dan tahan. Jika ada hasil pengembangannya, oknum wartawan, ajudan, atau pihak lain akan kami tangkap dan tahan juga,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dihubungi Kompas, Sabtu (13/1), di Jakarta.

Menurut Agus, jika langkah-langkah pemberantasan korupsi yang masif di negeri ini tanggung-tanggung dijalankan, korupsi akan terus tumbuh subur dan merajalela. ”Pemerintah yang tengah membangun dengan anggaran besar tak akan efektif karena dananya dikorupsi. Lihat pengadaan KTP-el yang dikorupsi itu, hingga kini masih ada persoalan. Karena itu, kasus ini harus dituntaskan. Jangan coba-coba menghambat,” ujarnya.

Kasus ini harus dituntaskan. Jangan coba-coba menghambat

Setelah diperiksa penyidik KPK sekitar 13 jam sejak kedatangannya, Jumat (12/1), pukul 09.30, Bimanesh, dokter pensiunan polisi dan ahli penyakit dalam itu, akhirnya ditahan di Rumah Tahanan Guntur. Ia diduga bersama-sama Yunadi, pengacara Setya Novanto, berusaha merintangi penyidik KPK saat mengusut kasus korupsi KTP-el atas nama tersangka Novanto.

https://cdn-assetd.kompas.id/sDSZhY8oCUZpc06GU04M5j1PcCo=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2017%2F11%2F20171116H1_ENGLISH-SETYA-NOVANTO_A_web.jpg
Kompas/Danu Kusworo

Fredrich Yunadi saat menunjukkan foto Setya Novanto sedang dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Kamis (16/11/2017) malam.

Iklan

Yunadi, yang juga dipanggil KPK pada hari yang sama, justru mangkir. Lewat kuasa hukumnya, Sapriyanto Refa, Yunadi dalam suratnya beralasan tengah menjalani proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di organisasi profesinya. Namun, hingga sore hari, Yunadi tetap tidak hadir. KPK kemudian menangkap dan membawanya ke KPK. Seusai diperiksa sekitar 12 jam, Yunadi ditahan satu rutan dengan Novanto di belakang gedung utama KPK. Sebelumnya, Bimanesh dan Yunadi ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (10/1).

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, terkait kasus ini, KPK telah meminta keterangan dari 35 orang, baik saksi maupun ahli (Kompas, 11/1). Eks kontributor salah satu televisi swasta, Hilman Mattauch, termasuk yang diperiksa KPK. Hilman dimintai keterangannya pada hari Selasa (9/1) dalam posisi sebagai sopir mobil yang ditumpangi Novanto saat menabrak tiang listrik di Permata Hijau.

Integritas profesi diuji

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, penangkapan Yunadi dilakukan secara patut dengan mengacu Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). ”Tim membawa surat perintah penangkapan dengan aturan hukum. Jadi, keliru jika ada pihak yang mengatakan (penangkapan) bisa dilakukan setelah dipanggil tiga kali,” ujar Febri.

Menurut dia, perbuatan Yunadi menghindarkan Novanto dari penyidikan KPK dengan menciptakan skenario kecelakaan lalu lintas pada 16 November 2017 dinilai melawan hukum dan melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Namun, menurut Yunadi, upayanya melindungi klien malah dianggap sebagai upaya melawan hukum.

”Hari ini, KPK bisa memperlakukan saya seperti ini, semua advokat akan diperlakukan sama. Ini akan diikuti oleh kepolisian dan jaksa. Jadi, dikit-dikit dianggap menghalangi,” ujar Yunadi.

Atas kasus serupa ini, KPK sudah memproses mantan anggota DPR dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani, yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dipidana 5 tahun penjara. Selain itu, ada juga mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar, Markus Nari, yang perkaranya masih disidik di KPK. Markus diduga berusaha memengaruhi Miryam memberikan keterangan tak benar di sidang KTP-el.

Advokat senior Todung Mulya Lubis mengatakan, sejumlah pihak diuji integritasnya dalam menjalankan profesi. Sebagai advokat, saat menjalankan tugas memang memperoleh impunitas atau dilindungi hukum dari gugatan perdata dan pidana. Namun, jika jaminan impunitas itu digunakan untuk menyembunyikan klien dari penyidikan, itu tak semestinya dikategorikan sebagai pembelaan profesional dalam profesi hukum.

Hal senada disampaikan ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. KPK dapat menindak tegas sejumlah pihak yang merintangi penyidikan meski dengan dalih profesi. Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Zaenal Abidin, mengatakan, setiap dokter harus mawas diri menjalankan fungsinya sehingga tidak mudah dianggap merintangi penyidikan.

KOMPAS TV
KPK resmi menahan mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi.  Penahanan Fredrich setelah diperiksa selama 10 jam oleh penyidik KPK.
Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000