OK OCE Dinilai Tak Berniat Bantu UMKM, Bunga Kredit Jadi Beban
JAKARTA, KOMPAS — Skema pinjaman Bank DKI Jakarta sebesar 13 persen bagi peserta program One Kecamatan One Center Entrepreneurship dinilai memberatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Jika skemanya seperti itu, program One Kecamatan One Center Entrepreneurship (OK OCE) tidak memiliki niat membantu masyarakat kecil seperti yang dijanjikan pada masa kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur DKI tahun lalu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengungkapkan hal itu di Jakarta, Minggu (14/1). Padahal, katanya, program tersebut dirancang untuk memberdayakan masyarakat melalui kemandirian berwirausaha.
Huda menjelaskan, dari data Otoritas Jasa Keuangan, suku bunga kredit usaha komersial berada dalam kisaran 10-16 persen. Ia berpendapat, OK OCE menjadi program sosialisasi yang tidak menyasar kebutuhan modal pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Seharusnya, lanjut Huda, program OK OCE menjadi alternatif pinjaman masyarakat, terutama bagi yang tidak bisa mengakses kredit usaha rakyat di bank komersial lainnya.
”Jika skemanya seperti ini, OK OCE tidak memiliki niat untuk memberikan kredit khusus. Ini tidak akan membantu masyarakat kecil seperti yang dijanjikan waktu kampanye,” ujarnya merujuk pada kampanye lalu dari Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno.
Jika skemanya seperti ini, OK OCE tidak memiliki niat untuk memberikan kredit khusus. Ini tidak akan membantu masyarakat kecil seperti yang dijanjikan waktu kampanye.
Pengamat ekonomi dari PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, di Jakarta, Minggu, menyatakan, suku bunga 13 persen itu terlalu tinggi jika pinjaman ditujukan kepada UMKM. Bahkan, bunga 13 persen itu lebih tinggi daripada bunga modal kerja biasa yang berkisar 11 persen.
”Angka 13 persen tentunya sangat memberatkan UMKM, yang suku bunganya bahkan lebih tinggi daripada bunga investasi yang berkisar 12 persen. Padahal, sebaiknya bunga kredit untuk UMKM itu satu digit saja,” ucapnya.
Menurut Lana, pemerintah perlu memberikan subsidi yang bisa mengurangi beban pelaku UMKM dalam membayar bunga yang ditawarkan atau memilih untuk menggunakan bank dan lembaga peminjaman yang memberikan bunga lebih rendah.
Dalam pemberitaan Kompas, 10 Oktober 2017, disebutkan bahwa dalam jajak pendapat Litbang Kompas, 63,7 persen warga setuju dengan program OK OCE karena dinilai mampu memberdayakan UMKM.
Adapun pada jajak pendapat Kompas hari Minggu (7/1), harapan masyarakat mengenai realisasi program OK OCE berada di peringkat ke-4 dengan persentase 11,8 persen setelah penghentian reklamasi (14,8 persen), KJP Plus (21,8 persen), dan DP rumah nol rupiah (25,3 persen).
Hanya jadi beban
Tasuah (42), pengusaha media pertanian, menuturkan, bunga 13 persen masih terlalu mencekik jika dibandingkan dengan bunga kredit bank lainnya. Ia berujar, bunga setinggi itu hanya akan menjadi beban bagi pengusaha.
”Kalau bunga setinggi itu, kami akan kesulitan mendapatkan keuntungan. Apalagi saat penjualan sedang lesu seperti sekarang,” katanya.
Saat ditanya mengenai OK OCE, Tasuah, pengusaha media pertanian, kurang berminat dengan program itu karena dinilai mempersulit usahanya.
Saat ditanya mengenai OK OCE, Tasuah kurang berminat dengan program ini karena dinilai mempersulit usahanya. ”Sekarang masyarakat sudah pintar, sudah bisa membandingkan. Lebih baik saya ambil pinjaman dari bank lain saja,” ujarnya.
Senada dengan Tasuah, Ahmad (40), pedagang bunga di kawasan Palmerah, mengaku belum pernah dipanggil kelurahan untuk mengikuti program wirausaha besutan pasangan Anies-Sandi ini. Ia berharap, program ini bisa membantunya dalam membuka usaha.
”Untuk penjualan saja bingung, apalagi mau bayar utang ditambah kredit. Kalau bisa, jangan beri kami bunga yang terlalu tinggi. Itu sama saja membebani rakyat kecil seperti kami,” tutur Ahmad.
Keterampilan berwirausaha
Tidak hanya modal, pelaku UMKM juga membutuhkan pemberdayaan di bidang manajemen keuangan dan pemasaran.
Director Empowerment International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Edo Rinaldo mengatakan, pemerintah seharusnya berperan menjadi inkubator bisnis serta mengakselerasi pelaku UMKM untuk mendapatkan pengetahuan serta praktik manajemen keuangan dan pemasaran yang baik.
Kami tidak hanya butuh modal, tetapi kemampuan keuangan yang teratur dan pasar yang terbuka lebar untuk kami. Dengan itu, kami bisa mandiri.
”UMKM butuh modal, tetapi pemerintah harus bisa melihat apa saja kebutuhan dari modal itu dan sejauh mana mereka bisa mengaturnya. Pelaku UMKM jago membuat produk yang keren. Tapi, kalau tidak jelas pemasukan dan pengeluaran perusahaannya, itu akan merugikan mereka sendiri,” tuturnya.
Pengusaha usaha rintisan (start up) byurbyur.com ini juga menambahkan, pembiayaan diperlukan untuk menaikkan skala UMKM. Namun, Edo berujar, jika pinjaman diberikan kepada UMKM yang hanya bisa menadahkan tangan, dana yang dipinjamkan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Saat ditanya, Tasuah juga mengungkapkan keinginannya untuk bisa memiliki manajemen keuangan yang baik.
”Kami tidak hanya butuh modal, tetapi kemampuan keuangan yang teratur dan pasar yang terbuka lebar untuk kami. Dengan itu, kami bisa mandiri,” ucapnya. (DD12)