Jalan Pancoran Dibuka, Perpindahan ke Angkutan Umum Sulit
JAKARTA, KOMPAS - Jalan Layang Pancoran di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, sudah beroperasi pada Senin (15/1).
Rencananya, jalan itu dibangun untuk mengurangi tingkat kemacetan di DKI Jakarta yang kian parah. Namun, pembukaan jalan itu justru mempersulit usaha pemerintah untuk mengajak masyarakat berpindah moda transportasi dari pribadi ke umum.
Jalan layang Pancoran panjangnya 870 meter dengan lebar sekitar delapan meter. Jalan itu membentang dari Jalan MT Haryono sampai Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Jalan layang tersebut mulai dibuka sejak pukul 06.00. Tetapi, baru satu lajur saja yang dibuka.
Pola berkendara masyarakat masih ingin dipelajari lagi untuk menambah keamanan berkendara karena ada tambahan volume kendaraan saat turun di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Selain itu, sebagian badan jalan juga termakan oleh adanya pengerjaan proyek light rail transit (LRT).
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Priyanto mengatakan, masih akan mengamati perkembangan dari pengoperasian Jalan Layang Pancoran selama seminggu.
“Kami pelajari dahulu bagaimana perilaku para pengendara ini. Faktor keamanan berkendara menjadi yang utama, melihat itu di bawah (Jalan Gatot Subroto) ada penyempitan jalan,” kata Priyanto, Senin.
Kami pelajari dahulu bagaimana perilaku para pengendara ini. Faktor keamanan berkendara menjadi yang utama.
Priyanto menambahkan, jalan layang itu boleh dilalui oleh mobil dan motor. Sementara, Transjakarta tidak melintas jalan layang tersebut karena halte busnya terletak di bawah jalan layang itu.
Berdasarkan pantauan, kendaraan yang melaju dari arah Cawang, Jakarta Timur, tampak leluasa melintas di Jalan Layang Pancoran. Mobil dan motor bisa memacu dengan kecepatan lebih dari 30 kilometer per jam.
Akan tetapi, ketika turun di Jalan Gatot Subroto, laju mereka melambat hingga di bawah 10 kilometer per jam.
Hal itu disebabkan oleh bertambahnya volume kendaraan saat turun di Jalan Gatot Subroto, karena ada kendaraan lain yang masuk dari arah Pasar Minggu dan Tebet, Jakarta Selatan.
Meski badan jalan itu lebarnya masih sekitar tujuh meter, banyaknya volume kendaraan membuat kepadatan lalu lintas tidak dapat dielakkan.
Namun, Priyanto menjelaskan, dibangunnya jalan itu merupakan upaya untuk mengurangi kemacetan.
Ia mengatakan, sebelum jalan layang itu dibangun total kendaraan yang melintas di Jalan MT Haryono berjumlah 11.306 kendaraan per jam.
Sebanyak 2.913 kendaraan berada di kaki timur (jalan masuk) Jalan Layang Pancoran. Sebesar 60 persennya atau sekitar 1.750 kendaraan bermotor itu menuju ke arah Semanggi, Jakarta Pusat. “Ini otomatis kendaraan-kendaraan bermotor tidak menumpuk di satu titik saja. Mereka ada alternatif untuk lewat jalan atas,” kata Priyanto.
Pengamat Transportasi dari Institut Studi Transportasi Dedy Herlambang menyatakan ketidaksetujuan terhadap upaya pengurangan kemacetan dengan pembukaan jalan.
Bagi Dedy, kemacetan bisa ditekan dengan menekan jumlah kendaraan bermotor.
Kita makin sulit mengajak orang untuk berpindah ke angkutan umum. Bisa-bisa prasarana transportasi umum yang sedang dibangun ini sia-sia.
“Kalau menambah jalan, angka pertumbuhan kendaraan bermotor itu sangat tinggi. Saat ini, kendaraan bermotor tumbuh hingga 1,6 persen per tahun, sedangkan jalan hanya tumbuh 0,001 persen per tahun,” kata Dedy, saat dihubungi, pada Senin siang.
“Kalau ada opsi jalan tambahan, orang jadi lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Hal yang juga saya sayangkan adalah pembukaan kembali Jalan MH Thamrin dan Sudirman untuk sepeda motor,” kata Dedy.
“Kita makin sulit mengajak orang untuk berpindah ke angkutan umum. Bisa-bisa prasarana transportasi umum yang sedang dibangun ini sia-sia.”
Menurut Statistik Transportasi Jakarta 2016, total jumlah kendaraan yang ada di DKI Jakarta itu sebanyak 18 juta. Secara keseluruhan, pertumbuhan kendaraan per tahun itu mencapai 5,35 persen.
Sementara itu, jumlah sepeda motor menjadi yang terbesar yaitu 13,31 juta dengan pertumbuhan 5,30 persen per tahun. Terbanyak kedua adalah mobil penumpang dengan jumlah 3,52 juta dan bertumbuh 6,48 persen per tahun.
Dengan tingginya jumlah kendaraan pribadi menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadinya itu tinggi.
Dedy menyatakan, dengan tingginya jumlah kendaraan pribadi menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadinya itu tinggi.
Hal yang perlu dilakukan adalah mengubah cara pikir masyarakat agar menggunakan kendaraan umum.
“Tetapi, mengubah mindset publik memerlukan waktu puluhan tahun. Terlebih jika tidak ada paksaan untuk pindah ke angkutan umum,” kata Dedy.
Sarana transportasi umum pun belum memadai dan masih dianggap kurang memuaskan. Hal itu diungkapkan oleh Setyo (35), karyawan swasta.
“Saya harus masuk sekitar pukul 08.00. Rumah saya dengan kantor jaraknya cukup jauh, sekitar 25 kilometer. Sekarang, transportasi umum pun masih ada yang sering molor, lebih baik saya naik sepeda motor. Saya bisa menyalip lewat sela-sela kemacetan,” ujar Setyo.
Terkait keamanan bangunan jalan layang, Kepala Bidang Simpang dan Jalan Tak Sebidang Dinas Binamarga DKI Jakarta Heru Suwondo mengatakan, konstruksi jalan layang itu sudah siap sepenuhnya untuk dilalui.
Meski demikian, sertifikasi uji beban untuk jalan layang itu belum dikantongi. “Kami sudah berkoordinasi dengan Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ), sertifikasinya akan dikeluarkan nanti. Ini diuji sambil dioperasikan,” kata Heru.
Jalur bawah tanah
Saat ini, pembangunan jalur bawah tanah di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, masih terus dilakukan. Jalur bawah itu menghubungkan wilayah Kuningan dengan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Pihak kontraktor tengah menggenjot pembangunan itu agar dapat selesai pada April ini.
Achmad Nurrudin, Engineering Project Manager dari PT Adhi Karya, mengatakan, pembangunan jalur bawah tanah itu progresnya telah mencapai 84,06 persen. Persentase itu melebihi dari target yang mereka tentukan yang hanya 80 persen.
“Saya yakin pembangunan bisa diselesaikan tepat waktu. Ini kami kejar terus supaya bisa selesai tepat waktu,” kata Achmad, saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin sore.
Jalur bawah tanah itu memiliki lebar jalan 14-16 meter dengan dalam sekitar enam meter.
Nantinya jalan akan dibagi menjadi dua lajur, untuk menuju dari Kuningan ke Mampang Prapatan dan sebaliknya.
Masing-masing lajur berlebar sekitar tujuh meter. Lajur satu dengan yang lain dipisahkan oleh pembatas yang terbuat dari beton.
Terowongan dari arah Mampang Prapatan sudah selesai dibuat. Sejumlah alat berat masih bekerja membuat terowongan menuju ke arah Kuningan.
Achmad menceritakan, kendala saat mengerjakan proyek itu adalah pemindahan utilitas seperti saluran air, listrik, dan gas.
Pengerjaan sempat molor karena pihak-pihak terkait tidak kunjung menggarap pemindahan utilitas itu.
Semula, pemindahan utilitas dijadwalkan rampung pada Oktober atau November 2017. Tetapi, pada praktiknya, pemindahan utilitas baru bisa diselesaikan pada Desember 2017.
Adanya pengerjaan proyek itu juga memberi dampak kemacetan. Mulai pukul 16.00, kendaraan bermotor memadati Jalan Rasuna Said, baik dari arah Mampang Prapatan menuju Kuningan ataupun sebaliknya. Jalan itu menyempit hingga sekitar empat meter saja.
Mobil hanya bisa melaju dengan kecepatan di bawah 10 kilometer per jam, sedangkan motor paling cepat melaju dengan kecepatan 10 kilometer per jam.
Para pengendara motor lebih banyak mengerem karena padatnya lalu lintas daripada memacu kendaraan sekencang-kencangnya. (DD16)