Dolores Pergi, Suaranya Tetap Abadi
Pertengahan 2000-an, seorang rekan menambahkan embel O’Riordan di belakang namanya. Tak hanya nama, rambut pendek, dan seleranya berseberangan dengan gadis muda lainnya yang gandrung musik Melayu mendayu-dayu atau band pop mancanegara saat itu. Tak lain dan tak bukan, ia mengikuti penyanyi kesukaannya, Dolores Mary Eileen O’riordan, vokalis The Cranberries.
Pengaruh The Cranberries, bersama personel perempuan satu-satunya, Dolores yang saat itu berumur 30-an tahun, memang menembus zaman. Bahkan ketika band asal Irlandia tempatnya sedang vakum sejak 2003, nada-nada mereka tetap melekat di telinga dan hati penggemarnya.
Sebelum vakum, The Cranberries—yang juga digawangi Noel Anthony Hogan (gitar), Michael Gerard Hogan (bas), dan Fergal Patrick Lawler (drum)—telah menggertak dunia dengan lima albumnya. Album terakhir mereka ketika itu, Wake Up and Smell the Coffee, yang dirilis pada 2001, terjual lebih dari 1 juta keping di seluruh dunia.
Ada bayi mati karena problem politik kata Dolores dalam wawancara dengan ’Kompas’ di Hotel Hilton, Jakarta, Rabu siang, 22 Agustus 2002.
Agustus 2002, mereka untuk pertama kali menggelar konser di Indonesia. Dolores, yang berbadan ceking dan tinggi badan sekitar 160 sentimeter, adalah panglima. Dengan nada falseto yang tajam, dia mengomando harmoni di Stadion Tenis Tertutup, Senayan, Jakarta.
”Zombie” menjadi ”lagu wajib” penggemar Cranberries. Lagu rock itu juga bisa menjadi himne bagi mereka yang antikekerasan. ”Zombie” diilhami peristiwa ledakan bom di London pada awal 1990-an yang menewaskan anak-anak. Sungguh ironis memang, ”Ada bayi mati karena problem politik,” kata Dolores dalam wawancara dengan Kompas di Hotel Hilton, Jakarta, Rabu siang, 22 Agustus 2002.
Dolores memang memiliki visi yang jelas. ”Zombie”, salah satu lagu yang ada dalam album No Need To Argue, adalah kunci dan album kedua mereka tersebut adalah pintu kesuksesan mereka sekaligus jalan mereka untuk menunjukkan sikap terhadap dunia. Sebanyak 13 lagu di album tersebut diciptakan oleh Dolores, yang beberapa di antaranya dibuat bersama Noel Hogan. Album No Need To Argue dan ”Zombie” adalah magnum opus mereka.
Zombie memang pengejawantahan sikap dan laku pikir Dolores. Di lagu tersebut, dia meledak sekaligus mengajak orang berpikir ulang. Mari kita simak liriknya: another mother’s breaking/ heart is taking over/ when the violence causes silence/ we must be mistaken//.
”Saya punya suara dan bakat, dan saya dapat menggunakan itu jika diperlukan. Ada baiknya, kan, kita menolong orang yang disepelekan,” kata perempuan berambut pendek dengan kedua lengan bertato itu.
Lewat musik rock itulah The Cranberries, bahasa gagahnya, mencoba memberikan penyadaran kepada mereka yang mabuk kekuasaan dan tidak dapat mengontrol kekuatan yang dimiliki.
Saya punya suara dan bakat, dan saya dapat menggunakan itu jika diperlukan. Ada baiknya, kan, kita menolong orang yang disepelekan.
Dolores mengibaratkan lagu yang disampaikan bandnya itu sekadar sebagai paparan isu. Syukur-syukur isu itu didengar orang yang mungkin belum mendengar jeritan korban. Itu bisa tentang bahaya radiasi nuklir, menipisnya lapisan ozon, sampai derita Bosnia.
Si bontot yang bipolar
Dolores adalah anak bontot dari tujuh bersaudara. Kehidupannya sederhana, jika tidak ingin dibilang tidak berkecukupan. Dia biasa berbagi ranjang bersama lima saudara laki-laki, dan satu saudara perempuan yang lebih tua darinya. Namun, dia menjalani hidup dengan bahagia.
”Masa kecil yang nyaman, semuanya berkumpul,” ucapnya ketika diwawancara The Telegraph pada 2001.
Rumahnya terletak sekitar 18 kilometer dari kota Limerick, Irlandia. Tepatnya di Ballybricken, sebuah wilayah peternakan dengan cuaca yang dingin. Dolores senang bernyanyi, itu pasti. Pada usia 18 tahun, dia mengikuti audisi band bernama The Cranberry Saw US, yang kelak menjadi The Cranberries. Sejak Dolores mengeluarkan suaranya, personel band tersebut sudah yakin mereka mendapatkan seorang vokalis andal.
Album pertama mereka rilis pada 1993, berjudul Everybody Else is Doing It, So Why Can’t We?. Single ”Linger” dan ”Dreams” merebak ke berbagai belahan dunia. Dolores dan The Cranberries semakin menjadi pujaan di tengah kepungan musik grunge yang sedang meraja di kalangan anak muda ketika album kedua mereka dirilis setahun setelahnya. Album mereka terjual jutaan kopi. Penggemar, konser, dan tur terus berdatangan.
Ketenaran menaungi mereka. Selayaknya mereka yang berada di puncak ketenaran, wawancara yang melelahkan dan kebosanan yang melanda harus dijalani dan dialami Dolores. Dia mengalami masa-masa yang membuatnya ingin mundur dan berhenti dari tur panjang. Dolores juga paranoid dan merasa terus diawasi.
Di usia mudanya tersebut, Dolores menikah dengan Don Burton, manajer tur band Duran-Duran. Dia melahirkan anak pertamanya ketika berumur 25 tahun, lalu hidupnya membaik setelah itu. Pernikahan Dolores dan Burton dikaruniai tiga anak meski pernikahan mereka berakhir pada 2014.
Tahun berselang, The Cranberries lalu beristirahat dari 2003 hingga tur reuni pada 2009 dan menelurkan album baru pada 2011, berjudul Roses. Album ini membuat The Cranberries kembali mendapat tempat di hati penggemarnya.
Namun, Dolores tidak lagi sama. Dia mengakui mengidap bipolar. Hal itu diterangkannya setelah pada 2014, ibu tiga anak ini menyerang petugas kepolisian dan pramugari dalam penerbangan dari New York ke Irlandia. Dia juga diketahui pernah menjadi korban kekerasan seksual pada masa kecilnya.
Ketika saya meninggal, saya akan memiliki katalog lagu-lagu indah yang indah di belakangku. Saya bangga saya menulis ’Linger’, saya bangga saya menulis ’Dreams’.
Dolores dan The Cranberries tetap melaju. Mereka kembali merilis album pada 2017 yang diberi judul Something Else.
Dan, pertengahan Januari, petang waktu London, Dolores dinyatakan meninggal. Perempuan yang sering tampil dengan potongan rambut cepak itu meninggalkan keluarga, penggemar, dan rekannya pada usia 46 tahun. Sebuah kabar yang mengentak pada awal tahun, tepat ketika The Cranberries menggarap album terbaru. Penggemar musik pun berduka.
Dolores pernah memiliki pemikiran, ”Ketika saya meninggal, saya akan memiliki katalog lagu-lagu indah yang indah di belakangku. Saya bangga saya menulis ’Linger’, saya bangga saya menulis ’Dreams’. Saya suka ketika saya mendengar orang-orang membuat versi cover lagu-lagu saya. Saya menulis itu! Tuhanku! Saya sangat bangga dengan diri saya sendiri.”
Dan, jika kamu membaca ini, Dolores, semua pendengarmu bangga kepadamu. Suaramu abadi meski letusan senjata terus terjadi di berbagai belahan dunia. (MIRROR)