JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah Papua diminta berbenah karena kemampuan manajemen birokrasi belum mumpuni. Kondisi itu memperparah ketertinggalan masyarakat yang hidup dalam kondisi sosial ekonomi yang sulit. Kejadian luar biasa campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua, dinilai sebagai salah satu dampak dari kondisi tersebut.
Ketua Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada Bambang Purwoko saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (16/1), mengatakan, pemerintahan di Papua belum berorientasi pada pelayanan masyarakat. Pendekatan yang digunakan pemerintah cenderung formalistis dan tidak berdasar pada kebutuhan masyarakat.
”Puskesmas tidak dibangun di wilayah yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat, tetapi dibangun di wilayah yang mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan kepentingan pembangunan fisik,” kata Bambang. Data terkait kesehatan masyarakat pun tidak dimiliki pemerintah.
Pemerintahan di Papua belum berorientasi pada pelayanan masyarakat. Pendekatan yang digunakan pemerintah cenderung formalistis dan tidak berdasar pada kebutuhan masyarakat.
Sejak 1999 hingga saat ini, Bambang aktif melakukan penelitian, pendampingan pemerintah, dan advokasi kebijakan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Ia juga pernah menjadi Ketua Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Puncak, Papua, periode 2003-2005.
Penyelesaian masalah sosial, lanjut Bambang, belum menjadi prioritas pemerintah. Masalah-masalah strategis, seperti pemenuhan kebutuhan sanitasi dan air bersih, tidak menjadi program prioritas.
Perilaku sehari-hari pejabat tidak menunjukkan komitmen pelayanan. Mereka lebih banyak berada di luar daerah pemerintahannya ketimbang melaksanakan tugas. ”Mereka belum memiliki keahlian dalam mengelola pemerintahan,” ujar Bambang.
Ia menilai, hal itu berakibat pada status otonomi khusus yang diberikan pemerintah pusat menjadi belum berjalan optimal. Anggaran dana besar yang diberikan setiap tahun pun belum berguna secara efektif.
Perilaku sehari-hari pejabat tidak menunjukkan komitmen pelayanan. Mereka lebih banyak berada di luar daerah pemerintahannya ketimbang melaksanakan tugas.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sigit Priohutomo mengatakan, dana otonomi khusus bagian kesehatan untuk Provinsi Papua sebesar Rp 1,3 triliun per tahun. Menurut dia, semestinya kebutuhan kesehatan masyarakat tercukupi dengan dana sebesar itu.
Sinergi pendidikan dan kesehatan
Menurut Bambang, ketertinggalan di bidang pendidikan menyebabkan tingkat pemahaman yang rendah di segala aspek. Pemerintah yang tidak kompeten melaksanakan tugas merupakan buah dari proses pendidikan yang tidak mumpuni.
”Banyak pejabat yang meraih gelar sarjana, magister, dan doktor, tetapi tidak diiringi dengan tingkat pemahaman yang setara dengan gelarnya,” ucap Bambang.
Dalam beberapa penelitiannya, Bambang pun kerap menemukan pelajar sekolah menengah atas (SMA) yang belum bisa membaca dan menulis.
Dalam ranah kesehatan, rendahnya pengetahuan akan manfaat layanan kesehatan menyebabkan masyarakat sering menolak standar kesehatan. Salah satu contohnya, mereka merasa lebih nyaman dirawat di rumah beralas tanah ketika sakit ketimbang di rumah sakit yang lingkungannya serba bersih.
Rendahnya pengetahuan akan manfaat layanan kesehatan menyebabkan masyarakat sering menolak standar kesehatan. Salah satu contohnya, mereka merasa lebih nyaman dirawat di rumah beralas tanah ketika sakit ketimbang di rumah sakit yang lingkungannya serba bersih.
Mereka membutuhkan sosialisasi mengenai hidup bersih tanpa meninggalkan konteks kulturalnya. ”Oleh karena itu, perbaikan sektor pendidikan harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan sektor kesehatan,” kata Bambang.
Adapun pemerintah daerah dapat mengambil peran dengan menjadikan pemenuhan kebutuhan sanitasi dan air bersih sebagai prioritas. Sementara itu, pemerintah pusat diharap mampu mengintervensi ranah pendidikan sejak jenjang usia dini.
Intervensi jangka pendek
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menuturkan, pihaknya mengirimkan 39 tenaga kesehatan ke Kabupaten Asmat dalam dua tahap, yaitu Selasa ini dan Selasa (23/1) mendatang. Mereka terdiri dari 11 dokter spesialis, 4 dokter umum, 3 perawat bedah, dan 2 penata anestesi. Selain itu, ada pula 19 tenaga kesehatan yang terdiri dari ahli gizi, kesehatan lingkungan, dan surveilans.
”Penanganan kejadian luar biasa campak dan gizi buruk perlu ditangani secepatnya. Tentu harus dikuatkan dengan tenaga medis yang cukup dan mumpuni di bidangnya,” kata Oscar.
Selain tenaga medis, dikirimkan pula 1.100 vail vaksin campak, 3 ton pemberian makanan tambahan, dan obat-obatan. Sebanyak 2.000 tablet disinfektan juga dikirim untuk membunuh bakteri di air bersih.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy menyebutkan, pihaknya juga akan menyosialisasikan ihwal gizi seimbang kepada masyarkat. Pemahaman terutama diberikan kepada remaja.
Sebelumnya, TNI telah mengirimkan 53 tenaga kesehatan, dengan delapan di antaranya dokter spesialis.
Menurut Sigit, intervensi jangka pendek yang dilakukan beberapa instansi pemerintah tidak membutuhkan waktu lama. Vaksinasi campak dapat selesai dalam waktu lima hari, sedangkan perbaikan gizi membutuhkan waktu satu bulan.
”Yang masih menjadi tantangan bagi kami adalah bagaimana pelayanan kesehatan di Asmat bisa berlangsung secara berkelanjutan,” kata Sigit.
Rencana jangka panjang belum jelas
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan telah berkoordinasi dengan beberapa kementerian untuk mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk terjadi kembali. Akan tetapi, antisipasi secara berkelanjutan terkendala kondisi geografis Asmat yang berat dan sulit dijangkau.
”Kondisi alam tidak memungkinkan kami untuk selalu memonitor,” ujar Puan.
Menurut Sigit, pemerintah juga terhambat cara hidup sebagian masyarakat yang masih nomaden. Tenaga kesehatan kesulitan untuk menemukan masyarakat yang akan diberi layanan kesehatan. ”Kami tidak mungkin mengikuti cara hidup mereka,” ujarnya.
Ia melanjutkan, koordinasi dengan beberapa kementerian untuk membahas perbaikan kondisi kesehatan masyarakat telah dilakukan secara rutin sebelum KLB terjadi. Akan tetapi, saat ini, pihaknya masih menunggu hasil pemantauan dari para petugas yang diberangkatkan ke Asmat untuk menentukan strategi penyelesaian masalah yang tepat. (DD01)