Putusan MK soal Verifikasi Parpol Berlaku untuk Pemilu 2019
Oleh
RINI KUSTIASIH
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menegaskan putusannya terkait dengan kewajiban semua partai politik untuk mengikuti verifikasi faktual agar diterapkan pada pemilu tahun 2019 dan pemilu-pemilu selanjutnya.
Terkait dengan bagaimana mekanisme verifikasi faktual parpol itu dijalankan, hal itu diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara teknis pemilu.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso, Selasa (16/1) di Jakarta, mengatakan, putusan MK jelas menyebutkan bahwa verifikasi faktual itu berlaku untuk semua parpol, tidak hanya dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2019, tetapi juga untuk pemilu-pemilu selanjutnya.
”Dalam pertimbangan hakim sudah disebutkan dengan jelas, bahwasanya semua parpol harus diverifikasi. Ketentuan ini berlaku tidak hanya pada Pemilu 2019, tetapi juga pada pemilu-pemilu berikutnya,” kata Fajar.
”Kalau parpol tidak diverifikasi semua, jumlah parpol peserta pemilu akan terus bertambah. Ketentuan verifikasi ini sesuai dengan desain konstitusi yang menginginkan perampingan jumlah parpol,” lanjutnya.
Semua parpol harus diverifikasi. Ketentuan ini berlaku tidak hanya pada Pemilu 2019, tetapi juga pada pemilu-pemilu berikutnya. Kalau parpol tidak diverifikasi semua, jumlah parpol peserta pemilu akan terus bertambah.
Sebelumnya, sejumlah pimpinan parpol dan ahli hukum berpendapat, putusan MK tidak berlaku surut. Artinya, proses verifikasi faktual terhadap sejumlah parpol yang sedang berlangsung ketika putusan MK itu keluar tidak bisa dibatalkan begitu saja. Namun, bukan berarti tidak ada jalan keluar untuk menyiasati hal itu.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga ahli tata negara Yusril Ihza Mahendra, antara lain, yang mengatakan putusan MK itu tidak berlaku surut.
Menurut Yusril, putusan MK itu baru berlaku per 11 Januari 2018, ketika putusan itu dibacakan MK. Adapun proses verifikasi faktual parpol bakal peserta Pemilu 2019 sedang berjalan. Verifikasi faktual terhadap parpol yang sudah diverifikasi tahun 2014 telah dilaksanakan. Berdasarkan aturan yang berlaku sekarang, verifikasi itu hanya dilakukan di daerah pemekaran. Begitu pula dengan verifikasi faktual terhadap partai baru yang juga tengah berlangsung.
Putusan MK itu baru berlaku per 11 Januari 2018, ketika putusan itu dibacakan MK.
”Karena sifat putusan MK adalah prospektif dan tidak retroaktif, proses verifikasi faktual yang tengah berlangsung tidak dapat dihentikan dan dibatalkan untuk menyesuaikan dengan putusan MK,” ujar Yusril.
”Putusan MK itu hanya membatalkan norma UU Pemilu, tetapi tidak bisa membatalkan peraturan-peraturan pelaksananya yang diterbitkan sebelum adanya putusan MK,” lanjut Yusril.
Yusril berharap, KPU segera mengadakan pembahasan putusan MK tersebut dengan Komisi II DPR untuk mencegah kekacauan proses persiapan Pemilu 2019. Sebab, menurut dia, jika putusan MK itu dianggap harus menghentikan dan mengulang semua proses verifikasi faktual, hal itu tidak saja harus mengubah berbagai peraturan pelaksana UU Pemilu, tetapi juga menyangkut anggaran KPU dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh parpol untuk mengulang proses verifikasi faktual.
”KPU harus menemukan jalan terbaik dalam menyikapi putusan MK agar tidak menimbulkan kekacauan dan kemubaziran tenaga, pikiran, dan biaya,” kata Yusril.