Mengoperasikan Becak di Jakarta Melanggar Perda
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang ingin mengaktifkan kembali becak di Jakarta mendapat tanggapan pro dan kontra dari sejumlah pihak. Mengoperasikan becak di Jakarta dinilai melanggar pelanggaran peraturan daerah. Namun, becak dapat digunakan untuk angkutan wisata.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, kebijakan mengoperasikan becak di DKI Jakarta melanggar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum. ”Pada Pasal 29 dan 62, secara jelas becak dilarang di Jakarta,” kata Nirwono saat dihubungi di Jakarta, Selasa (16/1).
Menurut Nirwono, becak tidak dapat digunakan di area perkampungan atau permukiman penduduk. Nirwono mengatakan, peraturan daerah mencakup wilayah keseluruhan, bukan hanya untuk sebagian wilayah. Jika becak diperbolehkan beroperasi hanya di wilayah tertentu, akan berpengaruh pada wilayah lain.
Mengoperasikan becak di DKI Jakarta melanggar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.
Ketua Komisi Hukum dan Hubungan Masyarakat Dewan Transportasi Kota Jakarta Ellen Tangkudung mengatakan, apabila becak dilegalkan di wilayah perkampungan atau permukiman penduduk, hal itu akan membuatnya bertumbuh di wilayah lain dan sulit diawasi.
”Banyak pengemudi becak akan menunggu penumpang di jalan raya pinggir pasar dan ujung gang sehingga menimbulkan kemacetan,” kata Ellen.
Sesuai tata kota di DKI Jakarta, becak dipandang Nirwono tidak dapat digunakan karena kapasitas jalan yang sempit. Selain itu, volume kendaraan di Jakarta yang padat akan menyulitkan gerak dari becak tersebut dan menambah kemacetan.
Pendapat berbeda dituturkan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan. Ia mengatakan, becak dapat menjadi angkutan permukiman jarak dekat yang selama ini diisi ojek pangkalan dan odong-odong. Melihat situasi tersebut, becak lebih baik daripada kedua kendaraan tersebut karena tidak menyebabkan polusi.
Azas berpandangan, keberadaan becak tidak akan menimbulkan kesemrawutan karena jumlahnya tidak akan berkembang seiring dengan perkembangan ojek daring. Untuk menekan jumlahnya, pemerintah dapat memungut pajak atau retribusi pada becak.
Angkutan wisata
Nirwono menambahkan, dalam pola makro, becak juga tidak disinggung sebagai alat transportasi umum, kecuali digunakan untuk kendaraan wisata. Sebagai contoh, becak dapat digunakan di Monumen Nasional (Monas), Kawasan Kota Tua, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman Mini Indonesia Indah.
Becak dapat digunakansebagai kendaraan wisata di Monumen Nasional (Monas), Kawasan Kota Tua, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman Mini Indonesia Indah.
Ellen menyetujui, apabila becak beroperasi di tempat wisata. Namun, jumlah becak yang beroperasi dibatasi dan disediakan oleh pengelola tempat wisata tersebut.
Tigor juga berpandang, becak dapat menjadi transportasi wisata yang dapat menambah daya tarik pariwisata di Jakarta. ”Becak dapat dioperasikan di Jakarta asalkan dibatasi ruangnya,” katanya.
Menurut Tigor, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus membuat peraturan terkait becak dan mengawasinya sehingga tidak menimbulkan kesemrawutan. Ia mencontohkan, becak digunakan di beberapa kota di negara lain sebagai alat transportasi wisata, misalnya di New York (Amerika Serikat), Paris (Perancis), dan Melaka (Malaysia).
”Di Yogyakarta, becak juga berkembang karena hiasan dan bentuknya yang unik,” kata Azas.
Perlu kajian
Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Nasdem James Arifin Sianipar mengatakan, pelegalan becak di DKI Jakarta perlu kajian dari berbagai pihak. Peraturan yang telah ditetapkan berfungsi untuk menata DKI Jakarta agar lebih indah. Oleh karena itu, peraturan yang telah ditetapkan tidak dapat diubah secara sepihak.
James menegaskan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan secara matang dalam mengambil kebijakan. ”Sebuah kebijakan diambil oleh seorang pemimpin, bukan hanya untuk kepentingan politik dan pencitraan, melainkan untuk kepentingan umum,” kata James.
Menanggapi persoalan rencana pelegalan becak, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, pemerintah sedang mengkaji keberadaan becak di DKI Jakarta. Sandiaga menuturkan, becak dibutuhkan oleh pelaku usaha kecil menengah untuk mengangkut barang di suatu lingkungan dan tidak keluar ke jalan raya.
”Kajian ini diperlukan untuk memastikan becak tidak akan menambah kesemrawutan Jakarta,” kata Sandiaga. Ia menambahkan, kajian tersebut diperlukan agar dapat mengambil kebijakan yang tidak melanggar hukum dan tidak menimbulkan kemacetan.
Sandiaga berpandangan, seperti di Amerika Serikat, becak dapat digunakan sebagai angkutan wisata. Ia berencana menggunakan becak untuk menambah daya tarik pariwisata di Jakarta. Namun, ia belum dapat memastikan tempat wisata yang dapat digunakan becak beroperasi.
Rencana pelegalan becak di Jakarta disambut dengan sukacita pengemudi becak. Sean (61), pengemudi becak di Rawa Badak Utara, Jakarta Utara, berharap rencana tersebut dapat segera terealisasi sehingga dapat mengemudikan becaknya dengan aman.
Sean menuturkan, selama 10 tahun mengemudikan becak, ia pernah mengalami tiga kali ditangkap petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP), tetapi ia tetap mengemudikan becaknya. Dalam sehari, ia mendapat pemasukan Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per hari. Pemasukan tersebut didapatnya dari mengangkut penumpang dan barang.
Selain di Rawa Badak Utara, sejumlah becak juga dapat ditemukan di daerah lain di Jakarta Utara. Beberapa becak terlihat berkeliling di Kelurahan Kebon Bawang. Di Kelurahan Warakas, sejumlah pengemudi becak terlihat menunggu penumpang di dekat pasar. (DD08)