SEMARANG, KOMPAS — Meskipun sebagian sentra pertanian padi mulai panen dan gelar operasi pasar beras masih berlangsung ternyata harga beras di Kota Semarang dan sekitarnya di Jawa Tengah masih bertengger tinggi.
Harga beras medium, Rabu (17/1), tercatat masih di kisaran Rp 12.600 per kilogram. Harga ini belum turun, bahkan pedagang khawatir harga kemungkinan masih bisa naik lagi.
Pedagan grosir beras di Pedurungan, Kota Semarang, Giyarti (45), menyebutkan, harga beras medium seolah tidak mau turun, bahkan malah naik. Setelah minggu kemarin masih di harga Rp 11.500 per kilogram, hari Rabu ini dia menjual Rp 12.600 per kilogram.
”Faktor harga belum turun di antaranya pasokan dari Demak ataupun dari Klaten belum normal. Diperkirakan harga ini baru turun minggu terakhir bulan ini,” ujar Giyarti.
Meski harga beras medium tinggi, pihaknya juga menyediakan beras Perum Bulog yang berkualitas sedang dan harganya lebih murah. Beras itu dijual Rp 9.000 per kilogram. Untuk beras kualitas sedang ini, stoknya juga terbatas hanya sekitar 2-3 ton.
Pedagang beras yang juga pengelola penggilingan padi UD Padi, Desa Mranak, Kecamatan Demak Kota, Kabupaten Demak, Teguh Prasetyo, mengemukakan, sejak adanya operasi pasar dan sejumlah daerah mulai panen, harga beras hanya turun sedikit. Harga beras hanya turun Rp 200 per kilogram.
”Dengan pasokan gabah masih terbatas, saya jual beras medium di tingkat penggilingan padi masih sekitar Rp 11.200 per kilogram. Kalau di pasar masih tinggi, tentu saja pedagang juga ambil untung,” ujar Teguh.
Teguh mengatakan, harga gabah kering panen juga belum begitu turun. Gabah kering panen masih di kisaran Rp 5.700 per kilogram. Dengan semakin meluasnya lokasi sentra tanaman padi yang mulai panen, tentunya tidak lama lagi harga gabah akan berangsur-angsur turun di bawah Rp 5.000 per kilogram.
Impor
Kendati panen raya akan berlangsung pada pertengahan Februari 2018, keputusan pemerintah mengimpor beras dari Vietnam sebesar 500.000 ton yang diserahkan ke Perum Bulog tetap berlanjut. Padahal, petani di Kudus, Pati, dan Grobogan sepakat menolak kebijakan pemerintah melakukan impor beras tersebut.
Petani di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Pranoto, mengungkapkan, impor beras akan menyulitkan petani melepas harga gabah. Pasalnya, tidak dalam kondisi impor beras saja, Perum Bulog kesulitan melakukan pengadaan akibat terkendala teknis persyaratan gabah.
”Dengan adanya beras impor sebagai stok baru di Perum Bulog, tentu saja kapasitas daya serap Perum Bulog akan berkurang. Ini yang mengkhawatirkan, pada saat panen raya nanti, harga gabah akan jatuh dan Perum Bulog kemungkinan tidak banyak membeli gabah dari petani untuk penyelamatan harga,” ujar Pranoto.
Penolakan atas impor beras oleh petani itu juga didukung Firman Subagyo, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi pangan. Menurut Firman Subagyo, penolakan impor beras oleh petani sudah tepat. Kebijakan impor beras itu semestinya dikonsultasikan lebih dulu dengan Kementerian Pertanian.
”Impor beras itu dapat dilakukan bilamana produk padi dan stok padi nasional tidak tercukupi, maka baru boleh impor. Itu pun harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian,” ujar Firman Subagyo. Saat ini, impor beras langsung diputuskan hanya dengan berdalih adanya kenaikan harga beras tinggi di masyarakat.