Yosephine Onie dan Komitmen Menceritakan Indonesia lewat Kertas
Di tangan Yosephine E Onie, kertas dapat menjadi media elegan untuk menampilkan kekayaan Nusantara. Bahannya sederhana, tetapi tidak dengan teknik pembuatannya. Karya tangan Onie, panggilannya, disebut dengan paper tole.
Paper tole merupakan kerajinan tangan yang menumpuk sejumlah potongan kertas pada bidang gambar. Hasilnya, karya ini memiliki efek tiga dimensi. Tidak hanya menyuguhkan kerajinan tangan tiga dimensi, Onie juga menyampaikan secuplik cerita Nusantara lewat karyanya.
Berikut wawancara dengan Yosephine Onie tentang paper tole buatannya.
Sejak kapan Anda memulai usaha paper tole?
Bermula pada tahun 1996. Saat itu saya masih menjadi seorang arsitek, tetapi proyek-proyek mulai berkurang. Saya harus mencari alternatif lain.
Pada suatu kesempatan, saya mengunjungi pameran paper tole di Australia. Saat melihatnya, saya pikir itu hasil dari seni keramik, ternyata bukan.
Mengapa Anda tertarik mendalaminya?
Dengan bahan sederhana, yaitu kertas, kita dapat mengenalkan kekayaan budaya, pulau, dan alam Nusantara. Pada 1996, belum ada yang mendalami paper tole di Indonesia. Sebaliknya, belum ada paper tole dengan tema yang menggambarkan Indonesia di kancah internasional.
Budaya apa yang diangkat pertama kali dalam karya Anda?
Tema-tema dengan budaya Bali. Waktu itu, saya lihat Indonesia cukup populer karena Bali di mata dunia. Jadi saya membuat paper tole dengan ilustrasi tari baris, Rama-Shinta, dan pemandangan khas Bali.
Budaya Bali juga sering ditampilkan dalam lukisan, apa yang membedakannya?
Lukisan itu karya dua dimensi, sedangkan paper tole itu tiga dimensi. Karena seni paper tole memperhatikan komposisi detail-detail suatu gambar serta tiap detail diberikan efek cembung dan cekungnya, karya yang dihasilkan terkesan lebih hidup.
Karya paper tole apa yang paling berkesan untuk Anda?
Pemandangan sawah yang terinspirasi dari Bali. Lewat paper tole, saya berusaha menampilkan potret kekayaan alam dari pemandangan ini. Lebih dari itu, nilai kebersamaan dalam memanen padi juga saya sampaikan secara tersirat lewat karya ini. Lalu, secara tidak langsung, saya ingin mengingatkan peribahasa padi lewat karya ini, yaitu semakin berisi semakin menunduk.
Karya mana yang tersulit?
Pemandangan sawah dan lambang negara kita, Garuda Pancasila. Keduanya menantang karena detailnya sangat sulit. Contohnya detail gambar lambang negara kita. Bulu-bulu pada sayap burung garuda itu dipotong satu per satu. Total ada 200 potongan. Detail gambar padi pada pemandangan sawah pun saya kerjakan satu per satu.
Apa keunikan karya paper tole Anda?
Di tiap karya saya, ada cerita yang saya tuliskan di bagian bawahnya untuk menguatkan pesan dari gambar paper tole yang saya buat. Lalu, saya mengemasnya dalam benda-benda yang memiliki fungsi tidak hanya untuk dipajang. Contohnya, kotak serbaguna dan tempat untuk meletakkan pulpen, ponsel, atau kartu nama. Saya juga selalu mengikuti tren saat ini agar dapat memberi kemasan yang cocok dan sesuai kebutuhan.
Karya-karya saya juga ramah lingkungan karena sisa guntingan kertas dari paper tole ini saya daur ulang. Alhasil, saya bisa membuat kotak kemasan karya paper tole saya dari produk daur ulang itu. Saya pastikan tidak ada kertas yang terbuang.
Bagaimana Anda membuat paper tole?
Pertama, saya meminta pelukis yang sudah bekerja sama dengan saya melukis desain yang diminta. Kedua, saya menentukan tahap-tahap penumpukannya per detail gambar. Ini langkah yang paling sulit. Kemudian, saya cetak gambar tersebut sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan pada tahap kedua.
Setelah itu, kertas-kertas itu dipotong sesuai dengan instruksi dari tahap kedua dan dibuat tekstur cembung atau cekungnya. Terakhir, kertas itu dilem dan ditumpuk sesuai dengan instruksi pada tahap kedua. Saya mengerjakannya bersama tim saya. Untuk kertasnya, saya menggunakan jenis art paper.
Dari mana sumber inspirasi dan ide karya paper tole Anda?
Karena saya konsisten membawa tema-tema Indonesia dalam karya saya, saya mengamati tempat-tempat wisata populer di mata dunia. Setelah itu, saya pelajari lebih lanjut budaya-budayanya dan memilih sisi yang akan diangkat dalam paper tole. Saya juga tertarik pada bangunan-bangunan Indonesia tempo dulu, terutama bentuk gedung dan ornamennya. Dari sana, saya bisa menggali sejarah bangunan itu.
Seperti apa pasar yang Anda sasar?
Saya menyasar kalangan menengah ke atas, terutama lapis pertama dan kedua pemerintahan. Harapannya, karya saya ini menjadi oleh-oleh atau hadiah pemerintah kepada tamu-tamu kenegaraan dari luar negeri.
Selain itu, saya juga sering mendapatkan pemesanan dari perusahaan-perusahaan besar sebagai kenang-kenangan bagi menteri yang hadir di instansi tersebut.
Karena itu, saya membuat seeksklusif mungkin agar tidak mudah ditiru. Saya pun juga cukup perfeksionis sehingga memastikan segalanya sempurna dan rapi, mulai dari hasil akhir paper tole hingga pengemasannya. Kalau hasil akhirnya kurang pas, menurut saya, saya akan mulai dari awal lagi untuk mencari komposisi gambar yang pas.
Saya juga selalu menantang diri saya untuk membuat sketsa desain yang sulit. Semakin sulit desainnya untuk diwujudkan dalam karya, semakin susah juga untuk ditiru.
Anda sering mengikuti pameran di luar negeri. Seperti apa pengalaman pameran pertama Anda di luar negeri?
Pertama kali pameran pada 2010 di Singapura. Saat itu, saya membawa paper tole yang dikemas menjadi tempat pena, kartu ucapan, dan pajangan dalam bingkai. Total produk yang saya bawa sekitar 50 buah. Pamerannya berlangsung tiga hari dan seluruh produk saya habis terjual.
Setelah paper tole, seperti apa ekspansi produk yang Anda lakukan?
Pada 2008 saya mulai berkreasi dengan perak. Lalu, dengan bahan yang sama, saya merambah perhiasan dengan merek Vite.
Bagaimana target Anda pada 2018?
Saya ingin karya saya menjadi kenang-kenangan kenegaraan dari Indonesia untuk negara-negara lain, khususnya dalam ajang Asian Games 2018. Saya juga ingin karya paper tole Garuda Pancasila dapat dibeli Presiden Joko Widodo untuk dipajang di Istana Negara.
Anda pernah memberikan pelatihan-pelatihan wirausaha berbasis kerajinan tangan. Pesan-pesan apa yang biasanya Anda sampaikan kepada peserta?
Pikirkan bisnis yang akan dimulai secara keseluruhan, dari segi pengembangan produk, rencana bisnis, serta motivasi berwirausaha. Minimal, buatlah analisis SWOT (strength atau kekuatan, weakness atau kelemahan, opportunity atau kesempatan, threat atau ancaman).
Lebih dari itu, kita harus memiliki pemikiran yang positif, kepercayaan diri, kejujuran dan komitmen, serta kemauan untuk terus belajar. Secara pribadi, saya tidak takut mencoba. Bahkan, meski dari 100 kali percobaan yang berhasil hanya satu. Satu keberhasilan itu menandakan saya memiliki kesempatan untuk melanjutkan percobaan saya ke tingkat yang lebih tinggi.
Apa makna seni paper tole bagi Anda?
Ini adalah aktualisasi diri saya. Saya mencari kepuasan batin melalui paper tole dengan mengangkat semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Saya konsisten mengangkat Indonesia yang kaya dengan keanekaragamannya dalam karya-karya saya.
Saya harap, seni paper tole ini semakin dihargai masyarakat sebagai salah satu media yang mengenalkan Nusantara kepada khalayak luas. (DD09)