Keempat kecamatan itu adalah Kecamatan Amfoang Barat Daya, Amfoang Utara, Amfoang Barat Laut, dan Amfoang Timur.
Keterisolasian itu terjadi akibat rusaknya jalan sepanjang 193 kilometer dari Amfoang Timur menuju Oelamasi, ibu kota Kabupaten Kupang. Jalan yang dibangun dan diaspal pada 1981 itu tidak pernah dipelihara sehingga berubah menjadi jalan tanah.
Saat musim hujan seperti saat ini, jalan tersebut menjadi kubangan lumpur sehingga sulit dilewati kendaraan. ”Butuh perjuangan luar biasa untuk melintasi jalan tersebut,” kata Raja Amfoang Robi Mano, Rabu (17/1). Kerajaan Amfoang secara adat membawahkan wilayah keempat kecamatan itu.
Warga bertahan hidup dengan pangan lokal seadanya karena pangan dari luar daerah sulit masuk ke empat kecamatan itu akibat sulitnya transportasi.
Jalan sepanjang 193 kilometer itu juga harus melintasi 32 sungai dan empat sungai di antaranya sungai lebar. Padahal, untuk melintasi 32 sungai itu belum tersedia jembatan. Saat musim hujan, air sungai meninggi sehingga tidak ada kendaraan yang berani melewati sungai-sungai itu.
Harga barang melonjak
Sulitnya distribusi barang menuju keempat kecamatan tersebut menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok melonjak. Harga beras paling murah Rp 15.500 per kilogram, gula pasir Rp 18.000 per kg, minyak goreng kemasan Rp 17.000 per 200 mililiter, dan minyak tanah Rp 5.000 per liter.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Tadeus Tini mengakui keterisolasian itu. ”Pemerintah provinsi telah meminta pemerintah pusat membangun jalan yang menghubungkan Oelamasi dengan sejumlah kecamatan di perbatasan Oecussi, Timor Leste. Selain itu, diusulkan pula pembangunan pos lintas batas negara Indonesia dan Timor Leste di Oepoli atau Naikliu,” tutur Tadeus.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTT Andre Koreh, pengelolaan ruas jalan itu sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pembangunan jalan disatukan dengan rencana pembangunan pos lintas batas negara menuju Timor Leste di Naikliu, Amfoang Utara. (kor)