Palestina Didorong Tetap Perjuangkan Jerusalem Timur
Oleh
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Pengamat politik Mesir, Abdel Monem Said, dalam artikelnya di harian Asharq Al Awsat menyerukan agar dunia Arab lebih realistis dalam melihat konflik Arab-Israel saat ini di tengah ketimpangan perimbangan kekuatan yang sangat dalam antara Arab dan Israel.
Ia secara khusus mengimbau Palestina tetap menempuh jalur perundingan untuk mendapatkan Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara yang mereka bangun, terutama setelah pengakuan Presiden AS Donald Trump atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Isu perundingan Palestina-Israel kembali mencuat setelah dua media terkemuka di Timur Tengah, yakni harian berbahasa Arab, Al Quds al Arabi, dan laman harian Israel, Yedioth Ahronoth, mengungkap spekulasi rencana kerja sama megaproyek antara Arab Saudi dan Israel dalam jangka waktu 5-15 tahun mendatang. Megaproyek Arab Saudi-Israel itu bagian dari proposal kesepakatan damai Palestina-Israel besutan pemerintahan Trump, yang kerap disebut sebagai ”transaksi abad ini”.
Wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, melaporkan dari Kairo, Mesir, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam forum konferensi internasional untuk membela kota Jerusalem yang digelar Universitas Al Azhar, di Kairo, Rabu (17/1), menegaskan, tidak percaya lagi terhadap AS karena tidak menghormati semua resolusi PBB terkait isu Palestina dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Media Israel, Yedioth Ahronoth dan Maariv yang dikenal beraliran kanan pada edisi Kamis (18/1) melansir, isu megaproyek sengaja dibocorkan menyusul makin dekatnya peluncuran transaksi abad ini yang dijadwalkan kuartal pertama atau paling lambat semester pertama tahun 2018.
Isu megaproyek itu juga untuk menekan Palestina dan negara Arab lain yang menolak kembali ke meja perundingan yang dimediasi AS. Media Israel tersebut mengungkapkan pula, tindakan Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel pada awal Desember lalu juga bagian dari transaksi abad ini.
Belum ada pernyataan resmi Pemerintah Arab Saudi terkait laporan tentang megaproyek tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dilansir kantor berita Arab Saudi, SPA, awal Januari lalu, Menlu Arab Saudi Adel bin Ahmed al-Jubeir menegaskan, posisi Arab Saudi tegas dan tidak berubah bahwa landasan solusi konflik Palestina-Israel tergantung pada rujukan internasional, inisiatif damai Arab, dan sasaran berdirinya negara Palestina dengan wilayah perbatasan tahun 1967 plus Jerusalem Timur sebagai ibu kota.
Namun, seperti dilaporkan Ahronoth dan Maariv, Trump yang berlatar belakang pengusaha menggunakan filosofi bisnis dalam proses perdamaian Timur Tengah. Ia mengubah dari taktik bertahap yang memakan waktu, seperti dianut para presiden AS sebelum ini, menjadi taktik sekali transaksi dengan imbalan keuntungan cepat dari transaksi itu.
Trump menghendaki kesepakatan damai Israel-Palestina bisa dicapai secepat mungkin agar segera terlaksana normalisasi penuh Israel dan negara Arab Teluk hingga bisa berkonsentrasi menghadapi Iran. Taktik baru Trump menuntut paket besar insentif perdamaian untuk merangsang pihak terkait menerima transaksi itu. Megaproyek Israel-Arab Saudi disebut merupakan insentif agar Arab Saudi dan dunia Arab bisa menekan Palestina menerima transaksi abad ini. Hal itu pernah dilakukan Presiden AS Jimmy Carter saat memberi insentif 3,1 miliar dollar AS kepada Israel dan 2,1 miliar dollar AS kepada Mesir per tahun untuk mendorong Mesir-Israel menerima kesepakatan damai di Camp David pada 1979.
Terkait konflik Palestina-Israel, saat berbicara dalam konferensi internasional untuk membela Jerusalem di Kairo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Pemerintah Indonesia selalu menegaskan bahwa keputusan Trump terkait kota Jerusalem harus ditolak dan dikecam keras. Sikap ini amanat konstitusi Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia. Perdamaian hanya bisa dicapai jika Palestina memiliki kemerdekaan, kedaulatan, dan martabat sebagai anggota masyarakat internasional yang setara.