Penggantian Cantrang Terus Didorong
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan bahwa nelayan di pantai utara Jawa yang memakai alat tangkap cantrang diperbolehkan kembali melaut, tetapi mereka harus memulai proses pengalihan alat tangkap. Untuk mendorong percepatan pengalihan, pemerintah membentuk satuan tugas yang berfungsi melakukan pendampingan dan fasilitasi, baik permodalan maupun alih teknologi, bagi nelayan cantrang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1), menjelaskan, pemerintah tetap fokus mempercepat penggantian kapal cantrang seluruh ukuran.
Ia menegaskan, tidak boleh ada penambahan kapal cantrang baru. Semua kapal cantrang yang belum beralih alat tangkap akan didata dan wajib diukur ulang. Nelayan yang kesulitan permodalan untuk membeli alat tangkap baru akan difasilitasi untuk mendapat akses perbankan.
”Perpanjangan (izin) kapal cantrang hanya di pantura Jawa karena populasi nelayan cantrang terbesar di pantura. Kami akan data (nelayan) di sana satu per satu, by name by address,” kata Susi.
Hingga saat ini, belum semua nelayan cantrang beralih alat tangkap meskipun sebenarnya larangan pengoperasian kapal cantrang diberlakukan mulai Januari 2018. Larangan cantrang itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terdapat 1.223 kapal cantrang dan sejenisnya di pantai utara Jawa yang belum beralih alat tangkap. Dari jumlah itu, sebanyak 226 kapal berukuran di bawah 30 gros ton (GT). Sejumlah 693 kapal sudah diukur ulang dan berukuran di atas 30 GT, sedangkan 304 kapal belum diverifikasi. Pemerintah telah menyiapkan 89 spesifikasi alat tangkap yang dinilai ramah lingkungan untuk menggantikan alat cantrang dan sejenisnya.
Susi mengakui, upaya pemerintah memfasilitasi permodalan nelayan ke perbankan sudah pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya, tetapi belum optimal. ”Pak Presiden sudah menelepon langsung direksi bank. Dulu, fasilitasi permodalan (ke nelayan) enggak jalan karena tidak terkonsolidasi. Sekarang, kalau (fasilitasi permodalan) masih tidak jalan, ya, kelewatan,” kata Susi.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, di sela kunjungan kerja di Madiun, Jawa Timur, mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja sama mengawasi kebijakan penggunaan cantrang dalam masa perpanjangan ini agar tidak terjadi penyimpangan. Misalnya, upaya modifikasi kapal agar mudah memperoleh izin melaut.
Menurut Direktur Kapal Ikan dan Alat Penangkapan Ikan KKP Agus Suherman, pada tahap awal satgas akan melakukan verifikasi dan validasi data kapal cantrang serta pengecekan keberadaan kapal. Langkah berikutnya, melakukan identifikasi hingga pendampingan alih teknologi, permodalan, dan perizinan.
Kapal-kapal cantrang berukuran di atas 30 GT di pantura Jawa yang sudah berganti alat tangkap akan diarahkan berpindah wilayah tangkapan ikan ke perairan timur Indonesia yang kaya ikan, antara lain di Laut Aru, Laut Natuna, Selat Karimata, dan perairan utara Bitung.
Sejauh ini, terdata 1.497 kapal eks cantrang dan kapal ikan lainnya yang telah beroperasi di wilayah timur Indonesia. Terkait kapal cantrang di bawah 10 GT, KKP telah menerima usulan baru penggantian alat tangkap untuk 3.900 kapal nelayan. Pemerintah akan melanjutkan bantuan penggantian alat tangkap untuk kapal di bawah 10 GT tersebut.
Butuh waktu
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Pati Rasmijan mengingatkan, peralihan nelayan cantrang ke alat tangkap baru membutuhkan modal, waktu, dan sumber daya manusia. Penggantian alat tangkap dan renovasi kapal untuk penyesuaian alat tangkap, misalnya, dapat memakan waktu hingga 1 tahun. Fasilitasi permodalan ke perbankan telah digulirkan pemerintah, tetapi kerap sulit diterapkan.
Menurut Rasmijan, nelayan bersedia beralih alat tangkap asalkan alat tangkap pengganti memberi hasil lebih baik daripada cantrang. Selain itu, ada keringanan agunan dan kemudahan cara pembayaran.
Di Semarang, Ketua Dewan Pengurus Pusat Aliansi Nelayan Indonesia (ANI) Riyono menyambut baik keputusan pemerintah memperbolehkan kapal cantrang melaut. Ia juga menegaskan, nelayan yang bergabung dalam ANI akan turut mengawasi agar jumlah kapal cantrang tidak bertambah. ”Kami setuju tidak ada kapal cantrang baru. Tidak ada masalah, kami sudah senang dapat kembali melaut,” kata Riyono.
Namun, di Kabupaten Cirebon, keputusan pemerintah yang membolehkan cantrang tetap melaut menuai protes sejumlah nelayan. Keputusan itu dinilai membahayakan kelestarian sumber daya ikan sehingga mengurangi hasil tangkap nelayan.
”Nelayan pengguna alat tangkap ramah lingkungan tidak sepakat. Nelayan kecil seperti kami akan sulit dapat ikan,” ujar Mudakkir (49), nelayan asal Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Cirebon.
Pendapat senada disampaikan Samsurudin, Ketua Nelayan Ambulu, Cirebon. Dia berharap pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan dapat menambah hasil tangkapan nelayan. (LKT/IKI/KRN/NIK/ACI)