Cara Platform E-dagang Mengglobalkan Bisnis UMKM Indonesia
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Promosi produk lokal hasil pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah berbasis daring belum optimal. Pemasaran belum efektif kendati kualitas produk sebenarnya tidak kalah dengan barang impor. Pemberdayaan pemasaran kepada pelaku pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah oleh platform e-dagang diharapkan berlaku dalam jangka panjang.
Dalam Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, kendala terbesar pelaku usaha ekonomi kreatif adalah pemasaran produk di dalam negeri mencapai 41,89 persen.
Untuk mengatasi kendala pemasaran produk ini, sejumlah platform e-dagang di Indonesia sebenarnya telah berupaya membina langsung UMKM. Platform e-dagang asal China, Alibaba misalnya, rutin menggelar workshop dengan UMKM. Sementara platform e-dagang asal Singapura Shopee membuat program bernama Kampus Shopee untuk mengajarkan pengusaha lokal di kota-kota mengenai bisnis dan pemasaran.
Shopee setidaknya telah mengadakan program tersebut di 13 kota pada 2017. Kota-kota tersebut di antaranya Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Bali. Menurut rencana, jumlah bertambah menjadi 30 kota tahun ini. Sejak program dilaksanakan, sekitar 30.000 pengusaha lokal telah bergabung dalam komunitas Shopee.
Brand Manager Shopee Indonesia Rezki Yanuar menyatakan, pelaku UMKM masih memerlukan bantuan dari segi finansial, operasional, dan juga pemasaran. ”Peminat produk mereka ada. Tetapi, tidak semua orang tahu hal itu,” ujar Rezki, seusai Konferensi Pers Penandatangan Nota Kesepahaman antara Shopee dan Xiaomi di Jakarta, Jumat (19/1).
Sementara itu, Head of Seller Engagement Lazada Indonesia Adi Putra menyatakan, berdasarkan pengamatan pada pelaku UMKM yang berjualan di platform Lazada Indonesia, masalah penjualan yang rendah timbul akibat masih rendahnya pengetahuan dalam konsep pemasaran.
Mereka belum paham cara menyusun konten jualan secara artistik dan mendeskripsikan barang secara detail. Padahal, produk mereka tidak kalah bagus dengan produk impor,” kata Adi, yang ditemui pada kesempatan yang berbeda.
Sama seperti Shopee, Lazada Indonesia juga memiliki program untuk membantu UKM lokal. Upgrade UKM Roadshow milik Lazada Indonesia memiliki tiga misi, yaitu membantu UKM lokal yang belum berbasis daring, mendorong usaha kecil ke menengah atau besar, dan mengangkat level mereka ke tingkat global.
Chief Marketing Officer (CMO) Lazada Indonesia Achmad Alkatiri mengungkapkan, program diawali dengan mengenalkan Lazada pada 11 kota pada 2017 dan telah membantu sekitar 1.500 pelaku usaha. Pada tahun ini, jumlah akan bertambah menjadi 29 kota.
Program Upgrade UKM Roadshow itu akan kembali mengenalkan Lazada Indonesia di kota baru dan mengadakan kelas pelatihan bagi pelaku UMKM di kota yang telah dikunjungi. Kota-kota tersebut di antaranya Bekasi, Depok, Cimahi, Balikpapan, Medan, dan Sorong.
”Mereka akan mengikuti kelas Lazada untuk belajar bagaimana melakukan penjualan,” katanya. Lazada Indonesia menargetkan agar setiap kelas dihadiri 500-600 pelaku usaha. Selesai pelatihan, pelaku usaha akan diberi semacam tes dan sertifikasi ketika dinyatakan lulus.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, pelatihan kepada UMKM oleh platform e-dagang perlu diberlakukan kepada semuanya. Hal ini karena pelaku usaha UMKM minim sosialisasi tentang cara membuka lapak berbasis daring.
”Pelatihan yang diberikan swasta harusnya di bawah koordinasi pemerintah. Agar sertifikasi yang diberikan dapat berlaku secara nasional,” ujar Bhima. Dengan demikian, pelaku usaha dapat menaikkan levelnya hingga mampu mengekspor ke luar negeri. Malaysia, Thailand, dan Vietnam berpotensi besar menjadi pasar bagi UMKM Indonesia.
Masih timpang
Dalam Laporan Tahunan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2016, jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada 2015 mencapai 59 juta unit atau sekitar 99,99 persen pasar Indonesia. Akan tetapi, jenis barang yang mendominasi dalam platform e-dagang Indonesia adalah barang impor.
Sementara itu, berdasarkan Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif oleh Bekraf dan BPS tahun 2017, baru sekitar 30,39 persen usaha ekonomi kreatif memiliki laman.
”Saat ini barang yang kami jual kebanyakan impor. Tetapi, akan kami dorong supaya UMKM memiliki proporsi yang lebih besar,” kata Achmad. Lazada Indonesia juga berkoordinasi dengan Smesco, Bekraf, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Ia melanjutkan, produk lokal yang dapat dikembangkan karena memiliki perhatian pasar nasional dan internasional adalah pakaian dan kerajinan tangan. Makanan masih sulit dipromosikan di luar negeri karena bergantung pada selera pasar.
Menurut Bhima, pemerintah perlu membuat sebuah regulasi tentang perusahaan swasta untuk berkolaborasi dengan pelaku UMKM. Misalnya, barang yang dijual di platform e-dagang menjual produk UMKM minimal 20 persen.
Prediksi pertumbuhan e-dagang tahun 2018, kata Bhima, dapat mencapai Rp 100 triliun, naik Rp 25 triliun dari tahun sebelumnya. Pemerintah diharapkan segera mengatur peran UMKM dalam dunia e-dagang sebelum platform e-dagang luar negeri semakin banyak masuk ke Indonesia. (DD13)