Grup Santini Bangun Gedung Perkantoran di Kuningan dan Hotel di Manado
Oleh
R ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada 2018, grup usaha Santini akan membangun gedung perkantoran setinggi 45 lantai di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dan hotel baru dengan brand ”Luwansa” di kota Manado, Sulawesi Utara. Grup Santini juga mengembangkan pabrik ban sepeda motor G-Force di Surabaya.
Presiden Direktur Grup Santini Luki Wanandi dalam percakapan dengan Kompas di ruang kerjanya, pekan lalu, mengatakan, Grup Santini akan membangun gedung perkantoran setinggi 45 lantai di lahan seluas 1,4 hektar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, bekerja sama dengan Mitsubishi Estate, landlord terbesar di Jepang, dan kontraktor Shimizu Corporation. Gedung perkantoran ini merupakan proyek pertama Mitsubishi di Indonesia.
Grup Santini akan membangun gedung perkantoran setinggi 45 lantai di lahan seluas 1,4 hektar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut rencana, pada 26 Januari 2018, ground breaking pembangunan gedung perkantoran akan dilaksanakan. Lokasinya persis di sebelah Hotel JS Luwansa. Duta Besar Jepang untuk Indonesia dijadwalkan akan hadir.
”Proyek ini diharapkan meningkatkan kembali investasi asing dari negara Asia. Investor akan melihat salah satu pemain properti terbesar di Jepang sudah berinvestasi di Indonesia sehingga diharapkan multiplier effect-nya ada,” kata Luki Wanandi.
Selain itu, pada 2018, Grup Santini juga akan membangun hotel baru. Hotel Luwansa di Manado akan menjadi hotel kelima yang dikelola Grup Santini setelah Hotel Lumire (dahulu Daichi) di Atrium Senen, Jakarta Pusat; Hotel JS Luwansa Jakarta di Kuningan, Jakarta Selatan; Hotel Luwansa Palangkaraya di Kalimantan Tengah, Hotel Luwansa di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur; dan Hotel Luwansa di Tabanan, Bali.
Hotel Luwansa di Manado akan menjadi hotel kelima yang dikelola Grup Santini.
”Saat ini masih dalam tahap desain,” kata Luki. Putra pengusaha Sofjan Wanandi ini menambahkan, potensi pariwisata Indonesia sangat besar karena didukung panorama alam yang indah. Grup usaha Santini akan mengembangkan hotel di sejumlah lokasi yang sektor pariwisatanya potensial.
”Sektor pariwisata paling gampang mendatangkan devisa. Kalau turis puas, mereka akan membantu promosi dari mulut ke mulut,” ujar Luki.
”Kami berharap pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dengan cara membangun interkonektivitas, pelabuhan, bandara, menyediakan suplai air dan listrik,” kata Luki. ”Meski saat ini masih minim fasilitas pendukung, banyak pengusaha yang tetap membangun hotel karena melihat sektor pariwisata di Indonesia sangat potensial dikembangkan lebih jauh,” tuturnya.
Luki menilai, seharusnya sektor pariwisata diprioritaskan sejak dulu. ”Kalau saja sejak dulu pemerintah peduli dengan sektor pariwisata, tak ada pulau-pulau kecil di negeri ini yang dimiliki asing,” katanya.
Luki mengakui, orang asing jeli melihat potensi pariwisata Indonesia, seperti di Raja Ampat di Papua Barat, Labuan Bajo di NTT, Bitung di Sulawesi Utara, dan Nihiwatu di Sumba sehingga merekalah yang pertama mengemas dan mengembangkan pulau-pulau di sana dan menjadikan destinasi wisata.
Luki mengimbau pemerintah untuk mengajak pengusaha swasta mengembangkan destinasi wisata di Indonesia yang tersebar di banyak lokasi.
Grup usaha Santini memiliki tanah seluas 42 hektar di Tabanan, Bali. ”Kami masih memikirkan akan membangun apa di sana. Kami harus membuat masterplan yang bagus,” katanya.
Luki Wanandi menambahkan, grup usaha yang dipimpinnya baru saja membeli pabrik ban sepeda motor dengan merek G-Force. ”Kami fokus pada pasar domestik karena pangsanya besar,” ucap Luki.
Grup usaha Santini saat ini bergerak di bidang perangkat otomotif, infrastruktur, properti, dan bidang lainnya (di antaranya surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post).
Selektif
Menurut Luki, yang juga Deputy Chairman Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), tahun 2018 dan 2019 memang disebut sebagai tahun politik sehingga pengusaha harus selektif membangun dan mengembangkan investasi baru.
Pengusaha harus selektif membangun dan mengembangkan investasi baru.
”Namun, bukan berarti pengusaha menghentikan ekspansi investasi. Jika melihat rencana, prioritas, dan janji pemerintah, pada 2018-2019, seharusnya kondisi politik Indonesia stabil sehingga pengusaha tidak perlu takut untuk tetap berinvestasi di Indonesia,” tuturnya.
Menurut Luki, momentumnya membaik. ”Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 juga bagus. Rakyat sudah mulai percaya diri, terhadap ekonomi Indonesia. Momentum ini sebaiknya digunakan untuk bangkit dan berinvestasi kembali,” katanya.