Penutupan Kegiatan Operasional Pemerintah AS Pengulangan Kisah Lama
Presiden AS Donald Trump akhirnya kena batunya juga. Senat AS pada Jumat (19/1) malam waktu Washington DC tak meloloskan rencana undang-undang soal kenaikan pagu utang guna membiayai kegiatan operasional sehari-hari Pemerintah AS. Kesepakatan Senat AS soal hal itu diperlukan Departemen Keuangan AS sebagai dasar untuk menerbitkan surat utang baru.
Karena otorisasi dari Senat AS tidak didapatkan, otomatis pembiayaan kegiatan pemerintahan pun dihentikan sebagian. Penutupan kegiatan operasional pemerintahan (government shutdown) tersebut resmi dimulai pada Sabtu pukul 00.01 waktu AS. Meski demikian, masih ada kesempatan bagi dua partai untuk berembuk sepanjang akhir pekan ini mumpung pegawai pemerintahan AS libur pada Sabtu-Minggu ini.
Pada Sabtu (20/1) para petinggi Kongres AS mencoba bertemu tetapi gagal menemukan kesepakatan. Jika kesepakatan tidak dicapai hingga Minggu (21/1) malam, pegawai pemerintah akan diliburkan pada Senin (22/1). Kegiatan operasional pemerintahan secara umum akan ditutup kecuali untuk fungsi-fungsi yang paling esensial.
Jika itu terjadi, pegawai yang bekerja untuk badan-badan pemerintah yang dianggap tidak mendasar, termasuk badan pembayar pinjaman usaha kecil dan proses permohonan paspor atau visa, otomatis ”diistirahatkan” sampai anggarannya kembali disetujui Kongres AS.
Pada peristiwa serupa tahun 2013 ada 850.000 pegawai yang diliburkan, menurut Kantor Pengelolaan dan Anggaran (Office of Management and Budget). Jika kesepakatan tidak dicapai hingga Minggu (21/1), mulai Senin (22/1), 1.056 pegawai Gedung Putih akan libur, dan hanya 659 pegawai yang dianggap mendasar tetap bekerja.
Militer AS yang dianggap memiliki tugas mendasar tetap bekerja. Namun, para tentara di lapangan, termasuk yang tengah berada di medan tempur, terancam bertugas tanpa dibayar.
Sebagian taman nasional, museum, atau kebun binatang turut ditutup dan di beberapa tempat hal ini sudah terjadi mulai Sabtu. Penutupan juga akan menghentikan kegiatan Biro Tembakau, Alkohol, Senjata Api, dan Bahan Peledak (ATF). Jika ingin membeli senjata dan ingin dapat perizinan, warga AS harus menunda dulu.
Layanan mendasar, seperti layanan sosial dan kontrol transportasi udara, berlanjut meski sebagian karyawan diliburkan. Kegiatan Kantor Pos AS tetap jalan.
Menyerang Demokrat
Tentu Presiden Trump tidak mau kalah muka. Dia berang dan menyebutkan para anggota Senat AS dari kubu Partai Demokrat sebagai pecundang yang mengganggu. Namun, jajak pendapat Washington Post-ABC News poll menyimpulkan, dengan margin 20 poin, lebih banyak warga AS yang menyalahkan Trump soal penutupan pemerintahan daripada yang menyalahkan Demokrat.
Diperlukan 60 suara dari 100 anggota Senat AS untuk persetujuan kenaikan pagu utang. Pada pemungutan suara pada Jumat, suara yang menyetujui hanya 50 dan 49 menolak. Satu orang, yakni Ketua Mayoritas Senat Mitch McConnell (Republiken), tidak memberi suara dengan alasan prosedural.
Trump harus menyadari bahwa ada lima senator Demokrat yang mendukung RUU ini, yakni Joe Manchin, Joe Donnelly, Heidi Heitkamp, Doug Jones, dan Claire McCaskill. Mereka adalah para senator Demokrat yang mewakili negara-negara bagian yang dimenangi Trump pada Pilpres AS, November 2016.
Namun, dukungan mereka tak mempan mengingat empat senator Republiken, yakni Lindsey Graham, Jeff Flake, Rand Paul, dan Mike Lee, justru menolak RUU ini dengan berbagai alasan. Penolakan dari senator Republiken ini ada yang senada dengan tuntutan Demokrat.
Alasan penolakan
Demokrat menginginkan kesepakatan soal kenaikan pagu utang diiringi dengan kesediaan Presiden Trump dan Republiken mencegah deportasi terhadap anak-anak dari imigran ilegal yang memasuki AS. Senator Flake (Republiken) mendukung Demokrat soal tuntutan ini.
Demokrat juga menginginkan perpanjangan sejumlah pajak yang bertujuan membiayai kesehatan untuk anak-anak tidak mampu, bagian dari Obamacares. Presiden Trump dan Republiken tidak menyetujui hal ini. Demokrat juga menuntut agar pembangunan tembok AS-Meksiko tidak masuk dalam pembiayaan negara. Presiden Trump menginginkan pembiayaan tembok perbatasan AS-Meksiko.
Ketua Senat AS Mitch McConnell (Republiken) dan Ketua Senat AS dari Partai Demokrat Chuck Schumer telah bertemu untuk mengatasi kemelut setelah kegagalan pemungutan suara. Bahkan, Schumer bertemu dengan Trump di Gedung Putih. Namun, hasil pertemuan tidak berhasil mencapai kesepakatan.
Kubu Republiken menginginkan kesepakatan tentang kenaikan pagu utang sekaligus bertujuan membiayai anggaran untuk satu tahun berjalan, dimulai pada 1 Oktober setiap tahun. Kubu Demokrat tidak menginginkan hal ini.
Presiden Trump dan kubu Republikan bertahan untuk tidak melembek pada tekanan Demokrat. Akan tetapi, Demokrat juga tetap bertahan pada tuntutannya. ”Saya sengaja tidak memegang sikap keras sebelum pertemuan tetapi begitu pertemuan usai, jelas hal yang kita inginkan tidak terwujud,” kata Schumer memberikan penjelasan di balik sikap penolakan Demokrat.
Di masa sebelumnya adalah lazim terjadi sikap tarik ulur untuk menghindari penutupan kegiatan pemerintahan. Sebagai contoh, pada shutdown tahun 2013, Presiden Barack Obama waktu itu mengalah dengan menunda setidaknya sampai setahun untuk tidak membahas Obamacares. Kali ini Trump menolak tuntuan Demokrat.
Oleh sebab itu, sangat menarik mengamati penutupan kegiatan pemerintahan kali, apakah Presiden Trump yang susah berkompromi akan menang atas Demokrat, yang juga telah merasa bahwa Trump telah begitu menyakitkan dan tidak layak didukung.
18 kali penutupan
Meski demikian, penutupan kegiatan pemerintahan di AS bukan hal baru. Sejak tahun 1976 atau sejak era Presiden Jimmy Carter sudah terjadi 18 kali penutupan kegiatan pemerintahan karena alasan yang lebih kurang serupa, ketidaksepakatan soal penambahan pagu utang. Penutupan kegiatan pemerintahan paling kerap terjadi adalah di era kepemimpinan Presiden Ronald Reagan (1980-1988).
Penutupan kegiatan pemerintah terakhir terjadi di era Presiden Barack Obama, yakni periode 30 September-30 Oktober 2013 dengan kerugian 20 miliar dollar AS. Ini dikarenakan Republiken tidak suka dengan program Obamacares yang dibiayai dari anggaran negara. Kubu Republiken menginginkan layanan kesehatan dikelola perusahaan swasta saja.
Shutdown pemerintahan AS yang paling lama terjadi di era Presiden Bill Clinton, yakni dari 15 Desember 1995 hingga 6 Januari 1996. Di era Clinton, kubu Republiken meminta pemerintahan menyeimbangkan anggaran negara, sementara Presiden Bill Clinton menginginkan defisit anggaran dengan tujuan membangkitkan perekonomian.
Lepas dari itu semua, penutupan kegiatan pemerintahan AS adalah efek dari penurunan tingkat pajak dan penurunan aktivitas ekonomi AS. Hal ini menyebabkan AS harus mengandalkan sebagian pengeluaran negara dari penambahan utang. Situasi ini menyebabkan AS terus mengalami penumpukan utang hingga 20,61 triliun dollar AS atau 104 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ambang batas utang yang aman berdasarkan ukuran Dana Moneter Internasional (IMF) adalah 60 persen dari PDB.
Dengan demikian, siapa pun yang memimpin AS akan selalu memerlukan persetujuan Kongres (Senat dan DPR/House of Representatives) untuk kenaikan pagu utang. Dan kali ini Pemerintah AS lagi-lagi membutuhkan kenaikan pagu utang di atas 20,61 triliun dollar AS.
Tidak memengaruhi ekonomi
Uniknya penutupan kegiatan pemerintahan AS tidak memberi efek negatif signifikan pada perekonomian dalam jangka pendek. ”Saya kira tidak ada efeknya pada perekonomian. Penutupan kegiatan pemerintahan kali ini paling hanya bertujuan untuk penyesuaian kebijakan sesuai keinginan masing-masing pihak,” kata Robert Barro, ekonom AS dari Harvard University.
Dengan kata lain, setiap penutupan kegiatan pemerintahan hanya berakibat pada kesediaan bernegosiasi. Biasanya pihak partai berkuasa mengalah demi menghindari penutupan kegiatan pemerintahan berkepanjangan.
Meski demikian, shutdown pemerintahan selalu memberi citra buruk pada kemampuan politik setiap presiden berkuasa dan partai pendukungnya. Presiden Trump lebih dipermalukan karena penutupan terjadi pada saat Partai Republik sedang menguasai Gedung Putih, dan kursi di DPR-AS dan Senat AS, serta tepat pada peringatan satu tahun Trump menjabat sebagai Presiden AS.
Sebelumnya, Presiden Trump sesumbar bahwa dia bisa menjalankan apa saja yang diinginkan karena Republiken menguasai segala lini. Nyatanya tidak demikian. Penutupan kegiatan pemerintahan yang sebelumnya terjadi ketika seorang Presiden tidak menguasai DPR-AS dan Senat.
Biasanya pihak partai berkuasa mengalah demi menghindari penutupan kegiatan pemerintahan berkepanjangan.
Permainan menjelang pemilu
Walau Presiden Trump dan Republiken terkesan kaku pada tekanan Demokrat, penutupan kegiatan pemerintahan kali ini juga tidak lepas dari taktik politik Demokrat menjelang pemilu tengah waktu (midterm election) pada 6 November 2018. Pemilu tengah waktu ini akan turut menentukan siapa pemegang mayoritas berikutnya di kursi Kongres AS (Senat dan DPR-AS), yang kini dikuasai Republiken. Demokrat punya niat mengganggu citra Trump dan Republiken.
Tidak bisa dilupakan juga bahwa Presiden Obama selamat dari kemelut berkepanjangan akibat penutupan kegiatan pemerintahan karena kubu Republiken, dimotori John Boehner (dulu Ketua DPR-AS) bersikap mengalah. Boehner ketika itu mengarahkan Republiken untuk berkompromi. Oleh sebab itu, citra Demokrat juga tidak bisa dikatakan ”bersih” dalam permainan politik terkait penutupan kali ini.
Oleh sebab itu, Ketua DPR AS Paul D Ryan (Republikan-Wisconsin) menuduh Demokrat memang bersengaja melakukan tindakan untuk shutdown pemerintahan. Ketua Minoritas di DPR-AS Nancy Pelosi (Demokrat) membalas dengan mengatakan, ”Presiden Trump, inilah yang kamu inginkan, penutupan kegiatan pemerintahan.”
Sarah Binder dari George Washington University, yang mempelajari prosedur kerja Kongres AS, menegaskan, ”Tidak jelas siapa yang menginginkan penutupan kali ini.” Dua kubu selalu saling menyalahkan demi tujan politik partisan yang mengacaukan program nasional.
Hasil studi Harvard Business Review sudah berkali-kali mengingatkan bahwa perseteruan dua partai besar ini lambat laun telah menggerogoti sendi-sendi negara. AS tidak pernah bisa menelurkan kebijakan sinkron, yang telah membuat AS melemah secara perlahan dalam percaturan ekonomi dunia. (AFP/AP/REUTERS)