Republiken Ingin Melemahkan Basis Pemilih Demokrat
Oleh
Simon Saragih
·3 menit baca
Para senator Demokrat menolak untuk menyetujui penambahan pagu utang untuk membiayai anggaran Pemerintah Amerika Serikat. Akibatnya, sebagian aktivitas pemerintahan AS ditutup sejak Jumat (19/1/2018) hingga kesepakatan tercapai. Penolakan Demokrat terjadi karena Presiden Donald Trump dan Republiken menolak permintaan Demokrat soal imigran.
Dipimpin Nancy Pelosi, Ketua Minoritas House of Representatives (DPR AS), Demokrat ingin Trump menunda atau membatalkan pendeportasian imigran ilegal dan 800.000 anak-anak mereka. Hal ini juga menjadi misi Demokrat yang diusung Ketua Minoritas Senat AS Chuck Schumer.
Republiken dan Trump bersikeras menolak tuntutan itu. ”Tidak ada negosiasi soal imigran,” kata Ketua DPR AS Paul D Ryan (Republiken-Wisconsin).
Hal ini membuat wakil Demokrat di Senat terus menolak persetujuan soal penambahan keuangan hingga Sabtu. Dibutuhkan minimal 60 suara dari 100 anggota Senat AS untuk menyetujui kenaikan pagu utang. Persetujuan ini penting bagi Departemen Keuangan AS untuk menerbitkan surat utang guna membiayai anggaran pemerintah.
Konstituen
Republiken belum juga terlihat mengalah atas permintaan Demokrat. Penolakan ini didasarkan pada kalkulasi basis politik, kekuatan pemilih yang penting dalam pemilu.
Pada Maret 2016 atau jauh sebelum menjabat Presiden, Trump mengatakan ada 11 juta imigran di AS. Sebagian di antaranya imigran ilegal. ”Mereka akan memilih Demokrat…. Jika kita mengizinkan mereka bertahan di AS, itu akan menjadi keputusan politik bunuh diri bagi Republiken,” kata Trump.
Di sisi lain, Trump mendukung imigran dari Eropa dengan alasan mereka ini pekerja keras dan pendukung Republiken. Sasaran Trump adalah imigran dari Amerika Tengah, Asia, serta negara lain yang secara historis merupakan pendukung Demokrat.
Sasaran Trump adalah imigran dari Amerika Tengah, Asia, serta negara lain yang secara historis merupakan pendukung Demokrat.
Menurut Tucker Carlson, komentator politik AS, kepentingan mempertahankan basis politik inilah yang membuat Demokrat berjuang melindungi imigran non-Eropa pada 9 Januari 2018. Hal serupa juga ditekankan oleh Victor Davis Hanson, peneliti senior dari Hoover Institution (Stanford University), seperti dia ungkapkan di situs harian The Los Angeles Times, edisi 14 Januari 2018.
Presiden Barack Obama sendiri, saat menjabat, memberi argumentasi bahwa perlindungan imigran sesuai sejarah AS sebagai negara yang berkembang karena imigran. Hanya saja, Republiken khawatir karena terjadi penurunan populasi warga kulit putih. Pada umumnya imigran dari Amerika Latin adalah pendukung Demokrat.
Republiken khawatir karena terjadi penurunan populasi warga kulit putih. Pada umumnya imigran dari Amerika Latin adalah pendukung Demokrat.
The Center for American Progress Action Fund, dalam memonya pada Desember 2017 lalu, menuliskan, ”Perjuangan untuk melindungi Dreamers (imigran)… sangat kritis untuk sukses masa depan politik Demokrat. Jika Demokrat tidak berjuang keras, maka nasib Demokrat akan hancur pada pemilu pertengahan November 2018 dan pada pemilu selanjutnya.”
Sehubungan dengan isu yang pelik ini, hingga Senin, (22/1/2018), kubu Demokrat tidak mau bersepakat sepanjang tuntutan tidak dipenuhi. Ketua Mayoritas di Senat AS Mitch McConnel sebelumnya berjanji pada Schumer bahwa Republiken bersedia berunding soal imigran dengan tujuan Demokrat mendukung kelolosan kenaikan pagu utang.
Hal itu tidak dipenuhi dan Schumer menegaskan, ”Kami tidak akan mundur soal tuntutan ini.… Terjadilah penutupan kegiatan pemerintahan AS dan ini adalah akibat sikap dan keputusan Trump….” (REUTERS/AP/AFP)