Sengkarut Anggaran Olahraga
JAKARTA, KOMPAS — Tata kelola anggaran masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan oleh Kemenpora. Tanpa perbaikan pengelolaan anggaran, prestasi olahraga nasional akan terus merosot. Ini tantangan berat, apalagi Badan Pemeriksa Keuangan tidak memberikan pendapat atau disclaimer pada laporan keuangan Kemenpora tahun anggaran 2015 dan 2016.
Dalam dokumen Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terkait alokasi anggaran Asian Games tahun anggaran 2016 dan Semester I/2017 Nomor 72/TPDTT_Asian Games/11/ 2017 yang dilakukan BPK disebutkan, ”Keterlambatan pembayaran honor maupun kegiatan TC (training camp), dan TO (try out) dapat memengaruhi produktivitas/pencapaian prestasi atlet nasional”.
Dokumen PDTT itu memuat konsep temuan ketidakpatuhan pengelolaan anggaran terhadap peraturan perundang-undangan, setidaknya Rp 30 miliar. Konsep temuan itu menjadi peringatan bagi Kemenpora untuk segera berbenah agar BPK tidak kembali menyatakan disclaimer pada laporan keuangan 2017.
Salah satu konsep temuan itu adalah selisih pembayaran akomodasi atlet dan pelatih peserta pelatnas Program Indonesia Emas (Prima) Rp 27,2 miliar. Ada juga pengadaan peralatan olahraga yang berpotensi mengakibatkan kelebihan pembayaran Rp 170,69 juta pada tahun anggaran 2016 dan minimal Rp 100,8 juta pada anggaran 2017.
Konsep temuan itu terkait anggaran yang dikelola Satlak Prima sebelum dibubarkan pada Oktober 2017. Setelah Satlak dibubarkan, anggaran dikelola langsung oleh cabang olahraga.
Anggota III BPK, Acshanul Qosasi, menyatakan, permasalahan tata kelola keuangan di Kemenpora berkaitan dengan hal-hal yang paling mendasar. Artinya, permasalahan tersebut dimulai dari perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban. Untuk itu, semua lini harus diperbaiki.
Atas dasar itu, Menpora Imam Nahrawi menginstruksikan, semua jajaran Kemenpora memperbaiki tata kelola penggunaan anggaran, terutama dalam hal pencatatan. Bagian kesekretariatan dan inspektorat juga diminta bersinergi untuk mengawasi penggunaan anggaran itu.
”Tahun ini, kita tidak boleh dapat status disclaimer lagi. Saya lesu dapat status itu, malu ketika bertemu dengan kementerian atau lembaga lain,” ujar Menpora dalam Rapat Koordinasi Kemenpora di Cipanas, Jawa Barat, Jumat (19/1).
Anggaran dan prestasi
Pengamat olahraga Djoko Pekik Irianto menyampaikan, di negara berkembang seperti Indonesia, olahraga sangat bergantung pada anggaran dari pemerintah. Jika pemerintah gagal mengelola anggaran agar tepat sasaran, otomatis prestasi olahraga akan terus terpuruk.
”Persentase pengaruh anggaran terhadap prestasi olahraga di negara berkembang, seperti Indonesia, mencapai 70 persen. Bila tidak mampu mengelola anggaran dengan baik, olahraga kita tidak akan bisa berkembang,” ucap Djoko, Minggu (21/1).
Djoko menilai, Kemenpora belum berbenah. Buktinya, distribusi bantuan anggaran untuk cabang-cabang yang menggelar pelatnas Asian Games sempat tidak fokus pada peningkatan prestasi, dana cenderung dibagi rata.
Selain itu, proses pencairan anggaran juga berlarut-larut. Awalnya pencairan anggaran ditargetkan awal Januari ini, tetapi hingga kemarin belum juga cair. Sejumlah cabang dibuat kerepotan menyiasati problem itu. Padahal, sejak awal 2018, berbagai agenda pemusatan latihan, dan uji coba ke luar negeri, untuk pencapaian prestasi Asian Games 2018 telah menanti para atlet.
Agenda padat menanti, misalnya, untuk tim balap sepeda. Sabtu lalu, tim balap sepeda berangkat ke Malaysia untuk mengikuti training camp dan uji coba kejuaraan. Sembilan atlet dan empat pelatih berangkat untuk mengikuti Asian Track Championships, 16-20 Februari di Nilai, Negeri Sembilan, Malaysia. Di antara para atlet ada Elga Kharisma Novanda, peraih medali emas SEA Games 2017. Nomor lomba yang diikuti salah satunya track sprint yang menjadi andalan Indonesia untuk meraih medali emas Asian Games.
Manajer Tim Balap Sepeda Budi Saputro mengatakan, sejauh ini baru honor atlet dan pelatih yang sudah turun. ”Tentu saja, (anggaran belum cair) mengganggu pelatnas. Tetapi, kami berusaha agenda yang ada tetap berjalan,” ujarnya.
Untuk menyiasati anggaran yang belum cair, tim balap sepeda berangkat training camp dan uji coba dengan memakai dana talangan dari Pengurus Besar Ikatan Sepeda Sport Indonesia.
Adapun tim atletik perlu menyiapkan atlet jalan cepat untuk tampil pada kejuaraan Asian Race Walking Championships, yang bergulir di Nomi, Jepang, pada Maret. Atlet-atlet pada nomor lomba lainnya akan mengikuti training camp dan uji coba di Eropa dan Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal PB PASI Tigor Tanjung mengatakan, belum turunnya anggaran belum terlalu memengaruhi pelatnas. ”Namun, kalau keterlambatan berlanjut, kami khawatir rencana-rencana training camp dan try out akan berantakan,” katanya.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, anggaran yang turun memang baru honor atlet dan pelatih. Kebutuhan lainnya, seperti akomodasi, peralatan, training camp, uji coba, dan suplemen, akan diproses pekan ini ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Proses pencairan anggaran di KPPN tidak membutuhkan waktu lama. Dalam sehari pun bisa cair asal dokumen lengkap.
Pencairan anggaran untuk 40 cabang yang berlarut-larut itu mengindikasikan tata kelola anggaran masih perlu diperbaiki. Apalagi, kemampuan mengelola anggaran sangat berpengaruh terhadap capaian prestasi.
Prestasi olahraga Indonesia cenderung turun dalam lima tahun terakhir. Di SEA Games 2013, Indonesia finis keempat (65 emas, 84 perak, 111 perunggu). Namun, pada SEA Games 2015 posisi Indonesia turun ke peringkat ke-5 (47 emas, 61 perak, 74 perunggu). Pada SEA Games 2017 posisi Indonesia tetap ke-5, tetapi medali turun (38 emas, 63 perak, 90 perunggu).
”Buruknya prestasi Indonesia di sejumlah ajang multicabang beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari buruknya tata kelola anggaran untuk keolahragaan,” kata pengamat olahraga Fritz Simanjuntak. (DNA/DRI/LAS)