BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pemerintah diminta mengevaluasi kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand. Pasalnya, langkah itu dikhawatirkan membuat harga gabah petani anjlok saat panen raya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Provinsi Lampung Kaslan mengatakan, saat ini, area persawahan di sejumlah kabupaten di Lampung siap panen dalam beberapa minggu ke depan. Untuk itu, petani berharap pemerintah mengevaluasi rencana impor karena akan berpengaruh pada harga gabah di tingkat petani.
”Rencana impor beras jelang panen raya amat memukul petani. Kami khawatir kebijakan itu akan berimbas pada anjloknya harga gabah,” kata Kaslan, Selasa (23/1), di Bandar Lampung.
Apalagi, pada masa panen Februari-April, wilayah Lampung diprediksi telah memasuki musim hujan. Sementara jumlah mesin pengering padi masih terbatas.
Rencana impor beras jelang panen raya dikhawatirkan berimbas pada anjloknya harga gabah.
Hal itu membuat petani yang mengandalkan sinar matahari kesulitan mengeringkan gabah. Kondisi ini membuat daya tawar gabah petani semakin rendah karena persentase kadar air masih tinggi.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung Edi Yanto mengatakan, sejumlah sentra produksi beras di Lampung siap panen. Dia menyakini, stok beras yang dihasilkan petani lokal di Lampung masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Lampung.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Lampung, sepanjang tahun 2017, Lampung tercatat memproduksi 4,3 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 2,5 juta beras. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan kebutuhan konsumsi masyarakat.
Saat ini, katanya, meningkatnya harga jual gabah justru menjadi peluang bagi petani untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Meski begitu, Edi enggan memberikan komentar terkait mahalnya harga beras di pasaran.
Menyikapi kebijakan impor beras, kata Edi, pemerintah tentu telah mengantisipasi dampak bagi petani. Menurut dia, beras impor yang akan masuk ke Indonesia diperuntukkan bagi perhotelan. Beras impor itu tidak untuk dijual di pasaran.
Sementara itu, Perum Bulog Divisi Regional Lampung terus mengoptimalkan operasi pasar ke sejumlah kota dan kabupaten. Selain Kota Bandar Lampung dan Metro, operasi pasar diperluas ke sejumlah kabupaten lain, di antaranya Way Kanan dan Lampung Utara.
Kepala Perum Bulog Devisi Regional Lampung M Attar Rizal mengatakan, pada operasi pasar tahap II, Bulog Lampung menggelontorkan 6.000 ton beras hingga 31 Maret mendatang. Sebelumnya, pemerintah telah menggelontorkan 3.700 ton beras pada operasi pasar tahap I yang berlangsung pada 28 November hingga 31 Desember.