Gus Mus Perjuangkan Kemanusiaan dengan Puisi dan Tulisan
Oleh
Rini Kustiasih
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ulama yang juga mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Achmad Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus menerima Yap Thiam Hien Award Tahun 2017. Sebagai ulama dan cendekiawan Muslim, ia dinilai memperjuangkan kebebasan dan hak-hak orang lain untuk beribadah dan beragama menurut keyakinan masing-masing melalui puisi dan tulisan.
Di dalam acara penyerahan penghargaan itu, Rabu (24/1) malam, Todung Mulya Lubis, Ketua Yayasan Yap Thiam Hien, mengatakan, Mustofa Bisri atau yang akrab dipanggil dengan Gus Mus adalah pejuang hak asasi manusia yang berjuang tidak dengan berteriak lantang melalui aksi-aksi di lapangan, seperti demonstrasi, tetapi ia berjuang melalui tulisan dan puisinya yang mendendangkan semangat keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
”Banyak puisi dan tulisan beliau yang menebarkan semangat toleransi dan perdamaian. Beliau memang tidak berdemonstrasi, sebagaimana aktivis HAM lainnya, tetapi dengan caranya sendiri, yakni puisi dan tulisan, Gus Mus memperjuangkan HAM,” ujar Todung.
Saya yang banyak itu mondok di pesantren. Dari para kiai saya diajari bahwa Indonesia itu rumahmu. Ya, saya jaga rumah saya.
Pemilihan Gus Mus, pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu di tengah kondisi kehidupan berbangsa yang terpecah akibat politik identitas juga mendapatkan momentumnya. Sebab, Gus Mus menjadi semacam model atau contoh bagi citra ulama Islam yang toleran dan damai.
Sosok Gus Mus di dalam kehidupan politik yang penuh dengan politisasi agama menjadi antitesa, sebab dirinya tidak ikut di dalam kegaduhan itu. Gus Mus tetap dengan caranya sendiri yang memilih jalan menulis puisi dan tulisan.
Gus Mus sendiri yang malam itu hadir dengan didampingi keluarganya menilai penghargaan yang diberikan kepadanya sebagai hal yang berlebihan. Dengan berkelakar, Gus Mus menilai dewan juri Yap Thiam Hien sebagai ”lebay”.
”Dewan juri ini sepertinya lebay, karena saya ini enggak ngerti HAM,” urainya yang disambut tawa hadirin.
Gus Mus berkali-kali mengatakan dirinya hanya diajari oleh para kiai sederhana di pondok pesantren, bahwasanya Indonesia adalah rumahnya. Oleh karena itu, ia berkewajiban menjaga Indonesia.
”Saya yang banyak itu mondok di pesantren. Dari para kiai saya diajari bahwa Indonesia itu rumahmu. Ya saya jaga rumah saya,” kata Gus Mus.
Dalam beragama pun, menurut Gus Mus, harus dijalani dengan santai. ”Enggak usah berlagak sok-sokan segala macam. Gusti Allah sudah tahu potonganmu,” ujarnya yang kembali disambut tawa hadirin.