Kombinasi Toko Fisik dan E-dagang Jadi Masa Depan Bisnis Ritel
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis ritel perlu mulai memanfaatkan omnichannel atau penjualan melalui toko fisik dan elektronik dagang secara bersamaan. Pemanfaatan e-dagang dinilai dapat membuat penjualan produk ritel bergeliat sekaligus mengatasi lesunya industri ritel dalam tiga tahun terakhir.
Dalam tiga tahun terkahir, industri ritel mengalami pelambatan pertumbuhan. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan, pertumbuhan pada 2017 hanya berkisar 7-7,5 persen. Jumlah itu menurun dibandingkan 2016, sebesar 9 persen.
Untuk kembali ke pertumbuhan dua digit seperti 2013 dan 2014, Ketua Aprindo Roy N Mandey menilai usaha ritel harus bertransformasi menggunakan palform digital, yaitu e-dagang.
”Harus mulai menggunakan omnichannel karena sekarang sudah terjadi perubahan pola perilaku,” ujar Roy di sela acara Internet Retailing Expo Indonesia di Grand Ballroom Pullman, Mal Central Park, Jakarta, Rabu (24/1).
Menurut Roy, saat ini pola perilaku konsumen sudah bergeser. Mereka lebih mengutamakan pengalaman dalam membeli barang. ”Untuk itu, toko fisik tetap dibutuhkan,” katanya.
Di sisi lain, penggunaan omnichanel berfungsi untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Konsumen yang berorientasi pada teknologi lebih menyukai sesuatu yang cepat dan praktis. Untuk itu, e-dagang mampu mempermudah dan memperluas akses produk.
Dengan e-dagang, usaha ritel dapat menawarkan produk ke semua pengguna internet. Berdasarkan data Asosiasi Pengguna Internet, 51 persen penduduk Indonesia sudah memakai internet. Pemasaran produk pun dapat menuju 51 persen penduduk tanpa biaya,
Apalagi, pembelian dari e-dagang menjanjikan dari tahun ke tahun. Menurut Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA), pada 2016, sejumlah 27,4 juta orang membeli barang secara daring. Sementara, transaksi itu diperkirakan naik 30-50 persen pada 2017.
Sebelumnya, CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, penggunaan media daring tidak dapat dimungkiri. Namun, toko fisik tetap dibutuhkan. Fungsi toko akan berbeda, menjadi semacam experience store. Dengan demikian, masyarakat berkunjung ke toko untuk mencari pengalaman yang tidak didapat di e-dagang. Seperti mencoba pakaian agar sesuai ukuran dan mengetahui kenyamanan dari bahannya (Kompas, 28/10).
Pernyataan William didukung data dalam forum Internet Retailing Expo Asia, disebutkan sebanyak 44 persen responden mencari dan berbelanja secara daring. Sementara, 51 persen responden mencari barang secara daring dan kemudian membeli lewat toko ritel.
Perusahaan ritel yang sudah sukses mengembangkan omnichannel adalah PT Mitra Adiperkasa (MAP). Konsumen dapat membeli produk PT MAP dari berbagai saluran, baik daring maupun toko fisik.
”Kami punya sekitar 2.200 toko ritel. Saat ini bisa dibeli oleh jutaan konsumen. Omnichannel membuat pelanggan bisa memilih dari daring. Bisa juga melalui toko fisik,” kata Direktur PT MAP Adiperkasa, Ravi Kumar, pada acara yang sama.
Ravi Kumar mengatakan, teknologi digital adalah jalan keluar bagi industri ritel untuk mengembangkan usaha. ”Indonesia sangat besar, satu-satunya cara untuk menyebarkan produk ke seluruh wilayah adalah dengan digital,” ucapnya.
Indonesia sangat besar, satu-satunya cara untuk menyebarkan produk ke seluruh wilayah adalah dengan digital.
Dikuasai asing
Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif Hari Santosa Sungkari mengatakan, usaha ritel lokal perlu mengincar e-dagang. Hal itu karena jumlah pembelian di e-dagang belum berasal dari produk lokal.
Data Bekraf menyebutkan, total pembelian e-dagang mencapai sekitar Rp 1.000 triliun pada 2017. ”Kemungkinan besar segitu. Tetapi angka pastinya kita tunggu saja dari Badan Pusat Statistik,” kata Hari.
Sementara, pada 2015 total pembelian melalui e-dagang mencapai Rp 853 triliun dan 2016 sebesar Rp 922 triliun. Penyumbang terbesar dari fashion, kuliner, dan aplikasi gim.
Hari berharap usaha ritel mampu mengembangkan produk ke e-dagang, terutama dalam bidang fashion. ”Fashion itu sangat tinggi proyeksi penjualannya. Diperkirakan nanti fashion akan menghasilkan 2.471 miliar dollar AS,” ucapnya.
Menurut data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), sejumlah 95 persen dari sekitar 36.000 toko ritel yang terdaftar sudah memanfaatkan e-dagang. Sementara, 5 persen yang belum memanfaatkan didominasi toko kelontong lokal.
Meski pemanfaatan mencapai 95 persen, pertumbuhan industri ritel melambat pada 2017. ”Hasil transformasi belum signifikan,” ucap Roy.
Menurut Roy, salah satunya karena penetrasi produk asing pada elektronik dagang (e-dagang) Indonesia. Dia memperkirakan, produk lokal yang dijual lewat e-dagang hanya 5 persen. Sementara, 95 persennya merupakan produk asing, seperti China.
”Produk asing, kan, lebih murah kalau dibandingkan lokal. Karena itu, masih kalah saing. Dominasi produk asing pada e-dagang, kan, pernah dikatakan juga oleh Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman),” kata Roy.
Untuk itu, Roy meminta pemerintah mempercepat peraturan e-dagang. Hal itu dapat meningkatkan pertumbuhan ritel yang sedang lesu.
Menanggapi itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Tjahya Widjayanti mengatakan, peraturan mengenai e-dagang sedang dalam penyelesaian. Kemungkinan pada Februari ini akan rampung.
Menurut Tjahya, Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan itu akan memfokuskan pada produk asing yang dijual.
”Kemungkinan nanti ada keharusan menjual 80 persen produk lokal, tetapi masih dibicarakan. Ini untuk mendukung produk lokal karena banyaknya produk asing,” ucapnya di acara yang sama.
Selain itu, peraturan mengenai pajak pelaku e-dagang juga akan disetarakan dengan usaha ritel. Hal itu untuk membuat keadilan yang sama bagi pelaku usaha.
E-dagang tak mudah
CEO Blibli.com Kusumo Martanto mengatakan, mengubah usaha konvensional ke digital tidak mudah. Karena melalui e-dagang, konsumen membutuhkan kepercayaan lebih pada produk dan penjual.
”Soalnya, kan, mereka tidak melihat langsung. Tidak semudah yang dibayangkan. Hanya menaruh dan tiba-tiba laku,” katanya.
Kusomo mencontohkan, kalau jual keripik di e-dagang, konsumen tidak bisa mencoba. Maka hal yang dilihat adalah foto dan rating produk tersebut. Untuk itu, ritel harus memastikan produk yang dibuat dengan kemasan yang menarik. (DD06)