Selain di Jakarta, kesiapsiagaan menghadapi risiko gempa juga wajib disosialisasikan di kota-kota besar lain yang padat penduduk di Pulau Jawa, seperti Surabaya, Semarang, Cirebon, dan Bandung. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Bumi Nasional tahun 2017, kota-kota ini telah diidentifikasi dilalui sesar aktif.
”Gempa (Selasa) kemarin memicu kepanikan karena masyarakat belum tahu bagaimana menghadapinya, terutama mereka yang berada di gedung-gedung tinggi,” kata Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan, di Jakarta, Rabu (24/1).
Dalam kondisi panik, potensi kecelakaan akibat respons masyarakat yang berlebihan menghadapi gempa akan semakin besar. Di Depok, misalnya, seorang perempuan pingsan akibat berdesak-desakan keluar gedung saat gempa. Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, seorang siswi SMK terluka akibat meloncat dari lantai dua gedung sekolah (Kompas, 24/1).
Menganggap aman
Rendahnya kesadaran risiko terhadap gempa di Jakarta, menurut Lilik, disebabkan sebagian besar masyarakat menganggap Ibu Kota aman gempa. Apalagi, gempa tergolong jarang terjadi.
Padahal, beberapa kajian terbaru menunjukkan bahwa Jakarta juga rentan terdampak guncangan gempa. Ahli gempa bumi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan, Sesar Baribis yang bermula di sekitar Lembang diduga menerus hingga selatan Jakarta.
Dari catatan sejarah, gempa besar juga melanda Jakarta, seperti disebutkan dalam katalog gempa bumi Arthur Wichmann (1918). Wichmann menyebut gempa amat kuat dirasakan di Jakarta pada 5 Januari 1699 sekitar pukul 01.30 saat hujan lebat. Selain merobohkan banyak bangunan, gempa itu juga menyebabkan longsor besar di Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak. Gempa kuat juga tercatat terjadi di Jakarta pada 1780, diduga bersumber dari Sesar Baribis.
Menurut Lilik, gempa pada Selasa lalu juga menunjukkan Jakarta berisiko gempa kiriman dari sumber di Selat Sunda atau Selatan Jawa. Padahal, risiko gempa di kota-kota besar seperti Jakarta lebih tinggi karena banyak gedung bertingkat.
”Masalahnya, mitigasi gempa untuk gedung tinggi tergantung kesadaran pengelolanya. Sejak 2013, baru enam gedung di Jakarta yang pernah melakukan simulasi penanganan gempa dengan inisiasi BNPB,” kata Lilik.
Di kolong meja
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, perlu latihan evakuasi menghadapi gempa bagi masyarakat Jabodetabek dan kota besar yang memiliki gedung bertingkat.
Pelatihan tersebut, menurut profesor riset bidang sosiologi dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Henny Warsilah, termasuk edukasi mengenai tempat berlindung, pengelolaan panik, pelaporan kerusakan bangunan, pemeliharaan tangga darurat, dan aliran listrik yang dimatikan.
Sutopo mengatakan, BNPB telah menyebarluaskan selebaran tentang tindakan yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah gempa.
Bagi pengguna gedung bertingkat, tindakan yang harus dilakukan saat terjadi gempa adalah tetap tenang, menghindar dari kaca dan barang yang mudah jatuh dengan berlindung di kolong meja atau mendekat ke konstruksi yang kuat, seperti pilar atau tiang beton. Ketika gempa, jangan menggunakan lift.
”Setelah kondisi tenang, segera keluar bangunan melalui tangga darurat dengan teratur. Kemudian berkumpul di tempat evakuasi sementara hingga kondisi aman,” kata Sutopo.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Benny Agus Chandra mengatakan, pihaknya sudah menyusun standar prosedur kegempaan bagi pengelola gedung.
Belajar dari gempa di Yogyakarta, Mei 2006, yang memakan ribuan korban jiwa, sejak 2012 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya meningkatkan kesadaran warga terhadap potensi gempa. ”Hal utama yang kami tanamkan kepada warga adalah gempa tidak membunuh, tetapi bangunanlah yang menyebabkan korban luka dan meninggal,” kata Kepala BPBD DI Yogyakarta Biwara Yuswantana.
Menyadari Bengkulu merupakan kawasan rawan gempa, BPBD Provinsi Bengkulu terus melakukan mitigasi bencana. ”Kami juga sudah menerima bantuan alat pendeteksi gempa,” kata Kepala BPBD Provinsi Bengkulu Sumarno.